Share

Sepuluh Tahun Terperangkap Di Pernikahan Yang Salah
Sepuluh Tahun Terperangkap Di Pernikahan Yang Salah
Author: Lotus

Bab 1

Author: Lotus
Setelah suamiku membawa pulang pacarnya yang ke-100 tepat di hari peringatan pernikahan, dengan tenang aku berkata, “Franky, kita cerai.”

Setelah hening sesaat, tawa keras pun meledak. Seolah aku baru saja melontarkan lelucon paling lucu tahun ini.

“Hahaha! Pak Franky, sudah berapa kali istrimu mengungkitnya?”

“Seharusnya sudah seratus kali bilang mau cerai, ‘kan? Perlu dirayakan?”

Tatapan Franky berubah dari dingin menjadi meremehkan.

Dia melangkah maju dan mencengkeram daguku, kekuatannya hampir seperti mau meremukkan tulang.

“Cerai?”

Dia mencibir, “Irene, kamu nggak bosan akting drama ini selama sepuluh tahun? Perempuan yang menyuruh ibunya menjebakku dengan obat bius dan naik ke ranjangku, punya hak bicara soal cerai? Tanpa dirimu, alat bantu napas ibumu bakal langsung dicabut besok!”

Tuduhan itu lagi. Sudah sepuluh tahun, dia masih yakin dirikulah yang menyuruh ibu menjebaknya dengan obat dan merusak hubungannya dengan Tia, cinta pertamanya.

Diamku dianggap sebagai tanda bersalah. Franky tersenyum dingin dan menarik kembali tangannya. Vivian yang mirip dengan Tia berdiri di sampingnya, dengan sigap menyodorkan sapu tangan sutra.

Franky mengusap jarinya keras-keras, seolah baru saja menyentuh sesuatu yang kotor. Dia berkata, “Vivian sudah capek, dia butuh kamar terbaik dan siapkan juga baju yang cocok untuknya.”

“Iya,” jawabku dengan datar tanpa emosi. “Bagaimana dengan kamar tamu di sebelah kamar utama? Itu kamar yang dipakai 99 mantan sebelumnya.”

Franky mengerutkan alisnya, ekspresi yang sangat familiar bagiku. Setiap kali diriku tak bereaksi terpuruk seperti yang dia harapkan, raut wajahnya seolah sedang menyiratkan, ‘wanita ini mulai berpura-pura lagi’.

“Cih.” Dia mendengus dingin, merangkul pinggang Vivian, lalu menjawab, “Terserah saja, asalkan Vivian suka. Dia nggak bawa baju bagus. Jadi, ambilkan beberapa gaun edisi terbatas yang belum pernah kamu pakai dari lemari dan juga perhiasan berlian biru di kotak perhiasanmu, berikan semuanya padanya.”

Dia terdiam sejenak, pandangannya menyapu gaun yang kupakai, niat jahatnya semakin menjadi, “Dan juga yang kamu pakai sekarang, cepat lepaskan untuk dia. Vivian suka model ini.”

Tawa riuh para tamu pun berhenti. Merampas pakaian dan perhiasan sudah merupakan penghinaan yang luar biasa, sekarang bahkan ingin aku melepaskan gaun bermakna khusus ini di depan umum?

Ini benar-benar menginjak habis-habisan harga diriku!

Vivian dengan kooperatif memanyunkan bibirnya, menunjukkan ekspresi malu-malu, tapi sangat mengharapkannya. Jari-jarinya juga menyentuh ujung gaun.

“Boleh,” ucapku dengan lugas, lalu mengangkat tangan dan menarik tali bahu.

“Srak!” Suara robekan sutra terdengar nyaring!

Belum sempat semua orang bereaksi, jariku sudah menyentuh kaitan di punggung.

“Cukup!” teriak Franky tiba-tiba. Dia menepis tanganku dan melanjutkan, “Irene! Kamu nggak tahu malu?! Balik dan ganti bajumu!”

Dia membantingku menjauh. Aku terhuyung dan menabrak menara sampanye di belakang. Cairan dingin bercampur pecahan kaca menusuk kulit, menimbulkan rasa sakit yang membakar.

Aku memejamkan mata dan saat membukanya lagi, isinya hanyalah kekosongan yang mematikan.

“Baik.”

Seperti yang diduga, tawa sinis yang tertahan menyebar seperti riak air di antara para tamu yang berpakaian rapi.

“Cih, demi uang, harga diri pun sudah nggak mau lagi… berani-beraninya minta cerai? Keberanian dari mana?”

“Nyonya Franky? Cih, bahkan pembantu pun lebih terhormat darinya!”

“Kudengar ibunya sakit-sakitan dan sepenuhnya ditanggung oleh Pak Franky, nggak heran dia bisa begitu sabar….”

Bisikan tajam seperti pisau menggores gendang telingaku. Mereka tidak tahu, ini memang permintaan ceraiku yang keseratus.

Dan ini juga pertama kalinya, tabungan di rekeningku cukup untuk membawa ibuku pergi dari sini.

Larut malam, terdengar suara kemesraan dari kamar utama. Aku berdiri di depan pintu kamar utama dan mendengarkannya.

Itu adalah aturan yang ditetapkan Franky. Jika pacar barunya ‘tidak berpengalaman’, akulah yang harus ‘mengajarinya’.

Sembilan puluh sembilan yang sebelumnya, semuanya kuajari sendiri.

Suara Franky terdengar puas, “Pinggang Vivian lembut sekali… Irene! Ambilkan kotak di laci lemari itu!”

Aku berdiri di luar pintu, tangan dan kakiku pun terasa dingin. Setelah mendorong pintu, aku berjalan ke arah lemari tanpa menoleh.

Vivian mengenakan gaun tidur sutraku dan tersenyum menantang ke arahku. Franky bersandar di kepala ranjang sambil merokok, tatapannya tampak mengejek.

Aku membuka laci dan di dalamnya memang ada ‘benda’ yang dia sebutkan. Aku pun mengulurkan tangan dengan pasrah.

Ujung jariku baru saja menyentuh laci.

“Kring!!”

Ponsel di saku baju tidurku bergetar hebat. Layar menyala terang, [Panggilan Darurat Dari Rumah Sakit Harapan Kasih!].

Rasa dingin langsung menjalar dari telapak kaki ke puncak kepala. Aku mengangkat telepon dengan tangan gemetar.

“Bu Irene, tolong segera datang ke rumah sakit!” Suara di balik telepon terdengar panik, “Ibumu mengalami gagal multi organ! Tiga kali suntikan epinefrin nggak berpengaruh….”

“Ibu!” Aku membelalakkan mata, tak peduli lagi pada harga diriku dan berlutut di lantai, mencengkeram ujung celana Franky.

“Franky! Tolong suruh sopir mengantarku ke rumah sakit Harapan Kasih! Dokter bilang… kondisi ibuku sedang kritis!” ujarku sambil terisak dan berlinang air mata. Ketakutan membuat seluruh tubuhku gemetar.

“Oh? Pertemuan terakhir?” Dia mendengus sinis dan menepisku.

“Irene, tipu muslihatmu benar-benar nggak ada habisnya. Baru selesai sandiwara cerai siang tadi, malamnya sudah ganti sandiwara belas kasihan? Sampai mengutuk ibumu sendiri hanya untuk menarik perhatianku?”

“Ini benaran! Dengar teleponnya!” Aku meraih ponsel yang masih bergetar di lantai dan berjuang untuk bangkit, lalu melanjutkan, “Franky, kumohon! Kasih saja kunci mobimu!”

Vivian sepertinya takut melihat kegilaanku, dia pun meringkuk di pelukan Franky.

Franky menepuk punggungnya dan menenangkan, lalu menatapku dengan jijik.

“Sudah cukup? Sudah puas dramanya? Benar-benar mengganggu suasana hatiku saja, ini tujuanmu, ‘kan? Benar-benar menjijikkan! Pak Budi!”

Pak Budi, si kepala pelayan pun bergegas datang.

“Kurung dia di ruang bawah tanah, biar dia tenangkan diri dulu! Jangan lepaskan dia, tanpa seizinku!”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sepuluh Tahun Terperangkap Di Pernikahan Yang Salah   Bab 9

    Richard mengerutkan kening dan melangkah maju, tapi aku mengangkat tangan untuk menghentikannya.“Franky, dengan apa kamu mau memintaku untuk kembali padamu?” ucapku tenang, seolah sedang membicarakan sesuatu yang tak ada hubungannya denganku.Sekilas, cahaya langsung menyala di matanya, “Aku….”“Dengan surat utang bank delapan puluh triliun milik Grup Lister?” ujarku memotongnya, senyuman dingin pun terlukis di bibirku.Raut wajah Franky pun langsung memuram, tubuhnya terhuyung dan hampir tak bisa berdiri tegak.“Atau dengan keangkuhan dan kebodohanmu bertahun-tahun ini?” Aku melangkah maju, tatapanku menembus kepura-puraannya, “Kamu pikir gelas alkohol malam itu adalah jebakan ibuku agar aku bisa mendapatkan pria kaya sepertimu?”“Bukannya memang begitu?” ujarnya secara reflek untuk membantah.“Tentu saja bukan!” Suaraku meninggi, dipenuhi amarah yang telah kupendam selama sepuluh tahun, “Itu semua perbuatan keluargamu sendiri! Perbuatan ayahmu yang munafik dan ibumu yang licik!”“Me

  • Sepuluh Tahun Terperangkap Di Pernikahan Yang Salah   Bab 8

    Beberapa hari kemudian, malam lelang amal yang diselenggarakan bersama oleh Grup Sora dan Galeri Seni Rempang diadakan di lantai atas Hotel Pasifik.Richard membukakan pintu mobil untukku. Aku mengenakan gaun panjang berwarna biru galaxy, gaun yang dia pilihkan sendiri. Setelan jas biru tua yang dia kenakan tampak begitu serasi dengan gaunku.Kami berjalan berdampingan memasuki aula dan langsung menjadi pusat perhatian semua orang. Lampu kilatan kamera menyala serempak.“Pak Richard dan Bu Irene benar-benar pasangan serasi!”“Lukisan Bu Irene juga sangat sulit dibeli sekarang!”“Kudengar kakek Pak Richard juga sangat puas dengan calon cucu menantu ini….”Richard menanggapinya dengan tenang, selalu melindungiku di sampingnya dan menutup sebagian tatapan ingin tahu.Saat menaiki tangga, dia membungkuk dengan anggun, mengangkat ujung gaunku dan berbisik di telingaku, “Masih ingat saat di kampus dulu, kamu pernah nggak sengaja menumpahkan cat?”Aku tersenyum dan menjawab, “Kamu masih ingat

  • Sepuluh Tahun Terperangkap Di Pernikahan Yang Salah   Bab 7

    Franky tidak menyerah.Usahanya untuk ‘mengejar kembali’ terasa seperti lelucon yang menjengkelkan.Awalnya adalah karangan bunga raksasa yang dikirim ke galeri seni setiap hari. Mawar memenuhi meja resepsionis, dengan kartu bertanda tangan khasnya dan kalimat-kalimat penyesalan yang sudah terlambat.“Irene, aku sudah tahu salah. Berikan aku satu kesempatan lagi.”“Gaun pengantin itu sudah kuperbaiki, mau pulang melihatnya?”“Maagku kambuh lagi, sakit sekali. Tanpa obat yang kamu beli… aku nggak bisa menahannya.”Aku bahkan malas membuka kartunya. Semua bunga itu langsung kusuruh petugas kebersihan untuk membuangnya.Kemudian, dia mulai menelepon tanpa henti. Begitu nomor asing terangkat, terdengar suaranya yang menahan gelisah, “Irene, ayo kita bicara sebentar….”“Tut….” Aku langsung menutup telepon dan memblokir nomornya tanpa ragu.Sampai akhirnya, dia nekat menungguku di depan galeri.Mobil sport mahalnya terparkir di pinggir jalan. Dia bersandar di pintu mobil, wajahnya terlihat p

  • Sepuluh Tahun Terperangkap Di Pernikahan Yang Salah   Bab 6

    Cahaya di Galeri Seni Rempang menyinari setiap lukisan dengan lembut.Selama bertahun-tahun ini, aku tidak pernah berhenti melukis dan selalu mengirimkan karya untuk Desain Polla. Baru setelah ibuku meninggal, aku diundang untuk bekerja penuh waktu dan saat itulah aku tahu bahwa bos di balik layar Desain Polla adalah Richard.Dia menganggapku sebagai musenya. Semasa kuliah, dia menyembunyikan identitasnya sebagai pewaris kerajaan finansial untuk menjadi asisten dosen di studio lukisku. Kami pernah berdebat semalaman dan juga pernah menyalin karya Botticelli bersama.“Irene, selamat!” Richard menyodorkan gelas sampanye ke tanganku dan tersenyum hangat, “Kamu berhasil.”Aku menerima sampanye dan mendentingkan gelas dengannya. Lalu mendongak melihat lukisan minyak raksasa yang kuberi judul [Nirwana].Di kanvas itu, seekor burung api terlepas dari kandang, sayapnya yang seperti api menembus kegelapan dan terbang menuju kebebasan.“Pak Richard, karya Bu Irene sungguh luar biasa,” ujar seora

  • Sepuluh Tahun Terperangkap Di Pernikahan Yang Salah   Bab 5

    “Ha… mil?” Franky merasa rasa keram di perutnya, seketika berubah menjadi bor yang menggerus keras ke dalam otaknya.Mata Vivian berkaca-kaca, tapi dia tak bisa menyembunyikan rasa kemenangannya, “Pak Franky, kita sudah punya anak. Kamu nggak senang?”Tiba-tiba, tatapan Franky langsung membeku dan berkata dengan dingin, “Gugurkan.”Senyuman di wajah Vivian langsung menegang, “A… pa?”“Aku bilang gugurkan.” Dia menggeram setiap katanya dengan tekanan penuh.“Aku nggak butuh anak, apalagi anak darimu.”“Tapi aku sudah mengumumkannya ke publik!” ujar Vivian dengan suara yang meninggi karena panik.Dia melanjutkan, “Para wartawan sudah tahu! Keluargamu juga pasti akan tahu!”Franky tiba-tiba berdiri, mencengkeram pergelangan tangannya dengan keras dan berkata dengan dingin, “Kamu menjebakku?!”Raut wajah Vivian menjadi pucat seketika, tapi tetap bersikeras, “Pak Franky, kamu mungkin nggak menginginkan anak ini, tapi berbeda dengan keluargamu! Ini bukan keputusanmu sendiri!”Belum selesai

  • Sepuluh Tahun Terperangkap Di Pernikahan Yang Salah   Bab 4

    Tatapan Franky terpaku pada surat pemberitahuan di tangannya.“Waktu kematiannya 10 Oktober 2025, pukul 4.23 dini hari.”Tanpa sadar, Franky menggenggam erat-erat kertas itu, tangannya gemetar hebat.“Meninggal?” Suaranya terdengar kering dan dengan gemetar samar yang bahkan tak dirinya sadari, “…benar-benar sudah meninggal?”Pak Budi menunduk, suaranya terdengar berat, “Iya, Pak Franky. Rumah sakit sudah memastikannya. Bu Rina pergi dengan sangat… nggak tenang.”Di benaknya terlintas kembali sorot mata kosong Irene kemarin. Tidak ada keputusasaan, hanya ada kelegaan seseorang yang akhirnya bisa melepaskan segalanya.Rasa sakit yang datang terlambat, perlahan-lahan menghancurkan jantungnya.Namun, detik berikutnya, wajah ibu Irene yang penuh rencana busuk dan bayangan tubuhnya yang panas setelah bangun tidur, serta tatapan ketakutan wanita di bawahnya waktu itu, semua kenangan dirinya dijebak kembali menghantam keras.Franky meremas laporan itu menjadi gumpalan dan melemparkannya denga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status