Senja berlalu, Adzan magrib berkumandang. Seorang pria berkemeja hitam itu sudah siap untuk keluar dari rumahnya, namun langkahnya terhenti ketika istrinya memintanya untuk shalat berjamaah.
Sudan beberapa hari, Ehan suaminya itu berubah drastis. Pulang kerja larut malam, dengan alasan lembur kerja. Sarapan pun tak lagi di rumah.Ara, wanita tiga puluh lima tahun itu termenung, hatinya terkecai melihat perubahan suaminya. Berpikir keras untuk mendapatkan kesalahannya sendiri."Mas... Shalat Magrib berjamaah dulu, yuk. sudah beberapa hari kita tak berjamaah," Ajak Ara dengan lembut.Suaminya itu hanya melengos meninggalkan Ara, dipakainya jam tangan hitam kesayangannya, lalu berdiri didepan kaca, bersiul gembira sambil memperbaiki letak rambutnya agar terlihat rapi."Jangan dikunci pintu kamar, aku akan pulang larut malam, jangan kau tunggu." Titah Ehan"Mas mau kemana? ini baru selesai Adzan, sebaiknya shalat dulu," Tanya Ara bingung."Tak usah kau ceramahi suamimu ini, urus saja urusanmu, Mas sedang ada urusan,"Ara terdiam seketika memperhatikan suaminya pergi, ditariknya nafas dalam-dalam menenangkan diri.'Ada apa sebenarnya denganmu, Mas? sepuluh tahun kita menikah baru kali ini kau berubah tak tentu arah,' Batin Ara bergejolak.Ara kembali menutup pintu kamar, lalu membentangkan sajadah. Dia mulai melaksanakan shalat, pikirannya berusaha fokus agar tetap khusyuk menghadap sang khalik, tapi bayang suaminya selalu hadir, saat sujud terakhir Ara memperpanjang doanya. Berharap spekulasi yang muncul dipikirannya itu salah.'Ya Allah... Aku titipkan keselamatan suamiku padamu, tiada daya dan upaya pada diri hamba untuk menjaganya. Ku mohon lindungi setiap langkahnya.'---"Kau sudah datang, Mas?" Tanya wanita berkulit putih dengan gaun seksi yang menampakkan belahan dadanya.Pria itu tersenyum smirk, tanpa aba-aba langsung memeluk wanita dihadapannya itu, dia cumbu wajahnya tanpa henti, seperti sudah menjadi obat candunya. Sang wanita pun meladeni dengan senang hati."Hei, sabar dulu, Make up ku bisa hancur," Wanita itu melepaskan pelukan pria berkemeja hitam itu."Tanpa make up pun kau sudah cantik, cinta.""Gombal, rayuanmu itu tak mempan, Mas.""Benarkah?""Tentu,""Ha... ha... ha... Kau memang wanita luar biasa, selalu membuatku bahagia.""Aku tak percaya, Mas. Kalau memang aku wanita yang membuatmu bahagia, kenapa kau dulu menikah dengan Ara bukan dengan aku, hmmm?" Tanya wanita itu, sambil bergelayut manja di pundak Ehan.Ya, pria itu adalah Ehan. Sudah beberapa kali dia membohongi istrinya, Ara. Hampir setiap malam dia menghabiskan waktu dengan teman sekantornya, Dinda.Berawal dari mengerjakan projek bersama, lalu menginap di puncak Bogor, itensitas perjumpaan mereka membuat benih-benih cinta muncul, apalagi Dinda bukan orang baru yang Ehan kenal, Dinda adalah teman baik Ara.Dari ngobrol bareng dan akhirnya nyaman, sampai Dinda rela mempertaruhkan dirinya untuk mendapatkan Ehan. Dari dulu saat SMA Dinda sudah mengincar Ehan, dia sangat mengagumi sosok Ehan yang gagah dan tampan, wajahnya yang setengah bule itu sangat mempesona.Namun, Dinda menyerah saat tahu Ara, teman sekelasnya yang mendapat kan hati Ehan.Siapa sangka, Dunia seakan berpihak pada Dinda, saat dia diterima di perusahaan kosmetik, dia ditempatkan disatu divisi bersama Ehan, tentu membuatnya sangat senang.Awalnya, hanya menjadi tempat berbagi cerita, lambat laut terbesit niat jahat untuk merebut Ehan dari Ara."Kau sudah sembilan tahun menikah, masa sih belum punya anak?" Ucap Dinda kala itu, memulai aksinya.Dia ingin Ehan ragu dengan cinta Ara."Coba deh kau periksa, Mas, atau jangan-jangan dia mandul,""Aduh Mas, zaman sekarang meski jadi ibu rumah tangga, kita itu harus tetap cantik, melayani suami dengan suka cita, bukan disambut dengan pakai daster seperti itu, kalau aku... jelas, akan menampakkan body aduhaiku agar suamiku betah di rumah," Ucap Dinda dengan membuka satu kancing baju di atasnya.Dan siasat Dinda berhasil, Ehan yang sudah mulai bosan dengan pertanyaan tentang anak dari keluarganya, membuatnya kalut, dan bercerita pada Dinda. Dengan berani dia mendatangi Dinda di apartemennya setiap malam. Tentu saja situasi itu dimanfaatkan oleh Dinda."Sudah deh, nggak usah suntuk gitu, sini aku pijet kamu, biar rileks. Kalau butuh teman datang saja, ok."Kata-kata Dinda selalu terngiang-ngiang ditelinga Ehan, dia pun menjadi bosan berada di rumah, memilih pergi ke rumah Dinda, bercerita dan bercanda, dengan lihai Dinda mendekati Ehan, rayuan maut dia keluarkan, dan rela memperlihatkan sedikit demi sedikit bagian tubuhnya.Setiap Ehan Datang, Dinda selalu memakai pakaian seksi, pakaian tidur yang menerawang tentu memanjakan mata para lelaki. Setan memang selalu menggoda dan menganggu para lelaki agar berbuat khilaf.Tentu saja, Ehan terpancing. Imannya sangat lemah menghadapi godaan seperti itu, rayuan Dinda membuatnya mabuk kepayang seakan baru merasakan kebahagian dunia yang tiada Tara. Awalnya, hanya coba-coba karena jenuh dengan istrinya, lama-lama dia ketagihan dan terjalin hubungan terlarang. Tapi, Ehan tak berani melakukan layaknya suami istri dan itu membuat Dinda kesal."Cinta... aku tak ingin makan malam ini, aku hanya ingin denganmu." Rengek Ehan merengkuh pinggang Dinda yang malam ini hanya memakai gaun putih tanpa dalaman."Sabar dong, Mas. Aku lapar. kita makan dulu, isi amunisi. Setelah itu, aku akan membuatmu terbang ke awan." Jawab Dinda genit.Ehan semakin mabuk dibuatnya. Mau tak mau dia harus bersabar menunggu, makan dengan memandangi wajah selingkuhannya itu.Sesekali jari jemarinya mengusap wajah putih bersih itu, tentu saja itu hasil polesan Make Up. Dinda semakin senang dengan sikap Ehan yang memanjakan dan terlihat memujanya. Tapi misinya belum berhasil. Dia ingin memiliki Ehan secara utuh, bukan menjadi wanita simpanan saja.Lima bulan ini Dinda masih sabar, menunggu waktu yang pas. Dan malam ini dia ingin melakukan trik terakhirnya."Auuu..." Dinda pura-pura terkejut, saat air minum sengaja dia tumpahkan di bajunya.Jelas memperlihatkan tubuhnya itu, Ehan langsung menelan Salivannya. Dinda berdiri mengibas-ngibas bajunya, sampai terlihat bagian dalamnya, dia sengaja agar Ehan tak berhenti menatapnya.'Malam ini, kau pasti tak akan menolak pesonaku, Ehan.' Batin Dinda senang."Maaf, aku ganti baju dulu, Mas.""Tak usah," Ucap Ehan cepat.Manik mata Ehan menatap Dinda tak berkedip, dengan cepat dia menarik lengan Dinda sampai Dinda terduduk dipangkuannya."Tak perlu ganti baju, Sayang. Rasanya, aku sudah mabuk karena mu," Ucap Ehan dengan nafas memburu.Dinda diam saja, sengaja dia menarik ulur, agar Ehan yang maju terlebih dahulu, tangannya membelai wajah Ehan dan Ehan menikmatinya dia terpejam, lalu membuka matanya kembali, memandang Dinda dengan penuh puja, pandangannya lalu turun ke bawah. Dan... dia melakukan hubungan terlarang, dia terus melakukan aksinya, agar hasratnya segera dituntaskan.Malam itu, Dinda berhasil membuat Ehan kelabakan, dengan menyerahkan dirinya seutuhnya berharap Dinda menjadi wanita satu-satunya di hati Ehan.---Praaang...Ara terperanjat saat Poto pernikahan nya jatuh dari dinding, firasatnya langsung tertuju pada Ehan suaminya."Ya Allah... lindungi mas Ehan, semoga dia baik-baik saja." Guman Ara pilu.Hatinya merasa tak tenang, ponsel Ehan mati tak bisa dihubungi, dia pun risau. Gegas Ara mengambil wudhu dan membaca Alquran berharap hatinya kembali tenang.Namun, sampai jam sebelas malam suaminya tak ada kabar, Ara keluar kamar, dan menunggu di ruang tamu, berharap tak ada keluarganya disana. Baru saja dia terduduk, terdengar pintu kamar kakak iparnya terbuka. Ara diam tak menyapa, dia tak ingin orang tahu jika sedang gundah menunggu kabar Ehan."Kau kenapa di luar?" Tanya Elma ketus.Elma adalah kakak satu-satunya, umurnya sudah tiga puluh delapan tapi belum menikah, dari awal pernikahannya Elma selalu saja tak suka dengan Ara. Sudah berkali-kali Ara meminta pada Ehan untuk tinggal di rumah sendiri, tapi orang tua Ehan tak menyetujui."Heh, Ara. Kau dengar tidak, masuk sana, ngabisin listrik saja, nonton sampai malam." Suara Elma meninggi."Aku sedang menunggu Mas Ehan, Mbak. Maaf kalau menganggu,"Ara lalu bangkit dan mematikan TV yang baru dia hidupkan, dia berniat kembali ke kamar tak ingin ribut dengan iparnya itu."Wajar Ehan pulang malam, siapa juga yang betah punya istri yang dekil seperti kamu, sudah tak bisa kasih anak, tak pandai merawat diri pula." Kata Elma sinis.Ara diam, dia sudah terbiasa dengan kata-kata seperti itu, diabaikannya Elma dan kembali melangkah."Mungkin Ehan sedang bercinta dengan wanita lain," Ucap Elma dengan tawa.Dan kata-kata Itu membuat Ara semakin geram."Aku percaya pada mas Ehan, Mbak. Mas Ehan mencintaiku," Ucap Ara gemetar menahan emosi."Terserah kau saja." Elma berlalu meninggalkan Ara."Astaghfirullah... Padahal Mas Ehan adiknya sendiri, tapi kok bisa Mbak Elma berucap seperti itu,". Guman Ara, "Tapi jika benar bagaimana?"Ara langsung kembali ke kamar, dia memikirkan ucapan Elma. Dicobanya menghubungi suaminya itu, tapi tetap saja tak tersambung.'Ya Allah, dimana kamu, Mas?''Ya Allah, dimana kamu Mas?' Pikiran Ara melayang entah kemana.Dikenangnya masa-masa kuliah dulu, saat Ehan mendekatinya, sifatnya begitu santun. Pertemuan mereka di mulai saat SMA, di Kota Pekanbaru. Berlanjut sampai kuliah di kota yang sama, tentu berbeda jurusan, namun Ehan selalu berusaha mendekati Ara dengan mengikuti organisasi yang Ara ikuti. Modus, tentu saja. Tapi Ehan pandai menyembunyikan perasaannya. Sampai pada hari kelulusan, Ehan melamarnya dihadapan halayak Ramai, siapa yang tak senang dilamar orang terkasih di depan banyak pasang mata, Ara terharu dan menerima lamaran itu.Sepuluh tahun sudah pernikahan mereka, tapi belum juga dikaruniai anak, sudah beberapa kali melakukan pemeriksaan hasilnya sama, tak ada masalah antara keduanya."Allah masih ingin kalian berdua menikmati masa-masa pernikahan, tak usah berkecil hati. Insyaallah jika sudah waktunya Allah akan beri bayi mungil yang Sholeh dan Sholehah. Ada juga yang sudah dua puluh menikah, tapi belum dikaruniai ana
Tanpa berucap kata, Ara meletakkan nampan berisi teh dan sarapan di atas nakas. Kembali dia mengangkat keranjang kotor, saat memasukkan jas suaminya dia mencium jas itu sekali lagi, memastikan jika bau parfumnya sama dengan yang biasa dipakai.'Ini bukan bau parfum mas Ehan. ah, mungkin punya temannya.' Lagi-lagi Ara menepis kecurigaannya dan mencuci baju seperti biasa.Ara mencoba membuang jauh-jauh pikirannya, dia tak ingin pernikahannya hancur hanya karena selentingan isu negatif. Bukankah dalam pernikahan harus saling percaya? agar hubungan antara suami istri tetap langgeng sampai jannah, selagi belum ada bukti Ara akan tetap percaya jika Ehan tak selingkuh. Ara kembali tersenyum, dia membuka ponsel ingin mendengarkan musik, dicarinya lagu favoritnya. Lagu yang sedang ngetren di Indonesia, Dawai.Dawai yang telah lama ku petiksumbang dan terus lirih berpekikdoa yang pernah kuucapsurga tak menjawabbetapa sungguh tega oh hatimumencuri yang digariskan untukkuhati yang dulu terl
"Mama, Elma rindu, di rumah ini tak ada kebahagiaan yang aku rasakan. Ayah sekarang bukan ayahku yang dulu. Dia... melupakan anak gadisnya ini. Tapi, tenang saja, Ma, aku akan merebut cinta pertamaku itu." "Tidak ada yang bisa mencegahku untuk membalas sakit hatiku ini, Mama. hanya kematian, ya kematian yang bisa menghentikanku." Elma bermonolog. Elma memejamkan mata, merasakan ketenangan setiap mengingat mamanya. --- Dinda sedikit kesal saat mendapat kabar jika Elma mengetahui hubungan gelapnya dengan Ehan, wanita itu harus mencari tak tik baru untuk menggaet Ehan lebih cepat, jika Elma terus menghantui hubungannya tentu akan sulit untuk memuaskan nafsunya itu. Wanita gila seperti itu, tak puas hanya berhubungan badan satu kali, sekali mencoba maka akan menginginkannya terus. Setan selalu menggoda manusia untuk terus berzina. Kata orang, yang belum halal akan terasa nikmat dan menyenangkan, dan yang sudah halal akan terasa biasa saja dan membosankan. Lelaki yang tak kuat imannya
"Aku percaya Allah sedang menyusun skenario terbaik untukku, semangat Ara kau pasti bisa melewati semua ini," Batin Ara.Dari kejauhan, seorang pria tertegun memandang Ara yang melamun, sesekali pria tersebut senyemun setiap Ara menarik nafas panjang. Bola matanya, tak berhenti berhenti memperhatikan setiap gerak Ara.Ara masih tak menyadari jika ada seseorang yang memperhatikannya, dia hanya fokus pada dua anak kembar yang asik bermain bola, berlarian kesana kemari, bercanda penuh tawa."Semoga saja Allah segera memberiku anak dalam rahimku," batin Ara lagi.---"Kau dimana, Mas?" Tanya Dinda dengan lembut."Dijalan pulang, matikan dulu aku sudah sampai rumah," Jawab Ehan dusta.Tut Tut Tut...Ponsel pun dimatikan Ehan secara sepihak.Hari ini, moodnya sedang tak ingin diganggu, ada rasa sesak dihatinya telah mengkhianati Ara, wanita yang dulu sangat dia cintai. Hatinya bergejolak ingin mengakhiri, tapi juga tak ingin melepaskan Dinda begitu saja, bagaimanapun Dinda sudah memberi warn
Seperti biasa, saat Ehan baru pulang kerja maka Ara akan melayaninya dengan penuh cinta, menyiapkan teh hangat, sampai menyiapkan baju ganti untuk shalat.Saat Ehan sedang membersihkan diri, dengan hati-hati Ara memeriksa semua pakaian yang suaminya pakai, dia cek satu persatu bagian kantong, berharap ada petunjuk yang menguatkan dugaan ya. Diciumnya baju yang Ehan pakai, tapi hasilnya nihil. Tak ada bau parfum wanita lagi.Ara membuang nafas kasar.Dia memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci, lalu kembali lagi ke kamar, Ehan belum selesai mandi. Akhirnya, Ara menunggu sambil memainkan ponsel.Beberapa kali terdengar dering ponsel Ehan, tapi Ara takut untuk mengangkatnya."Tak tau orang shalat magrib kah?" umpat Ara. Dia sedikit terganggu dengan nada dering dari ponsel Ehan, saat berbunyi lagi dia pun mengambil ponsel, dan hatinya mencelos saat ada nama wanita lain dan emot love."Siapa ini? Din Love? Ah... mungkin klien kantornya," Batin Ara gusar.Disamping itu, Ehan keluar dan mema
Ara masih tak tenang, dia mondar mandir menenangkan diri, tapi tetap saja hatinya gundah."Sebenarnya apa yang mas Ehan sembunyikan dariku?" batin Ara.Disisi lain, Dinda langsung berganti baju ke kamar, dia berdandan sebaik mungkin untuk menyambut Ehan. Setelah memastikan dirinya siap, Dinda kembali ke ruang makan menyiapkan candle night, dengan hidangan ayam bakar favorit Ehan, tak lupa capcay dan juga steak tenderloin. Dinda tersenyum smirk, saat mengambil jus orange yang dia buat tadi, dikeluarkan dari kulkas, lalu memandangnya dengan tatapan predator. "Kau tak akan lepas dari genggamanku malam ini, Ehan," Batin Dinda licik.Dia kembali mengecek ponsel, sudah setengah jam setelah dia menghubungi Ehan, berarti sebentar lagi lelaki yang dia tunggu itu datang.Tok tok tok..."Din... Din..." Benar saja, suara Ehan terdengar memanggil Dinda begitu keras.Dinda sengaja memperlambat langkahnya, dia ingin tahu kekhawatiran Pria pujaannya itu."Dinda.... Din... buka pintunya," Teriak Ehan
"Robbi... Apa salahku? Kenapa kau uji dengan semua ini, sungguh aku tak sanggup." Ara membenamkan wajahnya di atas sajadah, menangis tersedu-sedu.Di kamar lainnya, Elma tersenyum puas melihat vidio kiriman, Aldo. Orang suruhannya, sekaligus sahabat Ara dulu saat SMA, lelaki itu juga mencintai Ara, tapi cintanya kandas karena Ara menikah dengan Ehan.Dengan liciknya, Elma merasuki fikiran Aldo untuk menghancurkan rumah tangga Ara, dan lelaki itu menuruti karena dia pun butuh uang untuk pengobatan ayahnya yang sakit struk. Meski tujuan utamanya uang, Aldo kini benar-benar berharap Ara berpisah, dia tak tega melihat Ehan selingkuh dibelakang Ara.Aldo juga yang sudah menyelinap dan mengancam Dinda untuk menghubungi Ehan, dia yang sudah mengganti obat tidur itu. Semuanya demi memberikan bukti pada Ara jika suaminya itu selingkuh.---Pagi menyapa, wajah Ara masih terlihat sembab, dan matanya bengkak karena tak berhenti menangis. Manik matanya memperlihatkan begitu patah hatinya. Ara berge
Ehan mengendarai mobil dengan bersiul, seperti baru dapat hadiaih besar, hatinya sangat bahagia. Bahagia karena hasratnya trpenuhi dengan wanita lain. Dinda yang liar mmbuat libido Ehan naik dan memuncak sampai ke ubun-ubun, dan menurutnya dia tak pernah merasakan hal tersebut dengan Ara istrinya. "Maafkan aku, Ara. Aku sungguh menyukai permainan Dinda." Batin Ehan tersenyum. Dan pada akhirnya, Ehan memutuskan untuk melanjutkan hubungan itu dengan diam-diam. Dia sudah menyiapkan opsi-opsi lainnya jika memang ketahuan oleh Ara atau keluarganya. Ehan yakin, perbuatannya kali ini tak akan terendus oleh ayahnya meski kakak tirinya tau. --- "Aku harus bagaimana ya Allah, hiks.. hiks... hiks...." Ara menangis. Sepanjang perjalanan pulang, matanya berkabut karena air mata, maka ia memberhentikan mobilnya di taman komplek perumahan. Sudah sepuluh tahun dia tinggal bersama mertuanya, di kota Pekanbaru ini, tapi hanya taman kompleks yang membuatnya teman, tempat itu menjadi saksi bagaimana