Share

Bab 4

Author: Millanova
last update Last Updated: 2025-10-10 14:58:17

"Kenapa? Takut Clara mendengar?" Arka melangkah lebih dekat. "Dia tidak akan peduli. Dia bahkan tidak akan bangun jika kita berteriak di sini."

Nia dengan cepat menahan tangan arka dan menatapnya dengan polos. "Iya, Pak, saya takut kalau sampai Ibu Clara tau......"

Sebelum Arka bisa berkata apa-apa, Nia melepas genggaman tangan yang berusaha merangkulnya dengan perlahan. Arka terdiam dan sedikit bingung.

“Maaf, Pak, saya harus istirahat.”

Arka masih diam saat Nia beranjak ke kamarnya. Sebelum pintu ditutup, Arka melihat Nia menoleh lagi. Wanita itu menatap Arka kemudian tersenyum manis. “Selamat malam, Bapak Arka,” ucapnya dengan lembut. 

Baru kemudian kesadaran Arka kembali. Apa yang baru saja dia lakukan?

Matahari pagi sudah tinggi ketika Arka akhirnya membuka mata. Kepalanya berdenyut-denyut, mengingatkannya pada whiskey yang diminumnya semalam. Dia mengerang pelan, membalikkan badan hanya untuk menemukan sisi tempat tidur sebelahnya sudah kosong. Lagi-lagi.

Dia melangkah keluar kamar dengan perasaan kesal. Clara pergi tanpa pamit. Lagi. Seperti biasa.

Tapi sesuatu terasa berbeda pagi ini.

Bau anyir whiskey yang biasanya masih menyengat di ruang keluarga sudah hilang. Lantai marmer berkilau bersih, bebas dari debu dan kertas-kertas berserakan yang biasa menjadi "karya" Arka. Bahkan udara terasa segar, seolah semua jendela sudah dibuka untuk mengusir aroma kemarin.

Arka menggaruk-garuk kepala yang masih bermasalah, berjalan ke dapur dengan langkah gontai. Dan di sanalah kejutan sesungguhnya menunggu.

Meja makan yang biasanya kosong atau berisi sisa makanan kemarin, kini tertata rapi. Sepiring nasi hangat, semangkuk sayur bening, telur dadar, dan beberapa potong tempe goreng tersusun apik. Bahkan ada seporsi buah potong di sampingnya.

"Lho …," gumam Arka bingung. Matanya masih berkunang-kunang.

"Selamat pagi, Pak."

Suara itu membuatnya terkejut. Dari balik pintu dapur, Nia muncul dengan wajah segar dan senyum ramah. Dia mengenakan seragam sederhana yang sama seperti kemarin, tapi kali ini dengan apron berwarna putih.

"Nia?" ucap Arka, masih belum sepenuhnya sadar. "Kamu... kamu sudah mulai bekerja, ya?"

"Niatnya saya ingin mulai sebelum Bapak bangun, Pak," jawab Nia dengan sopan. "Sarapan sudah siap. Apakah Bapak ingin makan sekarang?"

Arka terduduk di kursi makan, masih tak percaya. "Aku... lupa kalau kamu sudah mulai bekerja hari ini."

Nia tersenyum. "Ibu Clara sudah berangkat jam enam tadi. Beliau bilang ada perjalanan pagi ke Bandung."

Arka menghela napas. "Ya, tentu saja. Dia bahkan tidak bilang selamat tinggal."

Dia mulai menyendok nasi, masih dalam keadaan setengah bingung. Rasanya... sudah lama sekali sejak terakhir kali dia makan sarapan yang benar-benar dimasak di rumah ini.

"Pak, menurut saya, lebih baik Bapak makan dulu sebelum minum kopi," saran Nia sambil membersihkan counter dapur. "Perut kosong tidak baik untuk kafein."

Arka mengangguk, menuruti saran itu. Setelah beberapa suap, barulah kesadarannya sepenuhnya pulih.

"Kamu... memasak ini semua?" tanyanya, masih sedikit tak percaya.

"Iya, Pak. Apakah rasanya tidak sesuai selera Bapak?"

"Tidak! Maksudku, enak. Sangat enak." Arka terkagum-kagum. Bahkan koki restoran yang dulu mereka pekerjakan tidak bisa membuat telur dadar seenak ini.

Nia tersenyum lega. "Syukurlah. Ibu Clara meninggalkan catatan tentang makanan yang tidak disukai Bapak. Tapi untuk selera khusus, saya masih perlu belajar."

Arka menggeleng-geleng kepala. "Clara meninggalkan catatan? Dia biasanya tidak peduli dengan..."

Dia tidak menyelesaikan kalimatnya. Terlalu pahit untuk diucapkan.

Setelah menghabiskan separuh piring, Arka merasa ada yang kurang. "Nia, bisa tolong buatkan kopi?"

"Tentu, Pak. Bagaimana Bapak menyukai kopinya?"

"Hitam. Kental. Dua sendok gula."

Nia mengangguk dan mulai menyiapkan mesin kopi. Arka mengamatinya dari belakang. Gerakannya lincah dan terampil. Tidak ada gerakan yang sia-sia.

“Silahkan kopinya, Pak,” Nia membungkuk sambil meletak kan kopi itu tepat di depan arka.

Arka yang sedang makan teralihkan dengan Nia yang sudah di depannya sambil membungkuk. 

Mata Arka langsung tertuju pada belahan dada Nia yang begitu kencang dan ranum. Arka terdiam, mukanya memerah dan menegang. “Bapak…..?” tanya Nia memecah pandangan Arka kepada dirinya.

“Oh, iya…. Terima kasih, Nia,” Ucap Arka canggung sambil mencoba menyeruput kopinya.

“Enak sekali kopi buatanmu Nia, pas tidak kurang tidak lebih,” puji Arka kepada Nia.

Nia menunduk. "Terima kasih atas pujiannya, Pak. Saya senang dengan pekerjaan ini. Bisa membuat orang lain bahagia dengan masakan dan pelayanan yang baik, itu cukup membanggakan untuk saya."

Jawaban itu membuat Arka terdiam. Betapa berbedanya dengan Clara yang selalu mengejar karir dan status.

"Bapak sepertinya punya banyak pekerjaan hari ini?" tanya Nia, mengubah topik.

Arka menghela napas. "Iya. Harus menyelesaikan proyek website untuk klien. Tapi..." matanya tertuju pada tumpukan kertas di ruang kerjanya.

"Apakah Bapak butuh bantuan merapikan berkas-berkas? Saya cukup terampil dalam mengorganisir dokumen."

"Tidak, tidak," tolak Arka cepat. "Ini... pekerjaan khusus."

Nia mengangguk. "Maaf, Pak. Saya tidak bermaksud ikut campur."

"Bukan begitu maksudku," ucap Arka, merasa bersalah. "Ini... rahasia perusahaan. Kode program dan semacamnya."

"Saya mengerti." Nia tersenyum. "Kalau begitu, saya akan melanjutkan pekerjaan rumah yang lain. Tolong panggil saya jika Bapak butuh sesuatu."

Dia berbalik untuk pergi, tapi Arka memanggilnya lagi. "Nia."

"Iya, Pak?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 7

    Awalnya hanya sentuhan lembut, penuh keraguan. Seperti dua kupu-kupu yang saling menyentuh sayap. Tapi kemudian, hasrat yang terlalu lama terpendam meledak menjadi ledakan gairah yang tak terbendung.Napas mereka saling bercampur, hangat dan menggigit. Dunia seakan berhenti berputar. Di ruang makan yang hanya diterangi lampu temaram itu, hanya ada mereka berdua.Arka mendesah dalam, tangannya berganti meraih pinggang Nia. Ciuman itu semakin dalam, semakin penuh gairah. Lidah Arka mulai menjelajah, menemukan respons hangat dari Nia. Dia mendengar desahan kecil dari bibir Nia, sebuah suara yang membuatnya semakin bergairah.Arka mulai menciumi leher Nia yang jenjang. Bibirnya menelusuri setiap inci kulit lembut itu, merasakan denyut nadi Nia yang semakin kencang."Kamu... sangat cantik," bisik Arka di telinga Nia, membuatnya menggelinjang.Nia mendesah lebih keras kali ini. "Arka...hhmmhh…. kita tidak seharusnya...""Tapi kita menginginkannya," balas Arka, terus menelusuri lehernya.Ta

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 6

    Bukan korek api biasa, tapi korek api bermerek dari sebuah bar terkenal di Bandung. Untuk apa Clara menyimpan korek api? Yang langsung membuatnya terguncang adalah bahwa ia mengetahui bagaimana Clara begitu membenci rokok. Selama ini, dia selalu protes jika ada yang merokok di dekatnya. "Tidak mungkin …," gumam Arka sendiri.Dia memutar-mutar korek api itu di tangannya. Pikirannya mulai berpacu. Mungkin dapat dari rekan kerja? Tapi kenapa disimpan di tas? Clara biasanya langsung membuang benda-benda tidak penting. Dia hanya terduduk di sofa ruang keluarga, menatap kosong ke depan. Sunyi yang tersisa terasa lebih menyiksa daripada pertengkaran tadi. Arka menghela napas panjang, lalu berjalan ke minibar. Botol whiskey yang sama dari dua malam lalu masih ada di sana, separuh isinya sudah habis.Dia menuangkan whiskey ke gelas tanpa es, sama seperti malam sebelumnya. Cairan amber itu terasa membakar kerongkongannya, tapi kali ini dia tidak merasakan apa-apa selain hampa."Saya kira Bap

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 5

    "Terima kasih. Untuk... sarapan dan kopinya. Dan untuk... pagi ini," Nia tersenyum lebih lebar. "Sama-sama, Pak. Itu tugas saya."Arka kembali memperhatikan Nia yang langsung sibuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Ia menelan ludahnya lagi, mungkin entah yang keberapa di pagi itu saja, ketika melihat lekuk tubuh Nia dari balik baju yang dikenakan. Sambil berusaha menghilangkan pikiran macam-macamnya, Arka menghela nafas, kemudian bergegas untuk memulai pekerjaannya. Hari berlalu dan Arka masih belum selesai dibayangi oleh Nia. Arka terbayang bagaimana lembutnya sentuhan tangan Nia yang tak sengaja bersinggungan saat menyuguhkan gelas-gelas kopi, terbayang juga harum yang menyapa hidungnya tiap kali Nia berjalan melaluinya. Arka juga sempat menangkap Nia menggunakan baju tanpa lengan, memperlihatkan sedikit dada dan bahu yang menggoda, membuat Arka harus menyembunyikan wajah kecewa ketika setelah itu Nia berganti kaus yang menutupi lekuk tubuhnya. Memikirkan Nia saja mampu membuat A

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 4

    "Kenapa? Takut Clara mendengar?" Arka melangkah lebih dekat. "Dia tidak akan peduli. Dia bahkan tidak akan bangun jika kita berteriak di sini."Nia dengan cepat menahan tangan arka dan menatapnya dengan polos. "Iya, Pak, saya takut kalau sampai Ibu Clara tau......"Sebelum Arka bisa berkata apa-apa, Nia melepas genggaman tangan yang berusaha merangkulnya dengan perlahan. Arka terdiam dan sedikit bingung.“Maaf, Pak, saya harus istirahat.”Arka masih diam saat Nia beranjak ke kamarnya. Sebelum pintu ditutup, Arka melihat Nia menoleh lagi. Wanita itu menatap Arka kemudian tersenyum manis. “Selamat malam, Bapak Arka,” ucapnya dengan lembut. Baru kemudian kesadaran Arka kembali. Apa yang baru saja dia lakukan?Matahari pagi sudah tinggi ketika Arka akhirnya membuka mata. Kepalanya berdenyut-denyut, mengingatkannya pada whiskey yang diminumnya semalam. Dia mengerang pelan, membalikkan badan hanya untuk menemukan sisi tempat tidur sebelahnya sudah kosong. Lagi-lagi.Dia melangkah keluar ka

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 3

    "Tidak sekarang, Arka," kata Clara dengan lembut tapi tegas, sambil berdiri dan menjauh."Kenapa? Kamu sudah memakai..." Arka tidak menyelesaikan kalimatnya, tapi matanya menatap lingerie yang dikenakan Clara."Aku capek, Arka. Sangat capek." Clara berjalan ke lemari dan mengambil gaun tidur sutra, mengenakannya untuk menutupi lingerie transparan itu. "Besok aku harus ke Bandung untuk meeting penting. Perjalanan dari pagi sekali."Arka berdiri di tempat, merasa ditolak dan dipermalukan. "Kamu selalu ada alasan, Clara.""Ini bukan alasan, ini kenyataan!" balas Clara, suaranya mulai tinggi. "Aku bekerja mati-matian untuk keluarga ini, sementara kamu…..""Sementara aku apa?" tantang Arka, tidak bisa menyembunyikan amarahnya lagi.Clara menarik napas dalam. "Lupakan. Aku tidak mau bertengkar. Aku butuh istirahat."Dia berbalik dan masuk ke dalam tempat tidur, membelakangi Arka.Arka berdiri di sana selama beberapa menit, melihat punggung istrinya. Lingerie seksi yang tadi dikenakan Clara

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 2

    “Baik pak,” ucap Nia sambil mengangguk.“Nanti sore Ibu Clara pulang,kamu bisa interview dengannya,” jelas Arka.Matahari sore mulai merangkak turun ketika Nia kembali ke rumah keluarga Adhiguna, kali ini dengan koper kecil berisi barang-barang pribadinya. Clara yang membukakan pintu, sudah berada di rumah lebih awal dari biasanya."Selamat sore, Bu," sapa Nia dengan hormat, sedikit membungkuk."Selamat sore, Nia. Silakan masuk," balas Clara, suaranya datar dan profesional. Ia mengenakan setelan kerja berwarna navy yang masih rapi, berbeda dengan Nia dalam seragam sederhananya. Clara mempersilakan Nia duduk di ruang tamu yang kini sudah lebih rapi. Ia sendiri duduk di kursi tunggal, menyilangkan kaki dengan elegan."Saya sudah lihat dokumen dari yayasan," mulai Clara, menatap Nia dengan tajam. "Pengalaman kerja sebelumnya hanya dua tahun?""Iya, Bu. Di keluarga sebelumnya, Saya keluar karena keluarga tersebut pindah ke luar negeri.""Kamu bisa memasak?" tanya Clara singkat."Bisa, Bu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status