'Ya Allah, dimana kamu Mas?' Pikiran Ara melayang entah kemana.
Dikenangnya masa-masa kuliah dulu, saat Ehan mendekatinya, sifatnya begitu santun. Pertemuan mereka di mulai saat SMA, di Kota Pekanbaru. Berlanjut sampai kuliah di kota yang sama, tentu berbeda jurusan, namun Ehan selalu berusaha mendekati Ara dengan mengikuti organisasi yang Ara ikuti.Modus, tentu saja. Tapi Ehan pandai menyembunyikan perasaannya. Sampai pada hari kelulusan, Ehan melamarnya dihadapan halayak Ramai, siapa yang tak senang dilamar orang terkasih di depan banyak pasang mata, Ara terharu dan menerima lamaran itu.Sepuluh tahun sudah pernikahan mereka, tapi belum juga dikaruniai anak, sudah beberapa kali melakukan pemeriksaan hasilnya sama, tak ada masalah antara keduanya."Allah masih ingin kalian berdua menikmati masa-masa pernikahan, tak usah berkecil hati. Insyaallah jika sudah waktunya Allah akan beri bayi mungil yang Sholeh dan Sholehah. Ada juga yang sudah dua puluh menikah, tapi belum dikaruniai anak, mereka tetap istiqamah dan saling menguatkan. Begitulah ujian sebuah pernikahan." Pesan Dokter kandungan kala itu.Hampir saja Ara patah arah, dia sudah jenuh mendengar ocehan keluarga Ehan, apalagi kakak iparnya yang selalu berkata kasar.Ara menarik nafas panjang ketika dia tersadar, jam sudah menunjukkan angka satu dini hari, lekas dia mengambil air wudhu, melakukan shalat malam dengan khusyu, memohon perlindungan untuk suaminya dan keutuhan rumah tangganya.Dengan suara lirih, Ara bermunajat meminta sedikit keridhoan Allah, agar Dia diberi kepercayaan hamil, bagaimanapun dia juga ingin menjadi ibu.---Suara gemericik air dari kamar mandi menganggu waktu tidur Dinda, dia bergeliat merenggangkan tubuhnya, senyum kemenangan terbit dari bibirnya. Kembali dia mengingat momen panas tadi malam, hatinya berdesir.'Ah, kau begitu tangguh, Ehan. Pantas saja Ara begitu mencintaimu. Hei, semoga saja aku langsung hamil,' Batin Dinda senang.Dia sudah tak sabar menanti hidup bersama Ehan, bertahun-tahun dia menunggu malam tadi akhirnya terwujud juga.Meski dia tahu, itu terlarang tapi dia tak perduli. Kebanyakan pelakor memang tak memikirkan nasib istri pertama, wanita ular seperti itu hanya ingin memuaskan nafsunya saja, merusak rumah tangga orang lain dengan penuh bangga dan menganggap nya sebuah prestasi.Dinda senyum-senyum sendiri sambil memeluk bantal guling, boyangan Ehan kembali berputar-putar di kepalanya."Sudah bangun? Mas langsung pulang ya, mumpung hari masih gelap. Bisa gawat jika Abah tau Mas tak pulang ke rumah,"Senyuman yang tadi merekah seketika sirna. Dinda langsung berbalik dan merengut, dia ingin Ehan tetap disisinya, apalagi ini hari Minggu, tentu tak akan masuk kerja."Ngambek?" Tanya Ehan menggoda.Dinda masih diam saja."Jangan gitu, jika Mas tak pulang sekarang keluarga Mas bisa curiga, Mas butuh waktu untuk berbicara pada Abah dan Ibu. Kau tenang saja Sayang, Mas akan membawamu ke rumah itu sebagai tuan putri,"Pernyataan Ehan membuat Dinda senang, lalu dia memeluk erat Ehan."Kau tak bohong kan, Mas? ah, atau hanya sekedar menghiburku?""Tidak, tentu saja aku serius. Mas... menyukai tubuhmu, indah, seksi dan Kau begitu pandai bermain," Bisik Ehan tepat ditelinga Dinda.Membuat Dinda bergidik dan berdesir, langsung saja Dinda menjatuhkan tubuh Ehan di atas kasur, lalu memulai belaian pada tubuh Ehan.Saat dia membuka baju, Ehan menahannya."Sudah cukup untuk hari ini, cinta. Kita lanjut besok, ok" Kaya Ehan membuat Dinda kesal.Tak tiknya untuk menahan Ehan agar tak pulang tak berhasil, Ehan tetap beranjak, mencium kening Dinda sesaat, lalu memakai jaket dan mengambil kunci mobil."Ingat, Sayang. Tetap Di rumah dan istirahat. Mas pulang dulu, sampai jumpa di kantor."Ehan pun pergi meninggalkan Dinda yang kesal, lagi-lagi dia merasa gagal untuk mendapatkan Ehan. Dia pikir, dengan melayani Ehan, pria itu tak kembali, paling tidak bertahan disisinya sampai satu atau dua hari.Tapi, prediksi nya salah. Ehan memilih pulang, karena tak ingin ketahuan keluarganya. Bukan wanita pantat wajan namanya jika Dinda tak memiliki banyak akal busuk, kembali dia menyusun strategi demi mendapatkan pria yang sangat dia cintai itu.---"Bagaimana? Kau berhasil?" Tanya Elma di dalam kamarnya. Dia sedang menghubungi seseorang."Tentu, sekarang Ehan baru keluar dari wanita murahan itu." Jawab lelaki yang sedang mengamati rumah Dinda dari seberang jalan."Bagus, aku akan menjalani misiku saat dia sampai rumah,""Sebenarnya apa maumu? dia adikmu, Kau sudah gila menjebak adik sendiri dalam sekandal rumah tangga,""Itu urusanku, Boy. Kau kerjakan saja tugasmu, uangmu akan aku transfer setelah ini,"Tut Tut Tut....Elma mematikan ponsel secara sepihak, dia menyeringai puas.'Kita lihat Ehan, rumah tangga mu akan hancur.' Batin Elma.Gegas Elma keluar kamar, dia pura-pura ke dapur mengambil gelas lalu menyeduh teh hangat, dia sudah hapal jam pagi seperti ini, orang tuanya pasti sudah bangun dan bercengkrama di taman samping rumah.Dia melihat kanan kiri, kebetulan melihat Ara yang sedang menyapu bagian belakang dapur."Ehan sudah pulang?"Ara menoleh, dia hanya menggeleng, Ara tahu iparnya itu pasti kembali mengejeknya."Kau tak khawatir, Ra?" Tanya nya lagi dengan sedikit mengejek.Wanita itu duduk di kursi dekat Ara menyapu, sambil menyeruput teh hangat memandang sinir istri adiknya itu."Mas Ehan sedang ada kerja, jadi dia menginap di kantor." Ucap Ara, dia tadi mendapatkan pesan dari Ehan saat selesai sholat subuh."Dan sebentar lagi mas Ehan pulang, Mbak." Ucapnya lagi."Kau percaya dengan kata-kata Ehan?""Tentu, dia suamiku, aku percaya Mas Ehan tak akan pernah berbohong," Jawab Ara pasti."Cih... sekali menginap, besok akan menginap lagi. Lembur apa coba, sedangkan hari ini hari libur." Ucap Elma sambil berlalu.Namun, Ara mendengar kata-kata itu, dan dibenaknya pun mulai berpikir sama. "Ia ya, hari ini hari Minggu, kenapa Mas Ehan lembur?" Batin Ara mulai curiga.Cepat-cepat dia menyingkirkan pikiran buruknya, gegas beranjak menyambut suaminya di depan, karena suara deru mobil terdengar."Semoga saja dugaanku salah, selama ini Mas Ehan tak pernah berbohong padaku," Pikir Ara lagi.Dengan semangat dan senyuman manis, dia menyambut Ehan, menyalaminya dan mengambil tas kerja Ehan.Kali ini ada yang berbeda, wajah suaminya itu lebih segar dan terlihat berbinar. Ada bau parfum yang menggelitik hidung Ara, dia sangat mengenal parfum suaminya, tapi saat ini baunya berbeda.'Astaghfirullah... pergi sana pikiran jahat, Mas Ehan tak mungkin mencari wanita lain.' Batin Ara menepis kecurigaannya.Baru saja mereka berdua masuk, Elma terlihat berdiri tepat di pintu kamarnya."Widiiih... sudah pulang kau dari healing, Han?" Tanya Elma dengan tawa.Ehan menghentikan langkahnya, dan memandang kakaknya dengan sinis."Bukan urusanmu," Ucap nya dengan ketus."Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga, Han. Aku tahu, kau sudah menghabiskan malam mu dengan wanita murahan itu." Bisik Elma.Seketika Ehan menoleh dan melotot. "Kau..."Elma berlalu sambil mengangkat bahu, dan tersenyu licik. Ara bingung menyaksikan kedua kakak beradik itu, wajah sumringah suaminya berubah padam, entah apa yang dibisikkan Elma, Ara tak tahu.Tapi dia tak ingin mengambil pusing, dia mengajak suaminya masuk ke kamar, diletaknya tas kerja di atas nakas, dan jas di tempat keranjang kotor.Ehan masih terdiam duduk di kasur, pikirannya melayang dengan ucapan Elma, Kakak ya.'Shit... Dari mana dia tau semua ini? bisa gawat jika Abah tau.' Batin Ehan kesal.Dia mengepalkan tangan, lalu melempar bantal sesuka hati, sampai Ara terkejut."Mas... ada yang salah?""Sebaiknya kau diam saja," Gertak Ehan.Ara terdiam. Baru ini dia menyaksikan kemarahan suaminya, Ara keluar membuatkan teh, dan membawakan sarapan yang sudah dia buat.Tanpa berucap kata, Ara meletakkan nampan berisi teh dan sarapan. Kembali dia mengangkat keranjang kotor, saat memasukkan jas suaminya dia mencium jas itu sekali lagi, memastikan jika bau parfumnya sama dengan yang biasa dipakai.'Ini bukan bau parfum mas Ehan. ah, mungkin punya temannya.' Lagi-lagi Ara menepis kecurigaannya dan mencuci baju seperti biasa.Tanpa berucap kata, Ara meletakkan nampan berisi teh dan sarapan di atas nakas. Kembali dia mengangkat keranjang kotor, saat memasukkan jas suaminya dia mencium jas itu sekali lagi, memastikan jika bau parfumnya sama dengan yang biasa dipakai.'Ini bukan bau parfum mas Ehan. ah, mungkin punya temannya.' Lagi-lagi Ara menepis kecurigaannya dan mencuci baju seperti biasa.Ara mencoba membuang jauh-jauh pikirannya, dia tak ingin pernikahannya hancur hanya karena selentingan isu negatif. Bukankah dalam pernikahan harus saling percaya? agar hubungan antara suami istri tetap langgeng sampai jannah, selagi belum ada bukti Ara akan tetap percaya jika Ehan tak selingkuh. Ara kembali tersenyum, dia membuka ponsel ingin mendengarkan musik, dicarinya lagu favoritnya. Lagu yang sedang ngetren di Indonesia, Dawai.Dawai yang telah lama ku petiksumbang dan terus lirih berpekikdoa yang pernah kuucapsurga tak menjawabbetapa sungguh tega oh hatimumencuri yang digariskan untukkuhati yang dulu terl
"Mama, Elma rindu, di rumah ini tak ada kebahagiaan yang aku rasakan. Ayah sekarang bukan ayahku yang dulu. Dia... melupakan anak gadisnya ini. Tapi, tenang saja, Ma, aku akan merebut cinta pertamaku itu." "Tidak ada yang bisa mencegahku untuk membalas sakit hatiku ini, Mama. hanya kematian, ya kematian yang bisa menghentikanku." Elma bermonolog. Elma memejamkan mata, merasakan ketenangan setiap mengingat mamanya. --- Dinda sedikit kesal saat mendapat kabar jika Elma mengetahui hubungan gelapnya dengan Ehan, wanita itu harus mencari tak tik baru untuk menggaet Ehan lebih cepat, jika Elma terus menghantui hubungannya tentu akan sulit untuk memuaskan nafsunya itu. Wanita gila seperti itu, tak puas hanya berhubungan badan satu kali, sekali mencoba maka akan menginginkannya terus. Setan selalu menggoda manusia untuk terus berzina. Kata orang, yang belum halal akan terasa nikmat dan menyenangkan, dan yang sudah halal akan terasa biasa saja dan membosankan. Lelaki yang tak kuat imannya
"Aku percaya Allah sedang menyusun skenario terbaik untukku, semangat Ara kau pasti bisa melewati semua ini," Batin Ara.Dari kejauhan, seorang pria tertegun memandang Ara yang melamun, sesekali pria tersebut senyemun setiap Ara menarik nafas panjang. Bola matanya, tak berhenti berhenti memperhatikan setiap gerak Ara.Ara masih tak menyadari jika ada seseorang yang memperhatikannya, dia hanya fokus pada dua anak kembar yang asik bermain bola, berlarian kesana kemari, bercanda penuh tawa."Semoga saja Allah segera memberiku anak dalam rahimku," batin Ara lagi.---"Kau dimana, Mas?" Tanya Dinda dengan lembut."Dijalan pulang, matikan dulu aku sudah sampai rumah," Jawab Ehan dusta.Tut Tut Tut...Ponsel pun dimatikan Ehan secara sepihak.Hari ini, moodnya sedang tak ingin diganggu, ada rasa sesak dihatinya telah mengkhianati Ara, wanita yang dulu sangat dia cintai. Hatinya bergejolak ingin mengakhiri, tapi juga tak ingin melepaskan Dinda begitu saja, bagaimanapun Dinda sudah memberi warn
Seperti biasa, saat Ehan baru pulang kerja maka Ara akan melayaninya dengan penuh cinta, menyiapkan teh hangat, sampai menyiapkan baju ganti untuk shalat.Saat Ehan sedang membersihkan diri, dengan hati-hati Ara memeriksa semua pakaian yang suaminya pakai, dia cek satu persatu bagian kantong, berharap ada petunjuk yang menguatkan dugaan ya. Diciumnya baju yang Ehan pakai, tapi hasilnya nihil. Tak ada bau parfum wanita lagi.Ara membuang nafas kasar.Dia memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci, lalu kembali lagi ke kamar, Ehan belum selesai mandi. Akhirnya, Ara menunggu sambil memainkan ponsel.Beberapa kali terdengar dering ponsel Ehan, tapi Ara takut untuk mengangkatnya."Tak tau orang shalat magrib kah?" umpat Ara. Dia sedikit terganggu dengan nada dering dari ponsel Ehan, saat berbunyi lagi dia pun mengambil ponsel, dan hatinya mencelos saat ada nama wanita lain dan emot love."Siapa ini? Din Love? Ah... mungkin klien kantornya," Batin Ara gusar.Disamping itu, Ehan keluar dan mema
Ara masih tak tenang, dia mondar mandir menenangkan diri, tapi tetap saja hatinya gundah."Sebenarnya apa yang mas Ehan sembunyikan dariku?" batin Ara.Disisi lain, Dinda langsung berganti baju ke kamar, dia berdandan sebaik mungkin untuk menyambut Ehan. Setelah memastikan dirinya siap, Dinda kembali ke ruang makan menyiapkan candle night, dengan hidangan ayam bakar favorit Ehan, tak lupa capcay dan juga steak tenderloin. Dinda tersenyum smirk, saat mengambil jus orange yang dia buat tadi, dikeluarkan dari kulkas, lalu memandangnya dengan tatapan predator. "Kau tak akan lepas dari genggamanku malam ini, Ehan," Batin Dinda licik.Dia kembali mengecek ponsel, sudah setengah jam setelah dia menghubungi Ehan, berarti sebentar lagi lelaki yang dia tunggu itu datang.Tok tok tok..."Din... Din..." Benar saja, suara Ehan terdengar memanggil Dinda begitu keras.Dinda sengaja memperlambat langkahnya, dia ingin tahu kekhawatiran Pria pujaannya itu."Dinda.... Din... buka pintunya," Teriak Ehan
"Robbi... Apa salahku? Kenapa kau uji dengan semua ini, sungguh aku tak sanggup." Ara membenamkan wajahnya di atas sajadah, menangis tersedu-sedu.Di kamar lainnya, Elma tersenyum puas melihat vidio kiriman, Aldo. Orang suruhannya, sekaligus sahabat Ara dulu saat SMA, lelaki itu juga mencintai Ara, tapi cintanya kandas karena Ara menikah dengan Ehan.Dengan liciknya, Elma merasuki fikiran Aldo untuk menghancurkan rumah tangga Ara, dan lelaki itu menuruti karena dia pun butuh uang untuk pengobatan ayahnya yang sakit struk. Meski tujuan utamanya uang, Aldo kini benar-benar berharap Ara berpisah, dia tak tega melihat Ehan selingkuh dibelakang Ara.Aldo juga yang sudah menyelinap dan mengancam Dinda untuk menghubungi Ehan, dia yang sudah mengganti obat tidur itu. Semuanya demi memberikan bukti pada Ara jika suaminya itu selingkuh.---Pagi menyapa, wajah Ara masih terlihat sembab, dan matanya bengkak karena tak berhenti menangis. Manik matanya memperlihatkan begitu patah hatinya. Ara berge
Ehan mengendarai mobil dengan bersiul, seperti baru dapat hadiaih besar, hatinya sangat bahagia. Bahagia karena hasratnya trpenuhi dengan wanita lain. Dinda yang liar mmbuat libido Ehan naik dan memuncak sampai ke ubun-ubun, dan menurutnya dia tak pernah merasakan hal tersebut dengan Ara istrinya. "Maafkan aku, Ara. Aku sungguh menyukai permainan Dinda." Batin Ehan tersenyum. Dan pada akhirnya, Ehan memutuskan untuk melanjutkan hubungan itu dengan diam-diam. Dia sudah menyiapkan opsi-opsi lainnya jika memang ketahuan oleh Ara atau keluarganya. Ehan yakin, perbuatannya kali ini tak akan terendus oleh ayahnya meski kakak tirinya tau. --- "Aku harus bagaimana ya Allah, hiks.. hiks... hiks...." Ara menangis. Sepanjang perjalanan pulang, matanya berkabut karena air mata, maka ia memberhentikan mobilnya di taman komplek perumahan. Sudah sepuluh tahun dia tinggal bersama mertuanya, di kota Pekanbaru ini, tapi hanya taman kompleks yang membuatnya teman, tempat itu menjadi saksi bagaimana
Gilang menangkap perubahan pada wajah Ehan saat menyinggung soal, Ara. Dia yakin jika ada yang tak beres pada sahabatnya itu.sedangkan Ehan hanya diam saja, dia tahu Gilang memperhatikan nya dari tadi, tapi Ehan berusaha cuek, ditambah Dinda yang sedari tadi selalu mengirim pesan nakal padanya, membuat Ehan semakin pusing dan bimbang.---Ara sudah berada di kamarnya. Saat sampai, Ara langsung membenamkan dirinya di bantal, dia menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya. Ara bangkit, lalu membersihkan tubuhnya, di bawah kucuran air, dia termenung mengingat betapa mesranya Ehan dengan wanita lain."Apa aku sudah tak menarik dimatanya? atau... pelayananku kurang memuaskan?" Guman Ara disela tangisnya.Dia sudah berusaha menghentikan bening mata, sampai berjam-jam Ara bertahan di kamar mandi, sampai pada akhirnya suara ketukan pintu membuatnya berhenti. Gegas Ara mengambil handuk, mengganti baju dengan pakaian santai, menutup wajahnya dengan make up agar tak nampak habis menangis.Dilirikn