Bagaimana aku tak tertegun, ketika mendengar penuturan halus tapi menyakitkan yang dilontarkan oleh Alika. Dia adalah wanita berhijab, parasnya cantik dan terlihat sangat lemah lembut. Namun nyatanya, dia justru lebih berbahaya dari yang kupikirkan.Dengan terang-terangan dia menyuruhku untuk melepaskan Zaki agar dia bisa kembali dengan suamiku itu. Bagaimana mungkin? Sedang benih cintaku saja baru saja muncul. Dan juga seluruh hidupku baru kuserahkan kepadanya. Apakah aku mungkin memberikan lelakiku pada Alika?"Kenapa diam? Lakukan apa yang aku katakan, karena bersamanya pun kamu hanya akan lebih sakit hati karena Zaki masih mencintaiku," tandasnya lagi."Tidak mungkin, jika memang dia lebih memilihmu, saat kami akan kembali ke sini pasti Zaki lebih membelamu," terangku percaya diri, karena memang seperti itulah keadaannya, kan?Alika justru tertawa saat aku mengatakan demikian. Ternyata benar, tak selamanya yang luarnya mulus itu akan baik."Kamu tidak tahu saja, Nana. Dua malam se
"Seharusnya jika kisah masalalumu belum selesai, jangan berkomitmen dengan orang lain. Jika sudah seperti ini, aku harus apa!" gumamku seraya memukuli kepalaku sendiri karena merasa jengkel dengan Zaki.Bagaimana bisa, Zaki bersikap demikian? Padahal sebelum ini dia bagaikan malaikat untukku. Tak hanya untukku, tapi juga untuk keluargaku.Dengan bangganya aku menerima pinangannya yang kukira adalah sebuah keindahan. Namun nyatanya, semua itu hanya semu. Belum genap satu tahun pernikahan kami, fakta demi fakta terbongkar begitu saja."Kamu bodoh, Nana! Bisa-bisanya terperangkap dengan permainan lelaki itu!" Aku terus meracau dengan lelehan air mata di kedua pipiku. Bohong jika aku mengatakan tidak sakit hati atas apa yang baru saja kudengar itu. Rasanya aku begitu hancur dan kembali terpuruk ketika tahu jika suami yang kubanggakan selama ini nyatanya belum bisa menghapus masalalunya.Selama ini aku begitu gelap mata dengan tidak mencari tahu mengenai seluk beluk Zaki dan tujuannya men
Aku sudah menikah dengan Zaki, dan itu artinya aku lah yang berhak atas dirinya beserta cintanya. Jika ada wanita lain yang menginginkan dirinya, bukankah dia harus melangkahiku terlebih dahulu? Dan aku tidak akan melepaskan suamiku begitu saja!Setelah aku membaca pesan Alika, aku bertekad untuk tetap mempertahankan Zaki dan akan merebut hatinya. Walau bagaimanapun, aku yang lebih berhak atas lelaki itu, bukan siapapun.Kuhirup nafasku dalam berulang kali, rasanya masih sesak tapi aku tidak akan melepaskan Zaki begitu saja. Perjuangan yang sudah kujalani selama ini membuatku yakin jika pada akhirnya aku lah yang akan memenangkan hatinya.Terserah jika Alika bersikeras akan merebut Zaki dariku, tapi aku juga akan sekuat tenaga mempertahankan lelaki itu untuk menjadi suamiku. Lagipula, kebersamaanku dengan Zaki selama ini begitu indah, aku yakin rasa cinta akan tumbuh dengan seiring berjalannya waktu.Aku mulai memantapkan hatiku untuk memaafkan dan memberikan kesempatan kedua untuk Za
"Bagaimana kabar Budhe Risma dan Tante Gina, Yah?" tanyaku pada Ayah ketika kami sudah mengobrol beberapa saat.Pulang kerja aku sengaja singgah sebentar di rumah orangtuaku. Selain melepas rindu, aku juga ingin menanyakan soal keluargaku itu. Bagaimana nasibnya sekarang.Ayah dan Ibu saling berpandangan, sepertinya memang ada berita yang aku belum tahu. Kemarin saat keluar bersama Arum aku juga tak sempat menanyakannya, karena aku sendiri sudah sangat suntuk dengan pertemuanku dengan Alika.Mengenai Alika, aku sudah mewanti-wanti pada Arum kalau jangan sampai Ayah ataupun Ibu tau soal ini. Biarkan masalah ini aku selesaikan sendiri, karena bagaimanapun juga aku tidak ingin melibatkan orangtua dalam masalah rumahtanggaku."Tante Gina baik, kalau Budhe Risma ... Dia sudau pulang juga."Kedua mataku berbinar, meskipun dulu mereka kerap menyakiti hati kami tapi mereka tetap saudara kami. Semoga saja dengan adanya cobaan demi cobaan itu mereka sudah mulai bertobat dan tak menganggap kami
Dengan sedikit membusungkan dada aku melewati kedua sahabat yang masih berdiri di sebelah meja yang kududuki tadi. Alika tampak melirikku tajam sedang Erina melihatku dan Alika secara bergantian ketika aku melewatinya. Entah, apa yang sebenarnya mereka pikirkan, yang jelas aku tidak ingin jika mereka berdua berfikiran jika aku ini adalah wanita lemah yang akan mengalah begitu saja.I"Permisi. Saya duluan," ucapku sopan, karena bagaimanapun aku tetap mengedepankan rasa sopan santunku meski salah satu diantara mereka telah menyakitiku."Tunggu ...." Langkahku terhenti ketika salah satu dari mereka meneriakiku.Aku berhenti tanpa membalikkan badan, Alika sepertinya mendekat ke arahku setelah menyuruhku untuk berhenti. Kulirik jam di pergelangan tangan, sudah lewat Maghrib dan Zaki pasti sudah menungguku."Apa kamu tidak bisa membaca pesanku? Jauhi Zaki!" katanya dengan penuh penekanan.Tanpa menjawab, aku hanya tersenyum lalu melanjutkan langkah. Bukannya takut, aku hanya tidak ingin be
Aku melirik Zaki, dan dia pun menunjukkan ekspresi tidak tahu dengan perkataan orangtuanya. Apa semua ini ada hubungannya dengan hubungan kami? Tapi sejauh ini aku maupun Zaki selalu berusaha menunjukkan keharmonisan ketika di hadapan kedua orangtua kami."Em, bi-bicara apa, Pak, Bu?" tanyaku pada mereka berdua karena mereka pun terlihat sangat serius.Jujur saja jantungku berdetak sangat cepat saat ini, karena berhadapan dengan mereka dalam keadaan serius seperti ini terlihat sangat menyeramkan. Mereka dulunya adalah orang yang paling aku segani, bukan berarti sekarang tidak, hanya saja dulu aku menganggap mereka dalah orang yang tak bisa kujangkau. Berpapasan dengannya saja rasanya sangat sungkan, tak pernah terbayangkan jika saat ini aku bisa duduk di hadapan mereka dengan status sebagai seorang menantu."Kemarin ada seorang wanita datang ke rumah, katanya temanmu, Zaki. Dia bilang kamu menjanjikan sesuatu padanya. Apa itu benar?" tanya Tuan Muh, ayah mertuaku.Zaki melepas tangann
Setelah kejadian semalam aku memilih diam. Hampir semalam suntuk pun aku tidak tidur. Rasanya ingin cepat berganti hari dan matahari kembali menyinari dunia yang penuh dengan sandiwara ini.Zaki terlihat pulas di sampingku, sedangkan aku sama sekali belum bisa memejamkan mata. Kejadian demi kejadian akhir-akhir ini sangat menggangguku. Bagaimana tidak, pernikahanku baru berjalan beberapa bulan. Aku pun baru bersedia menyerahkan kesucianku padanya, dan dia ternyata membohongiku.Aku hanya menghela nafas panjang, lalu membalikkan badan memunggungi Zaki. Rasanya aku ingin tak memikirkan mengenai hal ini, tapi tetap saja kepikiran.Harapan indah yang kususun sedemikian rupa nyatanya tak bisa berjalan sesuai yang kumau. Mungkin memang beginilah. Kita tidak boleh terlalu berharap pada manusia, karena mereka bisa saja berubah dan mengecewakan kita. Satu-satunya tempat berharap yang paling baik adalah Allah Yang Maha Kuasa.Hanya kepada-Nya lah kita wajib berharap, karena siapapun di dunia in
"Nana nggak salah dengar, Yah?" tanyaku pada Ayah ketika kudengar kabar mengenai Tante Gina.Ayah menggeleng, raut wajahnya terlihat sangat sendu. "Tidak. Dia baru saja di tipu orang, semua tabungannya ludes. Sepertinya dia kena hipnotis, soalnya waktu kejadian dia sama sekali tidak ingat apa-apa. Modusnya mau menawarkan beberapa produk rumah tangga, tapi setelah itu dia tidak ingat apa-apa lagi. Dia ingat waktu sudah sore, Sofia menanyakan soal perhiasan yang ia pakai dan Gina baru ingat kalau siang tadi dia menyerahkan semuanya pada dua orang lelaki."Aku mengelus dadaku sendiri. Miris sekali ceritanya. Jaman sekarang justru banyak orang yang ingin kaya dengan cara cepat, yaitu membohongi orang lain seperti itu."Lalu sekarang kondisi Tante Gina gimana, Yah?""Ibu dan Ayah baru dari sana. Mereka masih sangat terpukul. Tapi semoga saja segera membaik, karena bagaimanapun rejeki itu hanya titipan, kan?" sahut Ibu, dengan diikuti anggukan kepala oleh Ayah.Tak kupungkiri, Tante Gina da