Share

Bab 2 - Awal Kecurigaan

'Ya Allah, dimana kamu Mas?' Pikiran Ara melayang entah kemana.

Dikenangnya masa-masa kuliah dulu, saat Ehan mendekatinya, sifatnya begitu santun. Pertemuan mereka di mulai saat SMA, di Kota Pekanbaru. Berlanjut sampai kuliah di kota yang sama, tentu berbeda jurusan, namun Ehan selalu berusaha mendekati Ara dengan mengikuti organisasi yang Ara ikuti.

Modus, tentu saja. Tapi Ehan pandai menyembunyikan perasaannya. Sampai pada hari kelulusan, Ehan melamarnya dihadapan halayak Ramai, siapa yang tak senang dilamar orang terkasih di depan banyak pasang mata, Ara terharu dan menerima lamaran itu.

Sepuluh tahun sudah pernikahan mereka, tapi belum juga dikaruniai anak, sudah beberapa kali melakukan pemeriksaan hasilnya sama, tak ada masalah antara keduanya.

"Allah masih ingin kalian berdua menikmati masa-masa pernikahan, tak usah berkecil hati. Insyaallah jika sudah waktunya Allah akan beri bayi mungil yang Sholeh dan Sholehah. Ada juga yang sudah dua puluh menikah, tapi belum dikaruniai anak, mereka tetap istiqamah dan saling menguatkan. Begitulah ujian sebuah pernikahan." Pesan Dokter kandungan kala itu.

Hampir saja Ara patah arah, dia sudah jenuh mendengar ocehan keluarga Ehan, apalagi kakak iparnya yang selalu berkata kasar.

Ara menarik nafas panjang ketika dia tersadar, jam sudah menunjukkan angka satu dini hari, lekas dia mengambil air wudhu, melakukan shalat malam dengan khusyu, memohon perlindungan untuk suaminya dan keutuhan rumah tangganya.

Dengan suara lirih, Ara bermunajat meminta sedikit keridhoan Allah, agar Dia diberi kepercayaan hamil, bagaimanapun dia juga ingin menjadi ibu.

---

Suara gemericik air dari kamar mandi menganggu waktu tidur Dinda, dia bergeliat merenggangkan tubuhnya, senyum kemenangan terbit dari bibirnya. Kembali dia mengingat momen panas tadi malam, hatinya berdesir.

'Ah, kau begitu tangguh, Ehan. Pantas saja Ara begitu mencintaimu. Hei, semoga saja aku langsung hamil,' Batin Dinda senang.

Dia sudah tak sabar menanti hidup bersama Ehan, bertahun-tahun dia menunggu malam tadi akhirnya terwujud juga.

Meski dia tahu, itu terlarang tapi dia tak perduli. Kebanyakan pelakor memang tak memikirkan nasib istri pertama, wanita ular seperti itu hanya ingin memuaskan nafsunya saja, merusak rumah tangga orang lain dengan penuh bangga dan menganggap nya sebuah prestasi.

Dinda senyum-senyum sendiri sambil memeluk bantal guling, boyangan Ehan kembali berputar-putar di kepalanya.

"Sudah bangun? Mas langsung pulang ya, mumpung hari masih gelap. Bisa gawat jika Abah tau Mas tak pulang ke rumah,"

Senyuman yang tadi merekah seketika sirna. Dinda langsung berbalik dan merengut, dia ingin Ehan tetap disisinya, apalagi ini hari Minggu, tentu tak akan masuk kerja.

"Ngambek?" Tanya Ehan menggoda.

Dinda masih diam saja.

"Jangan gitu, jika Mas tak pulang sekarang keluarga Mas bisa curiga, Mas butuh waktu untuk berbicara pada Abah dan Ibu. Kau tenang saja Sayang, Mas akan membawamu ke rumah itu sebagai tuan putri,"

Pernyataan Ehan membuat Dinda senang, lalu dia memeluk erat Ehan.

"Kau tak bohong kan, Mas? ah, atau hanya sekedar menghiburku?"

"Tidak, tentu saja aku serius. Mas... menyukai tubuhmu, indah, seksi dan Kau begitu pandai bermain," Bisik Ehan tepat ditelinga Dinda.

Membuat Dinda bergidik dan berdesir, langsung saja Dinda menjatuhkan tubuh Ehan di atas kasur, lalu memulai belaian pada tubuh Ehan.

Saat dia membuka baju, Ehan menahannya.

"Sudah cukup untuk hari ini, cinta. Kita lanjut besok, ok" Kaya Ehan membuat Dinda kesal.

Tak tiknya untuk menahan Ehan agar tak pulang tak berhasil, Ehan tetap beranjak, mencium kening Dinda sesaat, lalu memakai jaket dan mengambil kunci mobil.

"Ingat, Sayang. Tetap Di rumah dan istirahat. Mas pulang dulu, sampai jumpa di kantor."

Ehan pun pergi meninggalkan Dinda yang kesal, lagi-lagi dia merasa gagal untuk mendapatkan Ehan. Dia pikir, dengan melayani Ehan, pria itu tak kembali, paling tidak bertahan disisinya sampai satu atau dua hari.

Tapi, prediksi nya salah. Ehan memilih pulang, karena tak ingin ketahuan keluarganya. Bukan wanita pantat wajan namanya jika Dinda tak memiliki banyak akal busuk, kembali dia menyusun strategi demi mendapatkan pria yang sangat dia cintai itu.

---

"Bagaimana? Kau berhasil?" Tanya Elma di dalam kamarnya. Dia sedang menghubungi seseorang.

"Tentu, sekarang Ehan baru keluar dari wanita murahan itu." Jawab lelaki yang sedang mengamati rumah Dinda dari seberang jalan.

"Bagus, aku akan menjalani misiku saat dia sampai rumah,"

"Sebenarnya apa maumu? dia adikmu, Kau sudah gila menjebak adik sendiri dalam sekandal rumah tangga,"

"Itu urusanku, Boy. Kau kerjakan saja tugasmu, uangmu akan aku transfer setelah ini,"

Tut Tut Tut....

Elma mematikan ponsel secara sepihak, dia menyeringai puas.

'Kita lihat Ehan, rumah tangga mu akan hancur.' Batin Elma.

Gegas Elma keluar kamar, dia pura-pura ke dapur mengambil gelas lalu menyeduh teh hangat, dia sudah hapal jam pagi seperti ini, orang tuanya pasti sudah bangun dan bercengkrama di taman samping rumah.

Dia melihat kanan kiri, kebetulan melihat Ara yang sedang menyapu bagian belakang dapur.

"Ehan sudah pulang?"

Ara menoleh, dia hanya menggeleng, Ara tahu iparnya itu pasti kembali mengejeknya.

"Kau tak khawatir, Ra?" Tanya nya lagi dengan sedikit mengejek.

Wanita itu duduk di kursi dekat Ara menyapu, sambil menyeruput teh hangat memandang sinir istri adiknya itu.

"Mas Ehan sedang ada kerja, jadi dia menginap di kantor." Ucap Ara, dia tadi mendapatkan pesan dari Ehan saat selesai sholat subuh.

"Dan sebentar lagi mas Ehan pulang, Mbak." Ucapnya lagi.

"Kau percaya dengan kata-kata Ehan?"

"Tentu, dia suamiku, aku percaya Mas Ehan tak akan pernah berbohong," Jawab Ara pasti.

"Cih... sekali menginap, besok akan menginap lagi. Lembur apa coba, sedangkan hari ini hari libur." Ucap Elma sambil berlalu.

Namun, Ara mendengar kata-kata itu, dan dibenaknya pun mulai berpikir sama. "Ia ya, hari ini hari Minggu, kenapa Mas Ehan lembur?" Batin Ara mulai curiga.

Cepat-cepat dia menyingkirkan pikiran buruknya, gegas beranjak menyambut suaminya di depan, karena suara deru mobil terdengar.

"Semoga saja dugaanku salah, selama ini Mas Ehan tak pernah berbohong padaku," Pikir Ara lagi.

Dengan semangat dan senyuman manis, dia menyambut Ehan, menyalaminya dan mengambil tas kerja Ehan.

Kali ini ada yang berbeda, wajah suaminya itu lebih segar dan terlihat berbinar. Ada bau parfum yang menggelitik hidung Ara, dia sangat mengenal parfum suaminya, tapi saat ini baunya berbeda.

'Astaghfirullah... pergi sana pikiran jahat, Mas Ehan tak mungkin mencari wanita lain.' Batin Ara menepis kecurigaannya.

Baru saja mereka berdua masuk, Elma terlihat berdiri tepat di pintu kamarnya.

"Widiiih... sudah pulang kau dari healing, Han?" Tanya Elma dengan tawa.

Ehan menghentikan langkahnya, dan memandang kakaknya dengan sinis.

"Bukan urusanmu," Ucap nya dengan ketus.

"Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga, Han. Aku tahu, kau sudah menghabiskan malam mu dengan wanita murahan itu." Bisik Elma.

Seketika Ehan menoleh dan melotot. "Kau..."

Elma berlalu sambil mengangkat bahu, dan tersenyu licik. Ara bingung menyaksikan kedua kakak beradik itu, wajah sumringah suaminya berubah padam, entah apa yang dibisikkan Elma, Ara tak tahu.

Tapi dia tak ingin mengambil pusing, dia mengajak suaminya masuk ke kamar, diletaknya tas kerja di atas nakas, dan jas di tempat keranjang kotor.

Ehan masih terdiam duduk di kasur, pikirannya melayang dengan ucapan Elma, Kakak ya.

'Shit... Dari mana dia tau semua ini? bisa gawat jika Abah tau.' Batin Ehan kesal.

Dia mengepalkan tangan, lalu melempar bantal sesuka hati, sampai Ara terkejut.

"Mas... ada yang salah?"

"Sebaiknya kau diam saja," Gertak Ehan.

Ara terdiam. Baru ini dia menyaksikan kemarahan suaminya, Ara keluar membuatkan teh, dan membawakan sarapan yang sudah dia buat.

Tanpa berucap kata, Ara meletakkan nampan berisi teh dan sarapan. Kembali dia mengangkat keranjang kotor, saat memasukkan jas suaminya dia mencium jas itu sekali lagi, memastikan jika bau parfumnya sama dengan yang biasa dipakai.

'Ini bukan bau parfum mas Ehan. ah, mungkin punya temannya.' Lagi-lagi Ara menepis kecurigaannya dan mencuci baju seperti biasa.

Comments (8)
goodnovel comment avatar
yuyunitaa
wah ngeselin jg kakaknya
goodnovel comment avatar
Megarita
buset ara sampe nyium baju mas ehan...
goodnovel comment avatar
Weka
tanda tanda itu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status