POV Arum Apa yang terjadi? Ke mana dompetku yang kusimpan di tas? Jangan-jangan?Aku kembali ke tempat di mana wanita tadi duduk. Namun, dia sudah tak ada, kabur membawa sisa uang di dompetku. Tubuhku terkulai lemas, bagaimana aku bisa pergi ke Solo dan memulai hidup di sana kalau tak membawa uang sepeser pun? Di dompet tersebut ada uang tabunganku senilai lima juta rupiah, tadinya akan kupakai untuk membayar kontrakan dan modal usaha kecil-kecilan, sisanya menyambung hidup sehari-hari. Akan tetapi, jika sudah seperti ini, apa yang harus kulakukan?Kembali ke rumah Mas Arga, itu tak mungkin. Tekadku sudah bulat untuk pergi dari kehidupannya. Kutitipkan kantong yang berisi baju dan tas selempang milikku ke petugas di sana. Setelah menceritakan apa yang barusan kualami kepada petugas keamanan lalu meminta bantuan meminjam uang untuk ongkos angkutan. Sebagai jaminan, semua tas dan KTP kusimpan di pos. Untunglah masih ada orang baik yang mau membantuku. Pria paruh baya tersebut meminjam
Keesokan harinya menjelang siang, aku berpamitan untuk kembali ke kota Jakarta. Cutiku telah habis besok. Jadi, aku harus sudah masuk kerja kembali. “Sayang, Mas pulang dulu, ya. Jaga kesehatan, jangan lupa makan dan minum obat dengan teratur, biar cepat pulih. Nanti Mas akan usahakan menemuimu ke sini,” ujarku menenangkan Erika.“Kenapa sih, Mas, kalau aku tinggal di Jakarta? Ngontrak juga enggak apa-apa, asal kita bisa sering ketemu. Aku kan suka kangen,” rayu Erika.Aku mengelus pipinya dengan sayang, “ Sabar, ya. Nanti pasti akan Mas ajak ke sana, biar kita bisa sering ketemu.”Erika mengerucutkan bibirnya, itu membuatku semakin gemas. Tak tahan kusergap bibir gincu tersebut. Saling bertukar napas cukup lama dan dalam.“Setelah kamu sembuh dan pulih kuusahakan kita akan pindah ke Jakarta, ya. Sebelumnya kita akan liburan ke Bali sesuai yang kamu minta. Itung-itung bulan madu kita, Sayang,” jelasku membuat wajahnya langsung berbinar.“Makasih, ya, Mas,” ucapnya dengan rona bahagia
Selang beberapa jam aku sampai di Jakarta dan langsung menuju rumah Mama. Setelah sampai kuminta Mang Mansur untuk masuk bersamaku. Bu Erni asisten rumah tangga di sini, menyambut kedatangan dengan binar bahagia di wajahnya.“Ya Allah, Den. Akhirnya, Den Arga pulang juga. Apa kabar, Den?” tanya Bu Erni sambil meraba pipiku.“Alhamdulillah, Bu. Aku baik-baik saja. Gimana kabar semuanya?”“Baik, Den. Sudah lama sekali dari terakhir Den Arga kemari. Ibu sampai kangen pengen ketemu, Den Arga. Apalagi Nyonya, beliau suka melamun dan terlihat kesepian,” jelas Bu Erni sambil berkaca-kaca.Kupeluk asisten rumah tangga Mama itu, beliau sudah kuanggap ibu kandungku sendiri. Bu Erni lah yang mengasuhku sedari kecil, saat Mama selalu sibuk dengan arisan dan kegiatan sosialitanya.Selanjutnya, Bu Erni menyeka air matanya sesaat setelah melerai pelukan kami. Gegas dia memanggil Mama yang sedang duduk di taman belakang rumah, dekat kolam renang bersama Papa.“Nyonya, Tuan, ada Den Arga,” teriak Bu
Alquran surat An Nisaa ayat 3, Allah berfirman “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”🥀🥀🥀“Sebenarnya ada sesuatu yang aku sembunyikan dari kalian. Bahwa sebenarnya a-aku ... kalau aku sudah menikah lagi, Ma, Pa.”“Apa...?” Mama dan Papa terkejut karena pengakuanku. Mulutnya menganga tak percaya.“Jangan bercanda, Ga,” hardik Papa.“Iya, Ga. Kamu nikah lagi sama siapa?” tanya Mama dengan wajah yang masih terlihat syok.“Namanya Erika, Ma, Pa. Dia suster saat aku ditugaskan di desa terpencil dulu. Istriku itu tinggal di Bandung dengan orang tuanya sekarang,” jelasku dengan wajah menunduk.“Mama enggak habis pikir sama kamu, Ga. Bisa-bisanya kamu
“Kenapa Papa malah membela si Arum, sih?” tanya Mama tak terima.“Lho, memangnya apa yang Papa katakan salah? Sekarang Papa tanya sama Mama kalau misalkan Mama yang dimadu bagaimana? Apa yang dirasakan kalau Papa nikah lagi?” Kata-kata Papa membuat Mama bungkam seketika.Aku yang hanya bisa mendengar pertengkaran Mama dan Papa hanya menunduk dengan rasa bersalah di hati. Segalanya telah kacau. Hidup damai dan bahagia yang kuidam-idamkan sirna sudah.“Maafkan Arga, Pa,” sesalku. “Jangan minta maaf sama Papa. Cari istrimu sampai ketemu. Bagaimanapun akhir rumah tangga kalian. Sebaiknya diselesaikan dengan cara baik-baik. Kalau memang Arum tak ingin lagi bertahan, biarkan dia pergi, Ga. Papa kasihan sama dia, hidupnya sudah menderita, lalu sekarang kamu mau menambahnya dengan sakit yang sama? Bahkan mungkin saja itu lebih menyakitkan.”Benar juga kata Papa. Arum pasti merasa sakit hati mengetahui aku mengkhianatinya, lalu bagaimana caraku agar meminta maaf padanya? Sedangkan keberadaann
Setelah menutup panggilan dari Ibnu, aku termenung di pinggir ranjang, lalu mengusap-usap layar di ponsel. Kubuka galeri, mataku menangkap video cantik Arum. Wajahnya tampak bahagia. Dia tak henti-hentinya tersenyum dengan manis. Saat itu temanku memintanya menjadi model iklan kerudung dari butik miliknya. Mela temanku memang memiliki sebuah butik dan tempat perawatan kecantikan di kota ini. Usahanya sangat sukses. Kebetulan, Arum selalu kusuruh untuk memilih baju dan perawatan di sana. Kupikir memanjakan istri sudah menjadi kewajiban bagi setiap suami. Tak segan-segan aku selalu mengantar istriku serta menunggunya sampai selesai. Ketika suatu hari, brand ambassador usaha Mela tersebut tak bisa datang untuk syuting iklan produk kecantikan dan busana muslimah miliknya. Melihat wajah Arum yang cantik alami, dengan senyum manis yang menawan serta terdapat darah keturunan Arab. Membuat Arum berbeda dengan yang lain. Kulitnya yang putih mulus, mata bulatnya, serta alis yang tebal selalu m
Tiba-tiba terbersit rasa ingin tahu keadaan Arum. Apa dia tidur dengan nyaman? Apa dia bahagia sekarang? Atau mungkin masih selalu merindukanku seperti yang kurasakan saat ini? “Di mana kamu sayang?” gumamku dengan lirih sembari melamunkan Arum.Hingga, beberapa waktu kemudian, tak terasa mataku pun mulai terlelap disaat membayangkan keberadaan Arum istriku.**“Sayang, ini benar kamu?” tanyaku dengan bahagia. Akhirnya istriku itu kutemukan juga. Kudekati dia, mengecup keningnya cukup lama dan mencium bibirnya dalam. Sungguh, aku sangat merindukan Arum sekarang.Arum membalas apa yang kulakukan, kami bertukar napas cukup lama. Mungkinkah dia juga merindukanku?Kami melepaskan tautan di antara kami. Dia melerai pelukanku.“Sayang, Mas kangen. Kenapa kamu pergi tanpa ngasih tahu, Mas.” Kami saling berpandangan cukup lama. Dia tersenyum samar. Wajahnya terlihat sendu.“Mas cinta banget sama kamu. Jangan pergi lagi dari Mas. Kamu sangat berharga,” tuturku membuat dia mendongak semakin me
POV ArumHanya beberapa hari tinggal di Solo, khususnya kampung batik Laweyan ini membuatku merasa sudah betah. Bagaimana tidak, selain warganya ramah, suasana sangat damai serta unik. Terutama, arsitektur bangunan di kampung ini yang menurutku memiliki ciri khasnya tersendiri. Apalagi sejarah tempo dulu tentang pembuatan dan pemasaran batik, membuat kampung ini menjadi salah satu destinasi wisata di kota solo. Kampung ini terletak di sisi selatan Kota Solo, Jawa Tengah, berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo. Kampung Laweyan istimewa bukan semata-mata karena merupakan kampung tua yang eksotis, tapi juga karena menyimpan jejak panjang industri batik di Solo. Pada awal abad ke-20, Kampung Batik Laweyan pernah mengalami masa kejayaan sebagai kampung saudagar batik pribumi. Membuat kota ini terasa istimewa di mataku.Suasana kampung dengan rumah-rumah kuno dan gang-gang jalan yang dibatasi tembok-tembok putih tinggi mendominasi. Termasuk rumah kontrakan yang kutinggali ini persis sepert