Share

Bab 3

Author: Sunny
Guncangan emosi membuat kondisiku kembali kritis malam ini. Napasku tersengal, saturasi oksigen terus turun dan hampir harus dipasangkan ventilator.

Tante Shinta, kepala perawat yang sudah lama merawatku, memberiku obat dengan mata berkaca-kaca dan menepuk-nepuk punggungku untuk menenangkan.

“Cindy, bertahan sebentar lagi, ya. Kamu harus kuat! Bukannya Pak Willy sudah berhasil? Kemarin aku lihat berita, katanya obat barunya menciptakan keajaiban….”

Semakin dia bicara, suaranya semakin bergetar,

“Aku masih ingat waktu kamu baru sakit dulu, Pak Willy begitu sayang padamu. Dia berjaga berhari-hari di sampingmu, memegang tanganmu sambil bilang, ‘Cindy jangan takut, aku pasti akan menyelamatkanmu’. Sekarang akhirnya dia sudah berhasil, hari-hari sulitmu akan berakhir sebentar lagi.”

Mendengar itu, aku hanya bisa memperlihatkan senyuman pahit.

Setelah kondisiku akhirnya agak stabil, Tante Shinta pergi mengambilkan air. Hanya tertinggal diriku sendirian di kamar.

Tiba-tiba, sosok Angel muncul di depan pintu.

Dia membawa sebuah kotak obat yang cantik, senyumannya terlihat sangat menusuk mata.

“Kak Cindy, lihat apa yang kubawa untukmu? Ini obat baru yang baru dikembangkan Pak Willy!”

Dia sengaja mengayunkan kotak itu di depan mataku, lalu menariknya kembali.

“Tapi… harga obat ini sangat mahal. Satu miliar untuk satu ampul. Kak Cindy, kamu bahkan masih menunggak biaya rumah sakit sekarang, sepertinya nggak mampu pakai obat ini.”

Aku menarik napas dalam, “Dana medis peninggalan orang tuaku….”

“Dua puluh miliar?”

Angel langsung tertawa dan menjawab, “Kak Cindy, kamu masih belum tahu, ya?”

Dia berjalan ke samping ranjangku, memandangku dari atas dan melanjutkan, “Uang itu sudah dihabiskan Pak Willy sejak awal.”

“Bohong!” Aku berusaha keras untuk duduk.

“Bohong?” Angel mengeluarkan ponselnya, menunjukkan sebuah foto laporan keuangan di hadapanku.

Itu adalah laporan keuangan yang dengan jelas mencantumkan sumber dan penggunaan dana.

“Dia menggunakan uang orang tuamu untuk membangun lab, membeli vila di tepi sungai dan mobil mewah.”

“Dan….” Angel tersenyum sambil menunjuk ke salah satu kolom, “Uang saku yang ditransfer kepadaku, totalnya sudah lebih dari dua miliar selama bertahun-tahun ini.”

Tiba-tiba, tubuhku merinding dan jari-jariku gemetar saat melihat laporan itu.

Kolom biaya medis yang digunakan untukku, jumlahnya sangat sedikit.

“Kamu tahu kenapa penyakitmu nggak membaik selama sepuluh tahun ini? Malah sebaliknya semakin parah?”

Angel membungkuk mendekatiku dan berkata padaku, “Karena yang diberikan Pak Willy padamu itu bukanlah obat penyembuh.”

“Itu hanya plasebo dari kelompok kontrol.”

“Hanya pil vitamin biasa.”

Kepalaku langsung berdengung keras, aku tak bisa mendengar apa-apa lagi.

“Cindy, kamu pikir kamu tunangannya?”

Suara Angel terdengar seolah dari tempat yang sangat jauh, “Kamu hanyalah kelompok kontrol eksperimennya, sampel hidup.”

“Dia perlu membuktikan bahwa obat barunya efektif, jadi dia membutuhkan kelompok kontrol sepertimu. Nggak diberi pengobatan yang sebenarnya, membiarkan penyakit berkembang secara alami, baru bisa dibandingkan efektivitas obat barunya.”

“Selama sepuluh tahun ini, kamu pikir dia sedang menyelamatkanmu?”

“Dia melihatmu menuju kematian perlahan-lahan, sambil mencatat data.”

“Sementara uang yang ditinggalkan orang tuamu untuk menyelamatkanmu, semuanya digunakan untuk mencapai kesuksesannya sendiri.”

Aku membuka mulut, tapi tak ada suara yang keluar.

Data pada monitor mulai berfluktuasi hebat.

Angel puas melihat reaksiku, senyumannya semakin sombong.

“Sekarang obat baru ini berhasil, kalangan akademisi semua memuji kejeniusan Pak Willy. Mana mungkin mereka tahu bahwa sebenarnya obat ini bisa menyelamatkanmu lebih awal.”

“Tapi, Pak Willy memilih membiarkanmu menunggu mati, karena….” Dia mendekat ke telingaku dan berbisik, “Karena dengan kamu hidup, lebih berharga daripada mati.”

“Kak Cindy, kamu tahu mengapa Pak Willy semakin jarang menjengukmu enam bulan terakhir ini?”

“Karena data yang dikumpulkan darimu sudah hampir cukup. Sebentar lagi, kamu sudah nggak punya nilai guna lagi.”

“Jadi sekarang, kamu sudah bisa mati.”

Dadaku bergerak naik turun dengan hebat, napasku terasa semakin sulit.

Monitor mengeluarkan alarm yang memekakkan telinga.

Angel berdiri, merapikan pakaiannya, menatap penderitaanku, tanpa sedikit pun rasa kasihan di tatapannya.

“Kak Cindy, jangan salahkan aku terlalu kejam. Salahkan saja kamu yang terlalu bodoh.”

Usai bicara, dia pun berbalik dan pergi. Pintu ruang rawat tertutup dengan keras.

Saat Tante Shinta bergegas masuk, wajahku sudah pucat dan bibirku membiru di bawah masker oksigen.

“Cindy! Cindy, bertahanlah!”

Dia buru-buru menyesuaikan oksigenku dan menekan tombol panggilan darurat.

Dokter yang berjaga segera datang, setelah melalui serangkaian pertolongan pertama, tanda-tanda vitalku pun perlahan kembali stabil.

“Bu Shinta, kondisi emosi Nona Cindy terlalu fluktuatif. Dia harus tetap tenang, kalau nggak….”

Dokter itu menggeleng pelan dan tidak melanjutkan.

Aku tahu jelas maksudnya.

Kalau tidak, aku bisa mati.

Seperti yang Angel bilang, menunggu mati.

Tapi, tiba-tiba… aku jadi tak ingin mati.

“Cindy, jangan takut. Aku akan cari Pak Willy, pasti ada cara….” ucap Tante Shinta sambil menyeka air matanya.

“Jangan,” ujarku memotongnya langsung dengan suara serak.

Tante Shinta terkejut.

“Tante, kamu percaya padaku?”

“Dasar anak bodoh, tentu saja aku percaya padamu.”

“Kalau begitu… tolong aku.” Aku merogoh bawah bantal dan mengeluarkan selembar kertas.

“Tolong bantu aku periksa, sebenarnya obat apa yang kuminum selama sepuluh tahun ini?”

Di kertas itu, tercatat semua nama obat yang kutulis.

Tante Shinta menerimanya, tangannya bergetar, “Cindy, kamu curiga sesuatu?”

Aku tidak menjawab, hanya memejamkan mata.

Aku butuh bukti.

Bukti yang tak terbantahkan.

Tiga hari kemudian, Tante Shinta kembali diam-diam membawa laporan hasil pemeriksaan.

Dia membaca laporan itu, air matanya terus-menerus menetes, “Cindy, obat-obat ini… semuanya hanya vitamin biasa dan beberapa cairan glukosa….”

“Kok bisa begini? Apa yang kamu makan selama ini?!”

Aku mengambil laporan itu, jari-jariku menyentuh deretan angka yang dingin.

Vitamin B, Vitamin C, glukosa.

Tidak ada satu pun yang bisa mengobati penyakitku.

Angel tidak berbohong.

Willy benar-benar menjadikanku kelompok kontrol.

Sampel yang hidup.

“Tante.” Aku mendongak, air mataku sudah kering. Sebaliknya, diriku sangat tenang, “Aku masih butuh bantuan satu hal lagi padamu.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sepuluh Tahunku Yang Disia-siakan Tunanganku   Bab 9

    Sebulan kemudian, persidangan dibuka.Cindy tidak hadir, dia memberikan kuasa penuh pada Anton untuk mewakilinya.Di ruang sidang, semua bukti ditampilkan dengan jelas.Willy tidak mampu membantah.“Terdakwa Willy, kamu telah menyalahgunakan dana medis pihak yang diwalikan dalam jumlah besar dan menyebabkan keterlambatan pengobatan, sehingga termasuk pelanggaran berat.”Hakim membacakan putusan, “Dijatuhi hukuman penjara tiga tahun dengan masa percobaan lima tahun, serta membayar ganti rugi pada pihak penggugat untuk kerugian materi dan kerugian mental, total sejumlah tiga puluh miliar.”“Terdakwa Angel, mengganti obat pasien tanpa izin dan menyebabkan konsekuensi serius. Dijatuhi hukuman penjara tujuh tahun, dicabut lisensi dokter dan dilarang bekerja sebagai tenaga medis seumur hidup.”Angel langsung menangis histeris di dalam persidangan, “Aku nggak terima! Aku nggak terima! Semua ini salah Willy! Dia yang menyuruhku melakukannya!”Willy menatapnya dengan tatapan yang dingin.Dulu,

  • Sepuluh Tahunku Yang Disia-siakan Tunanganku   Bab 8

    Sesampainya di rumah, untuk pertama kalinya Willy benar-benar melihat vila dengan pemandangan sungai yang dirinya beli memakai uang orang tua Cindy.Interiornya bergaya barat, lampu gantung kristal dan di luar jendela kaca membentang pemandangan malam sungai yang gemerlap.Dia masuk ke kamar tidur dan membuka lemari.Tergantung pakaian dan tas-tas bermerek Angel yang menumpuk memenuhi lemari.Tiba-tiba, Willy merasa jijik.Dia membuang semua barang-barang itu, tanpa tersisa satu pun.“Pak Willy? Apa yang kamu lakukan?” terdengar suara Angel dari ambang pintu.Dia telah bersembunyi selama beberapa hari ini dan baru berani kembali setelah melihat Willy tidak pergi ke rumah sakit.“Pergi,” kata Willy dengan dingin.“Pak Willy….”“Aku bilang pergi!” teriaknya.“Mulai sekarang, kamu nggak diizinkan menginjakkan kaki di rumah ini lagi!”Wajah Angel memucat, “Pak Willy, kamu nggak boleh memperlakukan ini padaku. Kamu lupa berapa banyak yang sudah kulakukan untukmu selama bertahun-tahun ini?”

  • Sepuluh Tahunku Yang Disia-siakan Tunanganku   Bab 7

    Kabar itu pun dengan cepat menyebar di kalangan kedokteran.“Sudah dengar kabarnya? Willy digugat.”“Si jenius yang baru dapat penghargaan itu?”“Jenius apaan? Dia memberikan plasebo pada tunangannya selama sepuluh tahun, hanya untuk mengumpulkan data kelompok kontrol!”“Jahat sekali!”Perhimpunan dokter segera turun tangan untuk melakukan penyelidikan.“Pak Willy, bisakah kamu menjelaskan?” tanya seorang ahli dari tim investigasi.Willy duduk di ruang investigasi, seluruh tubuhnya terlihat sangat lusuh.“Aku… aku hanya berpikir untuk mengumpulkan data kontrol yang lengkap dulu. Setelah obat baru berhasil dikembangkan, baru kuberikan padanya….”“Jadi, kamu membiarkannya mengonsumsi plasebo selama sepuluh tahun?” Suara ahli terdengar dingin, “Kamu tahu apa artinya itu?”“Artinya penyakit yang seharusnya bisa disembuhkan, kamu tunda hingga menjadi sakit parah!”“Penderitaannya selama sepuluh tahun sama sekali nggak perlu terjadi!”“Pak Willy, sebagai seorang dokter, kamu memperlakukan pa

  • Sepuluh Tahunku Yang Disia-siakan Tunanganku   Bab 6

    Saat menerima telepon, salju turun di luar jendela kamar hotel Willy di Swee.“Pak Willy, Nona Cindy hilang,” ujar perawat yang terdengar cemas dari telepon. Willy sedang merapikan PPT untuk pidato keesokan harinya, gerakan tangannya pun berhenti, “Hilang? Apa maksudnya?”“Dia keluar dari rumah sakit tiga hari lalu… kami kira dia pulang untuk beristirahat, tapi hari ini Dokter Angel pergi memeriksa kamar dan menyadari barang-barang pribadinya sudah dikosongkan….”Willy langsung berdiri, laptopnya jatuh ke lantai dan mengeluarkan suara keras.“Dengan kondisi tubuh begitu, bagaimana bisa dia keluar dari rumah sakit?”“Kami juga nggak tahu… Pak Willy, tolong segera pulang!”Setelah menutup telepon, Willy langsung memesan tiket penerbangan paling awal.Selama belasan jam penerbangan, dia tidak memejamkan mata sedikit pun.Pikirannya dipenuhi dengan kondisi lemah Cindy.Ke mana Cindy pergi?Dengan kondisi tubuhnya, berapa lama dia bisa bertahan tanpa perawatan profesional rumah sakit?Begi

  • Sepuluh Tahunku Yang Disia-siakan Tunanganku   Bab 5

    Tante Shinta mengusap air matanya di samping, “Cindy, kalau kamu pergi… kamu masih bakal kembali?” “Nggak lagi, tante.” Aku menggenggam tangannya, melanjutkan, “Terlalu banyak kenangan buruk di sini. Aku mau memulai hidup baru.”“Kalau begitu, bolehkah aku ikut denganmu?” tanya Tante Shinta tiba-tiba.Aku terdiam.“Cindy, aku melihatmu tumbuh besar, menyaksikan semua penderitaanmu selama sepuluh tahun ini,” ujarnya sambil menangis.“Aku juga sudah nggak sanggup bekerja di rumah sakit ini. Anak-anakku juga sudah keluar negeri, aku nggak punya siapa-siapa lagi di kota ini. Setiap kali melihat Pak Willy, aku selalu teringat penderitaanmu….”“Aku mau ikut denganmu, biar aku yang merawatmu, boleh?”Hatiku tersentuh dan akhirnya air mata kembali mengalir, “Iya, tante… kita pergi bersama.”Tiga hari kemudian, Willy terbang ke Swee untuk menghadiri konferensi akademik. Keesokan harinya setelah dia pergi, aku menyelesaikan prosedur keluar dari rumah sakit.Anton sudah menyiapkan ambulans dan

  • Sepuluh Tahunku Yang Disia-siakan Tunanganku   Bab 4

    “Katakan saja, aku akan membantumu, apapun itu.”“Tolong bantu aku hubungi seseorang.” Aku menyebutkan sebuah nama, “Pengacara Anton, penasihat hukum orang tuaku semasa hidup.”Pak Anton datang keesokan sorenya.Dia seorang pria berusia lima puluhan, rambutnya sudah beruban, tapi tatapannya tetap tajam.Begitu melihatku, matanya langsung berkaca-kaca, “Cindy, kok kamu sekurus ini….”“Om Anton.” Aku tersenyum lemah, “Maaf, sudah begitu lama aku nggak menghubungimu.”“Anak bodoh, kamu sedang sakit, om bisa mengerti.” Dia duduk di samping ranjang dan bertanya, “Kamu mencariku tiba-tiba, ada apa?”Aku terdiam beberapa detik, lalu menceritakan seluruh kejadian selama sepuluh tahun ini dengan detail.Setelah mendengarnya, wajah Anton pun memuram. Dia menghantam meja dan berkata, “Bajingan! Benar-benar bajingan!”“Waktu orang tuamu meninggal, mereka secara khusus menitipkanmu padaku. Melihat Willy memperlakukanmu dengan baik, ditambah dia seorang dokter dengan gelar doktor, aku merasa tenang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status