Share

Bab 5

Author: Arseno
Usai berciuman dengan Aisha, hati Federico terasa manis, senyumnya pun mengembang tanpa sadar.

Baru saja ia melangkah ke jalan desa, dari kejauhan sudah tampak seseorang tergeletak di samping gedung balai desa. Di sebelahnya, seorang wanita berteriak-teriak panik meminta tolong.

Federico segera mempercepat langkah. Saat melihat wajah wanita yang pingsan itu dengan jelas, ia tak kuasa menarik napas dalam-dalam.

Perempuan itu sungguh cantik luar biasa, wajahnya penuh pesona, tubuhnya berlekuk indah, sangat mirip dengan artis ternama, Fransisca Tenggara!

Namun kini, kedua matanya terpejam rapat, bibir membiru, buih keluar dari mulutnya. Ia sudah benar-benar tak sadarkan diri.

“Ada apa ini?” Federico bertanya cepat.

Dari pakaiannya saja ia tahu wanita itu bukanlah orang desa. Maka ia menoleh pada wanita lain yang menemaninya.

Sekretaris yang berdandan rapi itu panik bukan main, kakinya sampai mengentak-entak tanah.

“Aku… aku juga tidak tahu kenapa! Aku mendampingi Bu Fransisca mengikuti acara hiking besar. Salah satu jalurnya kebetulan melewati desa ini. Begitu sampai di sini, beliau tiba-tiba jatuh pingsan, keluar busa dari mulutnya! Tolonglah, tolong selamatkan Bu Fransisca! Beliau itu Presiden Direktur Crystal Group! Asal bisa menyelamatkannya, pasti akan diberi imbalan besar!”

Sambil berkata, sekretaris itu mencengkeram lengan Federico erat-erat, air matanya sampai menghapus riasan wajah.

Federico dalam hati tertegun. Bukan hanya wajah wanita itu mirip dengan sang bintang, bahkan namanya pun sama.

Namun ia tak membuang waktu memikirkan hal itu. Ia segera berjongkok, meraba leher Fransisca, lalu meletakkan jari di nadi. Tak lama, alisnya mengernyit rapat. “Ia keracunan. Harus segera dinetralkan, kalau tidak nyawanya terancam.”

Sembari berkata, Federico hendak membuka baju Fransisca untuk memeriksa lebih lanjut. Namun tiba-tiba terdengar suara dingin dari belakang, “Federico! Berhenti kau!”

Federico menoleh. Yang berdiri di sana ternyata bukan orang lain, melainkan mantan kekasihnya, Tania Cloe.

Dulu, ia pernah kehilangan penglihatannya demi menolong Tania. Tetapi esok harinya, justru Tania yang tanpa ragu memutuskan hubungan.

Seolah belum cukup, setelah itu ia selalu merendahkan Federico di hadapan orang lain, seakan-akan untuk membuktikan bahwa keputusannya meninggalkannya memang benar.

Kini melihat Federico hendak menyelamatkan orang, Tania menyilangkan tangan di dada, menyeringai penuh penghinaan. “Federico! Kau pikir siapa dirimu? Kau layak menolong orang? Kau ini dokter? Emangnya kau punya izin praktik?”

Alis Federico menajam. Ia menjawab tegas, “Itu penting? Sekarang dia keracunan berat, sangat kritis! Nyawanya bisa melayang kapan saja. Menyelamatkan orang lebih utama!”

“Hah! Kau tahu dari mana dia keracunan?” Tania mencibir. “Oh, jadi sekarang matamu sudah sembuh ya? Tapi apa dengan begitu kau bisa langsung tahu dia keracunan?”

Ia mendengus sinis. “Orang lain boleh tertipu, tapi aku tahu siapa dirimu. Federico, kau bahkan tak tamat kuliah. Setengah ahli pengobatan pun bukan! Apa hakmu memeriksa pasien? Jangan pura-pura baik hanya karena dia direktur besar. Kau cuma ingin menjilat, dasar menjijikkan!”

Kata-kata Tania membuat sekretaris bingung, sementara warga desa yang berkumpul ikut bergumam, “Eh, si buta itu sudah bisa melihat? Percuma juga, tetap saja sampah…. Mantan pacarnya sekarang dokter beneran di pos kesehatan desa. Bandingkan saja, siapa yang lebih berguna?”

Federico tak menggubris. Ia langsung mengeluarkan jarum perak untuk menolong Fransisca. Namun Tania menepisnya kasar. “Minggir! Kau dokter atau aku dokter? Sejak kapan kau boleh selamatkan orang, hah? Dasar tak tahu malu, elajarlah dari yang benar!”

Tania menyingkirkan tangan Federico, lalu berjongkok sendiri, menempelkan stetoskop ke dada Fransisca yang membulat dan mendengarkan dengan saksama.

Ia memeriksa dengan serius, kemudian menarik sedikit ujung celana Fransisca untuk melihat keadaan kakinya, namun tak menemukan luka apa pun.

Untuk sementara ia sama sekali tidak bisa memastikan penyebab sakit pasien. Bagaimanapun juga, yang ia pelajari di sekolah adalah ilmu kedokteran modern, dan semua diagnosis harus mengandalkan pemeriksaan dengan alat medis.

Di desa pegunungan terpencil seperti ini, tidak mungkin melakukan CT scan ataupun mengambil sampel darah untuk diperiksa di laboratorium. Tanpa laporan pemeriksaan, pengetahuan yang dipelajarinya nyaris tak berguna, membuatnya bagai seorang buta yang kehilangan arah.

Tania paham betul akan keterbatasan dirinya, namun di mulut ia enggan mengakui kekalahan. Jika Federico mengatakan bahwa ini adalah keracunan, maka ia justru bersikeras untuk tidak menyebutnya keracunan.

“Hasilnya sudah jelas. Bu Fransisca terkena serangan panas. Di cuaca sepanas ini, apalagi seorang direktur yang jarang berolahraga, wajar sekali ia pingsan,” jelas Tania.

Ucapan itu membuat warga manggut-manggut. Mereka semua mengacungkan jempol, merasa itu masuk akal. “Betul!"

"Masuk akal sekali! Orang kota itu manja. Kurang olahraga!"

"Ya, kalau tak punya dasar fisik, jangan sok-sokan jalan jauh!”

Sekretaris tampak ragu, alisnya mengernyit. “Tapi… Bu Fransisca rutin olahraga. Kondisinya selalu fit….”

“Olahraga di kota berbeda dengan di sini!”

Tania mendengus. “Di desa udara lebih kencang, matahari lebih terik. Mana sanggup orang kota menahannya!”

Sekretaris makin gelisah. “Lalu… apa yang harus kita lakukan? Ambulans masih lama datangnya….”

Tania tersenyum angkuh. “Serangan panas gampang ditangani. Lihat dan belajar dariku!”

Ia membuka kancing baju Fransisca, lalu mengeluarkan minyak angin dan mulai menggosok tubuhnya. Melihat pemandangan itu, beberapa lelaki desa terbelalak, mata tak berkedip.

Hanya Federico yang kian mengernyit, memperingatkan tegas. “Tania, kau akan membunuhnya! Dia keracunan, bukan kepanasan! Gosokanmu malah mempercepat aliran darah, membuat racun menyebar lebih cepat!”

“Hentikan omong kosongmu! Siapa dokter di sini, kau atau aku? Memang kau ada izin praktik?” Tania melotot.

“Bukan begitu! Kau benar-benar membahayakan pasien!” Federico menekan nada suaranya.

“Tutup mulutmu! Ini bukan urusanmu!” Tania menuding hidungnya tanpa ampun.

Federico menggeleng, lalu berkata tenang, “Ingat baik-baik. Jika kau terus melakukan itu, dalam sepuluh detik, pasien ini akan mulai kejang. Lalu memuntahkan darah hitam, disusul sesak napas, dan akhirnya meninggal.”

“Huh!” Tania mendengus, mata berputar ke atas. “Seolah-olah bisa menghitung detik begitu! Profesor kedokteran di rumah sakit besar pun tak berani sebodoh itu! Kau siapa, berani-beraninya meramal? Tidak usah pura-pura lagi. Dasar penipu. Kau mau pakai ketakutan pasien untuk dapat uang, 'kan?”

"Dasar tak tahu malu."

Federico hanya menutup mata, lalu mulai menghitung.

"Lima..."

"Empat..."

"Tiga..."

"Dua..."

"Satu!"

Semua orang terdiam menunggu. Fransisca tetap terbaring, tanpa tanda-tanda apa pun.

Tania menyeringai puas. “Hah! Sudah kuduga. Kalau tebakanmu benar, aku, Tania Cloe akan berdiri terbalik dan makan kotoran!”

Namun begitu kata-kata itu keluar, tiba-tiba tubuh Fransisca kejang hebat! Dan benar saja, sebuah semburan darah hitam menyembur tepat ke jas putih bersih Tania!

“Ahhh!” Tania menjerit ngeri. Fransisca kini terengah-engah, napasnya tersendat.

“Kejang. Muntah darah. Sesak napas. Setiap gejala yang tadi diucapkan Federico kini muncul satu demi satu...” ucap warga sekitar.

Orang-orang terperangah. Sedangkan Tania, mulutnya terbuka lebar tak percaya, cukup besar untuk memasukkan sebatang pisang raja.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuhan yang Menyembuhkan   Bab 100

    Seketika, seluruh kerumunan terkejut luar biasa!Para kerabat keluarga Steven yang tadinya siap menyerang, langsung terpaku di tempat, semua terintimidasi.“Ya ampun… tadi terjadi apa? Apakah Federico benar-benar mematahkan gagang cangkul dengan tangan kosong? Kekuatan tangannya itu… terlalu mengerikan! Dia… dia kapan jadi sehebat ini?”Kerumunan gempar. Aisha melihat Federico berdiri gagah dan perkasa, hatinya dipenuhi rasa aman yang luar biasa.Bahkan Liana, ibunya, napasnya tersengal-sengal, mata memancarkan kilau kagum saat menatap Federico.Dulu, ia selalu memandang rendah Federico, si pemuda miskin, bahkan melarang putrinya terlalu dekat dengannya.Namun hari ini, semuanya berubah.Dalam waktu singkat, Federico sudah mengeluarkan delapan ratus juta untuk mereka, dan kini berhasil menakuti seluruh kerumunan seorang diri!Ini membuat semua orang harus menilai ulang pemuda ini,“Pemuda ini… dulu kenapa tidak terlihat tampan ya…?”“Tidak kusangka dia ternyata pria yang berwibawa, beg

  • Sentuhan yang Menyembuhkan   Bab 99

    “Ucapan orang tua, janji mak comblang, mahar sudah ditentukan! Aku menikahi menantuku secara sah dan resmi, membawanya ke rumah untuk malam pertama, apa urusanmu dengan itu? Kenapa harus kau campuri? Peuh!” Steven membentak dengan dingin.“Berapa harga mahar yang kamu berikan?” tanya Federico dengan dingin.“Dua puluh juta! Bagaimana? Dua puluh juta mahar? Hah! Untuk seorang wanita bekas seperti dia? Aku beri dua puluh juta, cukup untuk memberimu muka, kan?”Steven terlihat bangga, sementara Liana hanya bisa menunduk dengan pasrah mendengar itu.Steven langsung mengeluarkan selembar kartu bank dan melemparkannya ke wajah Federico, dengan nada dingin berkata, “Di sini ada empat puluh juta ribu! Uangnya, untukmu! Orangnya, untukku!”Sekali kata itu keluar, seluruh kerumunan langsung terkejut!“Astaga… empat puluh juta! Federico benar-benar murah hati!”“Gila! Sungguh gila!”“Biarpun! Terlalu dominan!”“Empat puluh juta! Berapa lama orang desa menyimpannya, belum tentu bisa terkumpul segi

  • Sentuhan yang Menyembuhkan   Bab 98

    Orang-orang di sekitar menggelengkan kepala, merasa iba pada Aisha.“Duh… lihat tatapannya, mana ada niat menaruh anaknya ke pelaminan?”“Saya rasa dia sendiri ingin loncat masuk ke pelukan Aisha dan tidak keluar!”“Bukan main, tatapannya itu, sudah menghayal Aisha dari atas sampai bawah berapa kali!”“Mana ada seorang ayah mertua melihat menantunya dengan tatapan seperti itu?”“Ini jelas niat tersembunyi, orang lain pun tahu!”“Kasihan Aisha, nanti pasti menderita…”“Apa bisa? Orang ini kan punya kekuatan keluarga besar…”“Di desa memang begitu, yang kuat menindas yang lemah…”Aisha tampak berat hati, tapi setelah berpikir sejenak, akhirnya ia mengangguk, “Demi Federico… aku mau melakukan apapun… Asal kau tidak menyusahkan Federico lagi, aku… aku setuju! Aku setuju, sekarang aku ikut kau…”Aisha menatap Steven dengan mata penuh air mata putus asa, berjalan pelan ke arah Steven.Tubuhnya yang menawan tetap memancarkan daya tarik meski dalam kesedihan.Rio menutup wajahnya yang bengkak

  • Sentuhan yang Menyembuhkan   Bab 97

    Baru saja Steven ditampar oleh Federico, ia sempat terdiam karena terkejut oleh aura dominan Federico. Namun sekarang, kesadarannya kembali, bagaimana mungkin ia membiarkan Federico begitu saja?Warga desa yang melihat pun ikut menahan napas, sementara Liana segera maju membela Federico, “Pak Kepala Desa, tolong tenangkan diri… saya percaya Federico tadi bukan sengaja menampar Anda. Anda juga lihat kan, tadi dia sedang sibuk menyelamatkan anak perempuan saya, mungkin karena tergesa-gesa ada kesalahan… Mohon maklumi, tenangkan diri… tenangkan diri.”Steven mendengar itu hanya menghembuskan napas dingin, “Tenangkan diri?Kau mau bantu aku tenangkan diri, atau mau anakmu yang menenangkan aku? Apakah kau pikir ini disengaja? Tidak peduli! Yang jelas dia menampar wajahku! Aku hidup puluhan tahun, siapa berani bicara keras padaku di desa ini? Hari ini kau menamparku di depan orang banyak, kalau aku tidak mengurusi dengan tuntas, nanti bagaimana aku bisa bertahan di desa ini?”Steven menunjuk

  • Sentuhan yang Menyembuhkan   Bab 96

    Aisha basah kuyup, setelah batuk beberapa kali tubuhnya menggigil kedinginan.Federico segera memeluk Aisha, menggunakan kehangatannya untuk menghangatkan tubuhnya.“Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau begitu bodoh hingga mencoba mengakhiri hidupmu?” tanya Federico.Selain khawatir, Federico juga menampakkan wajah penuh teguran, “Kau tahu tidak, kalau kau sampai terjadi apa-apa, aku akan sangat hancur hatinya? Ah? Kau tahu tidak, betapa berharganya dirimu bagiku? Bagaimana bisa kau melakukan ini?”Semakin Federico berbicara, semakin emosional, hingga ia tak sengaja menggenggam bahu Aisha dan menggoyangnya perlahan, membuat tubuh Aisha berombak lagi…Mendengar kepedulian Federico, hati Aisha hangat kembali, air mata pun menetes lagi.“Federico… Aisha… Kak Aisha juga tidak ingin meninggalkanmu! Tapi… tapi Aisha tidak punya pilihan… mereka memaksaku… Memaksaku…” jawab AishaAisha menceritakan semuanya pada Federico, bagaimana orang tuanya mengikatnya, memaksanya menikah dengan anak bo

  • Sentuhan yang Menyembuhkan   Bab 95

    Air sungai terus meluap dari mulut Aisha.Federico menolehkan kepala Aisha ke samping, membiarkan air mengalir keluar, lalu segera menutup mulutnya dan meniupkan napas ke dalam lagi.Begitu seterusnya, wajah Aisha tetap pucat, membuat orang-orang di sekitarnya menegang dan mengepalkan tangan.Semua orang tahu, saat ini adalah momen paling krusial. Jika resusitasi jantung-paru tidak dilakukan tepat waktu, nyawanya pasti tidak terselamatkan.Namun, ketika semua orang diam-diam berdoa untuk Aisha, Steven melangkah maju dengan wajah gelap dan berkata dingin, “Federico, kau ini anak nakal! Siapa yang memberimu izin untuk menyentuh dada menantuku, mencium bibirnya?! Kau masih punya rasa malu, ya? Cepat lepaskan dia! Kalau mau menolong, bukannya hakmu. Kalau anakku yang bodoh nggak bisa, aku sebagai mertuanya juga bisa menolong dia!Cepat minggir! Biarkan aku yang menolong!”Steven menatap dada Aisha yang bergerak-gerak, ada kilasan niat jahat di matanya.Federico tetap tidak menghiraukan ter

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status