Share

Bab 3. Tak Sadar

Author: Nuri Art
last update Huling Na-update: 2022-10-04 14:00:41

“Ibu tidak tahu ada masalah apa dengan rumah tangga kalian. Beberapa hari ini Arum selalu datang ke Panti kalau siang hari. Mungkin saja saat Nak Arga sedang bekerja. Dia mengaku tak izin dulu, membuat Ibu selalu menegurnya. Ibu tahu itu bukanlah sifatnya, bahkan sebelumnya Arum tak pernah ke sini tanpa mengabari Nak Arga dulu. Dia pernah bilang izin suami adalah Ridha Allah. Namun, terus terang ibu sempat khawatir melihat tingkahnya yang tak biasa. Gurat wajahnya menyiratkan akan kesedihan, berkali-kali dia selalu melamun bahkan saat kami sedang mengobrol.”

Benarkah yang dikatakan Bu Rina? Sebenarnya masalah apa yang sedang dihadapi Arum istriku? Setahuku kami tak ada masalah apa pun. Bahkan jika bersamaku ia tak pernah menunjukkan gelagat yang mencurigakan. Tetap menjadi Arum yang seperti biasanya.

Apa aku saja yang kurang peka padanya?

Teringat beberapa hari sebelum aku ke Bandung, dia selalu memberikan perhatian seperti biasa. Tak ada hal yang mencurigakan darinya, bahkan aku ingat Arum semakin memperlakukanku dengan baik melebihi hari biasa. Saat itu kupikir, dia hanya ingin melakukan baktinya sebagai istri.

Namun, ada yang berubah dari istriku itu ketika suatu malam ia memakai dres di atas lutut, menggerai rambutnya yang tercium wangi, serta berdandan dengan memakai riasan yang menurutku cukup tebal seperti Erika. Itu bukan kebiasaan istriku, Arum.

Saat itu aku merasa heran ketika melihatnya, tak seperti biasa ia berdandan berlebihan. Selama ini wajah Arum cukup hanya dipoles dengan riasan yang sangat sederhana. Akan tetapi, tak mengurangi kecantikannya. Namun, tiba-tiba saja malam itu penampilan istriku berubah, hingga malam itu pula aku menegur Arum.

“Sayang, kenapa kamu berpenampilan seperti ini?” tanyaku yang merasa terkejut melihat perubahan darinya.

“Memangnya kenapa, Mas? Apa Mas enggak suka melihatnya? Kukira ... Mas Arga menyukai wanita yang penampilannya seperti ini,” gumamnya dengan suara lirih.

“Bukan seperti itu. Mas hanya enggak suka kamu berpenampilan berlebihan begini. Jadilah dirimu sendiri, Sayang. Mas suka kamu yang seperti sebelumnya.” Ia hanya tersenyum kecil. Entah kenapa setelah itu Arum lebih pendiam dari sebelumnya. Dia tak seceria biasanya hanya diam membisu, bahkan saat percintaan kami pun Arum bergeming dengan pasrah.

Mungkinkah dia kecewa saat itu? Kenapa aku baru sadar sekarang? Apa iya dia marah gara-gara hal kecil semacam itu?

Yang kukatakan benar, bukan? Bahwa memang Arum lebih cocok berpenampilan sederhana. Sesuai dengan kepribadiannya. Aku lebih suka istriku yang seperti itu.

‘Kalau benar Arum marah karena perkataanku, aku harus meminta maaf padanya. Aku menyesal sudah membuatnya sakit hati. Maafkan Mas, Sayang.’

Namun, masalahnya bagaimana aku bisa meminta maaf. Di mana ia sekarang? Bahkan, kabarnya pun aku tak tahu.

“Ya sudah, Bu. Saya pamit dulu kalau begitu. Saya mohon, ibu kasih tahu saya, kalau ada kabar tentang Arum,” ujarku pamit.

“Tentu, Nak, Arga.”

"Ini saya ada rezeki sedikit untuk anak-anak.

Semoga bisa bermanfaat untuk mereka."

Karena tak mendapatkan berita apa pun, aku berpamitan setelah menyerahkan uang di dalam amplop yang sengaja kusiapkan untuk anak-anak panti. Itulah kebiasaan rutin kami, terutama Arum lah yang sering mengingatkan kegiatan amal satu ini. Katanya, siapa tahu dengan do’a dari anak panti yang sudah seperti adiknya itu, membuat kami cepat-cepat dikaruniai keturunan. Sudah dua tahun pernikahan, tapi istriku belum ada tanda-tanda hamil juga.

Meski berkali-kali kami mengecek kondisi kesuburan dan hasilnya baik-baik saja, Arum tetap saja merasa kecewa karena belum juga hamil. Sejujurnya, aku pun sama inginnya dengan dia, tetapi aku tak mau mempersalahkan hal ini di hadapan istriku. Yang pasti kalau sudah saatnya kami juga akan dikaruniai keturunan seperti pasangan yang lain.

Saat hendak menuju tempat parkir, salah seorang anak menghampiri. Masih kuingat, dia Ivan anak Panti ini yang berumur delapan tahun. Aku tahu karena bocah ini sangat dekat dengan Arum. Dia berlari tergopoh-gopoh lalu mendekat dan menyerahkan sesuatu di tangannya. Selembar kertas yang dilipat, saat kubuka dahiku mengernyit melihat isinya. Apa maksudnya tulisan ini?

“Kak, dua hari yang lalu saat Kak Arum ke sini. Dia menjatuhkan kertas ini. Aku tadi mendengar perkataan Kakak dengan Bu Rina. Kumohon, temukan cepat-cepat Kak Arum, Kak,” mohonnya. Dia terlihat berbicara dengan mata yang berkaca-kaca. Begitu berartinya istriku untuk semua orang.

“Iya, Dek. Kakak akan mencari Kak Arum sampai ketemu,” ucapku sambil menyejajarkan tubuh kami. Kuusap rambutnya dengan sayang. Lalu pergi dengan berjuta pertanyaan dalam benak.

Apa maksud kata-kata Arum? Kubuka kembali suratnya. Meneliti siapa tahu ada petunjuk yang lebih lanjut. Namun, aku tak menemukan apa pun.

Haruskah kusewa detektif untuk mencarinya?

Jujur aku sangat mengkhawatirkan istriku. Saat dalam perjalanan untuk kembali ke rumah, suara dering ponselku terdengar. Tercantum nama Erika di sana. Ada apa istri mudaku menghubungi?

“Halo, Ga. Ini Ibu, Erika terjatuh di kamar mandi. Dia pendarahan. Saat ini kami sedang menunggunya yang sedang ditangani dokter. Kamu bisa ke sini, ‘kan?” tanya Ibu mertuaku terdengar lirih. Beliaulah orang tua kandung Erika.

Apa ini? Masalah apa lagi yang terjadi dalam hidupku? Bahkan keberadaan Arum saja belum kutemukan, sekarang ada masalah lagi dengan istri mudaku. Bagaimana ini? Haruskah kutemui Erika di Bandung dan mengabaikan keberadaan Arum?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
PopuJia
Semangat, Kak.
goodnovel comment avatar
Fitriyani Puji
makanya jadi org jngn bnyak tinkah istri baik di dua kan itu karma moga erika keguguran dan rahim nya di angkt
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Sesal (Alasan Menghilangnya Istriku)   Bab 143

    Arum“Papi!!”Seketika wajah Zara berbinar, gadis kecil itu pun berlari ke arah Mas Arga yang berdiri di depan pintu. Perlahan tanganku menutup mulut, berharap Zara kembali melakukan kesalahan seperti dulu di pemakaman.Tapi ternyata prediksiku salah kali ini, gadis itu tidak berhenti apalagi berbalik. Zara jatuh ke dalam pelukan Mas Arga. Pria itu pun mengangkat tubuh anakku ke dalam pelukannya. Sementara sebelah tangannya menggenggam sesuatu, aku yakin itu hadiah. Aku merekam kejadian ini dengan banyak pertanyaan. Keduanya tidak terlihat canggung dalam berinteraksi. Bahkan saat Mas Arga berjalan mendekatiku dengan menggendong anakku, mulutku masih terbuka. Entah apa yang harus kuucapkan.“Sekarang Papi Arga sudah datang dan aku mau tiup lilinnya.” Zara meminta turun dari pangkuan Mas Arga lalu gadis kecil itu pun mendekati kue ulang tahunnya. Mas Arga pun ikut mendekat, sesekali ia mengarahkan pandangannya padaku. Tatapannya terasa teduh sekaligus terlihat aneh di mataku.Tanpa perm

  • Sesal (Alasan Menghilangnya Istriku)   Bab 142

    ArumSekarang bibirku terbuka lebar saat pria itu berkata sambil berjongkok lalu merentangkan tangannya.“Stop Zara! Itu bukan .... “ Kalimatku kembali terhenti ketika melihat pria itu menempelkan telunjuk di bibirnya.Membiarkan anak itu berjalan tergesa-gesa mendekati pria yang tak lain adalah Mas Arga.Aku menahan napas ketika beberapa langkah lagi anak itu sampai di hadapan Mas Arga. Sementara pria yang masih berjongkok dengan merentangkan tangannya itu tersenyum sambil menatap ke arah Zara.Mataku kembali membola ketika Zara menghentikan langkahnya kala jarak mereka sudah sangat dekat. Gadis kecilku itu kemudian berbalik dan berlari menuju ke arahku. Lalu pelukannya mendarat di tubuh bagian bawahku.“Bukan Papi,” bisiknya dengan suara bergetar, hampir tidak terdengar. Aku pun berjongkok lalu memeluk tubuh kecilnya.“Iya, Sayang. Papi ‘kan sudah tidur di dalam sana.” Kuusap kepalanya lembut.“Zara pengen ketemu Papi.” Tangis gadis kecilku kemudian pecah. Aku pun tidak bisa menahan

  • Sesal (Alasan Menghilangnya Istriku)   Bab 141

    ArumKakiku tak bisa bergerak, seakan terpatri pada tanah basah yang kupijak. Gundukan di hadapanku ini sudah bertabur bunga dan di dalamnya jasad suamiku terbaring dengan tenangnya.Setelah koma selama 3 hari, Rajendra benar-benar pergi untuk selamanya. Aku yang tidak tahu tentang penyakitnya selama ini, merasa sangat kehilangan. Bagiku kepergiannya ini begitu tiba-tiba. Kakek sudah mengajakku pulang beberapa kali. Tetapi aku enggan beranjak. Tak ingin jauh dari suamiku. Laki-laki yang sudah memporak-porandakan kehidupanku, tetapi dia juga yang sudah mengisi kisah-kisah manis selama beberapa tahun ini. Ingatanku terbang ke ingatan beberapa tahun lalu. Kilasan demi kilasan kenangan saat bersamanya yang terekam diputar layaknya sebuah film. “Rum, rasanya aku ingin terus mendampingi kalian lebih lama lagi. Mengisi hidupku berdua bersamamu sampai hari tua, melihat tumbuh kembang Zara sampai dewasa. Hingga dia bisa mengejar cita-cita dan memilih jodohnya sendiri. Bisakah aku melihat cuc

  • Sesal (Alasan Menghilangnya Istriku)   Bab 140

    ArumLima tahun kemudian“Mami, kenapa Papi lama sekali?”Untuk ke sekian kalinya terdengar rengekan dari bibir mungil milik Zara. Gadis kecil yang bernama lengkap Lamia Nadia Zara ini, hari ini genap berusia 5 tahun. Pesta ulang tahun yang diadakan secara sederhana di kediaman kami tengah berlangsung. Gadis kecilku tidak mau meniup lilin sebelum Papinya datang.Tiga hari yang lalu, ketika Rajendra berpamitan untuk urusan ke luar kota. Dia memang tidak berjanji untuk hadir di acara ulang tahun ini.“Papi usahakan datang, tapi enggak janji, ya. Kalau Papi terlambat datang, Zara tiup lilinnya sama Mami saja. Okey?”Saat itu Zara mengangguk, meskipun ada raut kecewa mendengar ucapan Papinya. Aku sendiri ingin bertanya banyak, sebab akhir-akhir ini Rajendra terlihat kurang bersemangat. Berat badannya pun menurun. Saat kuminta untuk periksa, Rajendra bilang dirinya hanya kecapean dan butuh istirahat. “Aku baik-baik saja, tidak ada keluhan apa pun. Kamu jangan khawatir. Tentang berat badan

  • Sesal (Alasan Menghilangnya Istriku)   Bab 139

    Asap semakin memenuhi ruangan, bahkan kini warnanya tak lagi putih. Agak hitam dan membuatku sesak. Aku yang semula akan berjalan menghampiri pintu, mengurungkan niat karena semakin dekat ke pintu, pandangan semakin kabur dan aku semakin tidak nyaman.Akhirnya aku berjalan ke arah balkon, di mana bisa mendapatkan udara yang lebih bersih. Dari atas sini, aku mendengar dengan jelas teriakan Mang Kurdi dan istrinya. Benar saja, ternyata di bawah terjadi kebakaran. Begitu menyadari hal itu, aku semakin panik. Tidak mungkin kalau turun melalui pintu dan tangga sebab asap berasal dari sana. Untuk meloncat dari balkon kamar lantai dua ini pun sangat tidak mungkin.Badanku bergetar hebat, aku merasa kematian sudah di depan mata.Aku mendekati pagar yang berada di balkon dan mendongak. Tak terlihat satu orang pun di halaman depan. Villa ini memang terletak agak terpencil dari bangunan-bangunan lainnya. “Tolong ... tolong “Aku berteriak sekuat tenaga, sementara asap semakin bergerak cepat

  • Sesal (Alasan Menghilangnya Istriku)   Bab 138

    Tujuh hari sudah aku bolak-balik ke rumah sakit. Sebenarnya capek, tapi mau bagaimana lagi. Aku tidak bisa berdiam diri di rumah, sementara suamiku terbaring di ranjang pasien. Mengenai perasaanku, memang belum sepenuhnya memaafkan Rajendra. Meskipun setiap hari pria itu berusaha menunjukkan perasaan sayangnya padaku. Tapi setiap kali aku mengingat kejadian itu, hatiku kembali diliputi rasa tidak nyaman.Luka di wajahnya sudah mengering, hanya saja retakan di bagian tulang lengannya yang membuat dokter belum mempersilakan pulang.Rajendra sendiri tampaknya sudah bosan berada di rumah sakit. Oleh sebab itu ia, tak hentinya meminta dokter supaya mengizinkannya pulang. Hari ini aku tidak bisa menemuinya ke rumah sakit. Mungkin karena selama beberapa hari ini aku bolak-balik ke sana, badanku sudah memberikan sinyal, bahwa aku sesungguhnya kecapean.“Tidak apa-apa, Rum. Kamu istirahat saja di rumah. Bukankah kemarin juga sudah aku katakan. Supaya kamu tidak setiap hari pergi ke sini.”

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status