Bagian 34
Jika semua kau anggap permainan, maka aku akan memilih menangguhkan. Cinta yang ku punya telah pecah menjadi serpihan hati yang ku benci.
Aku memberikan ketulusan hati dan pengorbanan dengan sepenuhnya, namun yang kurasakan hanyalah goresan luka yang membuatku enggan merasakan cinta lagi.
~Shinta~
Pagi terlihat cerah, secerah mentari pagi yang tersenyum ceria. Tapi tidak dengan Shinta yang terlihat tidak bergairah. Kejadian semalam masih membekas di ingatannya. Perhatian dan kekhawatiran yang ditunjukkan oleh Ari, membuatnya semakin merana. Shinta bahkan tidak bisa membedakan antara benci dan cinta. Rindu dan sakit hadir bersamaan. Shinta membenci hatinya yang masih memiliki rasa, juga benci akan ingatannya yang masih menyimpan luka.Udin menyetir dengan kecepatan sedang. Mungkin perjalanan tinggal satu jam lagi kini mereka sudah memasuki k
Bagian 35 "Ya!" "Apa yang kamu rasakan setelah bertemu dengan dirinya?" "Marah, dan juga sedih. Dia banyak berbohong kepadaku." Shinta merebahkan kepalanya di pangkuan Fatma. Pangkuan renta nan rapuh, namun terasa nyaman dan nampu menguatkan hati Shinta. Bangku panjang itu kini berubah menjadi saksi dimana Shinta menumpahkan kesedihannya. "Seorang yang marah, kecewa dan merasa dikhianati, adalah hal yang membuat jiwa kita semakin dewasa. Semua itu adalah proses pendewasaan yang membuat kita bisa semakin bijak dalam menentukan keputusan yang tepat. Meninggalkan segala sesuatu yang baik, dan tetap berdamai dengan kebaikan." "Apa di hatimu tidak ada niat untuk kembali kepadanya?" "Tidak!" "Kenapa?" "Karena sebuah janji yang pernah aku ucapkan kepada seseorang. Aku pernah mengatakan, akan hidup demi masa depan. Aku tidak akan memikirkan pria itu lagi, sehingga menjadi beban yang tidak berkesu
Bagian 36 Aby dan Anin bermain dengan lincah di halaman. Mirna berlari kesana-kemari mengikuti langkah kecil Anin, sedangkan Aby yang masih merangkak, mengikuti kemanapun Anin melangkahkan kaki kecilnya. "Hati-hati Anin, jangan diinjak jari adeknya!" teriak Mirna memperingati, walaupun tahu jika anak kecil itu tidak akan mengerti. Mirna dengan setia mengambilkan bola yang menggelinding untuk Aby. Dan sesekali mengejar Anin yang hampir terjatuh. Ina datang setelah pulang dari les menjahit. "Halo twins, apa kabar kalian hemmh?" Baru datang langsung melemparkan tasnya ke bangku dan ikut bergabung dengan si kembar. Duduk di rerumputan yang hijau. Ina merebahkan tubuhnya di sana, disusul oleh Aby dengan begitu antusias. "Ma ma ma." suara imut itu membuat Ina terkekeh. "Tahu saja kamu, kalau gadis cantik ini merindukan dirimu. Gantengnya adik kakak." Ina mencium pipi gembul Aby. Anin yang tadinya ingin berjalan lagi, akhirnya putar
Bagian 37"CK. Dia tidak akan membicarakan ketampanan ku yang paripurna ini kepada orang lain. Secara kan dia ingin memiliki diriku hanya seorang saja." yah pedenya si Ari."Berani sekali kau berkata begitu!"DegShinta yang baru saja pulang dari tempat kerja, dengan berjalan kaki melewati jalan setapak yang terhubung ke bagian halaman samping rumah Fatma, tanpa mereka sadari telah mencuri dengar perdebatan Ina dan Ari."Kenapa tidak berani, memang itu kenyataannya, bukan?" Ari tersenyum miring, seakan mengatakan bahwa Shinta memang selalu terjebak oleh pesonanya. Terlihat jelas dari cara Shinta yang tidak lagi bisa mengeluarkan kata-kata."Sombong sekali." Shinta mencebik. Tangannya terulur untuk mengambil Anin dari Ari. Bukannya senang, tapi anak itu seketika mengeratkan tangannya yang bergelantungan di leher Ari. Respon yang ditunjukkan oleh Anin, membuat Mirna melebarkan bibirnya. Dugaannya semakin kuat, jika Anin dan A
Bagian 38Shinta sungguh dibuat jengkel oleh Ari seharian ini. Bagaimana tidak, kemanapun Shinta pergi, pria yang mengaku sebagai suami Shinta tanpa diminta, selalu membuntutinya."Siapa ini Mbak? Ganteng banget, Pacarnya ya?" tanya Mak Mak yang baru saja dilewati oleh Shinta. Ari langsung merangkul pundak Shinta."Bukan! Saya suaminya Shin shin?" Ari segera bersuara sebelum Shinta mematahkan rasa percaya dirinya. Ari terkekeh bahagia, bola matanya seakan berkata, bahwa dia menang sekarang. "Bukankah begitu sayang?" Mengelus pundak Shinta dengan lembut."Pantesan, wajahnya begitu mirip dengan si kembar," kata Mak satunya."Iya, tampan seperti Aby, dan Anin versi perempuan." Mak yang sebelahnya."Shinta, kenapa punya suami setampan ini malah diumpetin? Kemana saja dia? Ih tampan lho." Salah satu Mak paling tua terkekeh sambil mencubit pipi Ari tanpa permisi. Shinta dibuat geli karenanya, terle
Bagian 39"Aby, Anin selalu saja bersama pria menyebalkan itu. Dan semua orang selalu memuji dan menyebut-nyebut namanya seakan dialah pria paling agung, paling baik, paling keren dan paling maco di dunia ini. Bahkan Udin, seakan dia lupa siapa diriku. Dia memilih membetulkan mobilnya Ar daripada ikut denganku." Shinta menggerutu sambil terus berjalan menyusuri pematang sawah."Akan aku tunjukkan padanya, bahwa aku juga tidak kalah hebat dengan dirinya." Shinta ingat saat kedua anaknya dan seisi rumah lebih nyaman bicara dan bergurau dengan Ari.Hari ini dia harus melihat kebun melon yang sebentar lagi siap panen. Tempatnya berada di persawahan yang tempatnya sedikit lebih tinggi daripada persawahan lainnya.Sebelumnya penduduk sekitar tidak berani menanam buah melon ini dalam jumlah yang banyak, selain minimnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana cara budidaya melon ini, juga terkendala oleh modal. Selain itu, petani juga dirugikan
Bagian 40"Udin, kenapa hatiku rasanya tidak tenang. Aby dan Anin juga sedari tadi selalu rewel. Mungkinkah terjadi sesuatu kepada Shinta?" Ari mondar-mandir seperti orang gila. Sesekali duduk dan menyeruput kopi miliknya, bangkit lagi guna melihat kedua anaknya yang baru saja terlelap sebab lelah menangis. Lalu bangkit lagi memeriksa jalanan kemana arah Shinta pergi. Kadang dia juga berdiri lama disana, berharap wanita yang dikhawatirkan saat ini datang. Hatinya diliputi rasa was-was dan cemas yang dia sendiri tidak tahu apa sebabnya, yang pasti hanya ada nama Shinshin di pikiran."Duduklah, Tata memang seperti itu. Dia sering datang terlambat. Palingan juga mampir ke warungnya mbok Mirah, minta segelas kopi." Udin tetap santai sambil membaca sebuah buku panduan menanam berbagai macam sayuran. "Lagian anaknya juga sudah tidur. Jadi santai sajalah."Ari yang bingung dan merasa cemas pun teringat akan motor cross yang berada di garasi. "Udin, bolehkah aku p
Bagian 41"Kejar dia, Stupid! Kenapa kau biarkan dia terlepas?" Marlina geram sendiri akan kebodohan anak buahnya."Maaf Nona, dia menginjak kaki saya tadi." Bukannya mengejar Shinta yang semakin menjauh, malah menunjukkan bekas kakinya yang diinjak oleh Shinta."Ngapain berhenti? Kejar dia!" Dengan jengkel memukul kepala kedua anak buahnya bergantian. "Apa salahku ya Tuhan, mengapa punya anak buah yang bodohnya melebihi orang idiot," kesal Marlina memijat pelipisnya, dia juga melihat betapa kencangnya Shinta berlari. Bahkan kedua anak buahnya nampak jauh dibelakang Shinta. Alamat bakal kehilangan target lagi, hukuman nikmat yang memuakkan terlintas jelas di kepala Marlina. Keinginan terlepas dari atasan mesum sepertinya akan lebih sulit, jika kali ini dia gagal."Dapatkan dia! Jangan sampai gagal," teriak Marlina ikut mengejar."Hai, berhenti kau!" tidak di gubris ucapan kedua manusia yang masih semangat mengejarnya, dengan serib
Bagian 42"Cari wanita itu sampai ketemu, atau Bos akan murka dan kalian tanggung sendiri akibatnya," gertak Marlina dengan jengkel. Pikiran dan tenaga terasa terkuras habis hanya untuk menangkap satu orang."Maafkan kami Bos! Tapi menurutku, wanita itu bisa jadi masih berada di tempat yang tadi. Sebab satu-satunya jalan yang kita lalui hanya searah," kata salah satu anak buahnya."Iya Bos, kita juga tidak menemukan tanda-tanda dimana wanita itu berada sampai sejauh ini. Padahal kita sudah berpencar." Yang satunya menimpali."Bukankah Kalian bilang tidak ada siapapun di sana?" Geram Marlina. Andai dia punya kekuatan super, sudah pasti anak buahnya tidak bisa berdiri lagi."Maaf, Bos! Itu karena kami ingin menjalankan taktik kami yang sebenarnya. Kami pura-pura pergi agar wanita keluar dari persembunyiannya. Tidak mungkinkan Bos, wanita itu hilang begitu saja.""Iya Bos, pasti bersembunyi di tempat tertentu yang kemungkinan