Share

Bab 6. Ternyata bukan Mimpi

Author: Livyloly
last update Last Updated: 2025-05-09 17:31:42

Rigel merasa gelisah. Beberapa hari ini, ada perubahan yang terasa sangat jelas pada Althea. Istrinya itu, yang selama ini selalu tampak tenang dan perhatian, kini tampak jauh dan terhindar. Ada sebuah jarak yang tak bisa dijelaskan, sebuah ketegangan yang belum pernah ada sebelumnya. Rigel mulai berpikir, apakah sikapnya yang menyebabkan ini? Apa yang telah ia lakukan untuk membuat Althea begitu menjauh?

Apakah Althea tahu? Apakah dia mulai curiga terhadapnya? Rigel merasakan hati yang semakin berat dengan setiap detik yang berlalu, semakin terperangkap dalam pikirannya. Dia merasa seperti seorang lelaki yang tak tahu harus berbuat apa, dengan perasaan malu yang menyesakkan dadanya. Betapa buruknya jika Althea sampai mengetahui hal yang telah terjadi. Namun, meski rasa bersalah itu datang, ada sesuatu yang tak bisa dia pungkiri. Hanya dekat dengan Althea, hanya dengan menyentuhnya, hatinya bisa merasa sedikit lebih tenang. Althea adalah satu-satunya yang bisa membuatnya merasa hidup kembali, bahkan dengan cara yang tidak bisa ia jelaskan.

Ketika Marco, asisten setianya, datang dan mengingatkannya, ia terkejut sejenak. "Sudah waktunya pulang, Boss. Mobil sudah siap," ujar Marco dengan nada yang sedikit tegas, membuyarkan lamunan Rigel.

Rigel menatapnya, tidak bisa memutuskan. Ia ingin pulang, ingin kembali ke Althea, tapi hatinya penuh keraguan. "Aku rasa aku masih perlu waktu," jawab Rigel, berusaha menghindari ketegangan yang menggerogoti dirinya.

Marco menatapnya dengan cemas. "Kau sudah menunda cukup lama, Boss. Kau tahu aku tidak bisa menunggu lebih lama," katanya, jelas frustrasi.

Rigel hanya mengangguk, merasakan rasa bersalah karena tidak bisa segera pulang. "Kau duluan, aku akan pulang sendiri nanti," jawabnya.

Tanpa berkata banyak lagi, Marco meninggalkan Rigel, yang kini kembali terperangkap dalam pergolakan batin. Ia menunggu lebih lama, menghabiskan waktu yang terasa seperti berjam-jam. Setiap detik terasa semakin berat, hingga akhirnya ia memutuskan untuk pulang juga.

Di rumah, langkahnya terasa pelan, hati berdebar. Rigel berusaha tidak membuat suara agar Althea tidak terbangun. Kamar mereka yang sepi terasa begitu sunyi, hanya ada suara napasnya yang terdengar di kegelapan malam. Ketika ia mendekati tempat tidur, Althea terlihat tertidur dengan tenang. Namun, ketenangannya tidak membuat Rigel merasa lega. Justru sebaliknya, ia merasa ada sesuatu yang tak beres.

Dia perlahan menyentuh wajah Althea, memeriksa apakah istrinya benar-benar tidur atau hanya berpura-pura. Begitu lembut, dengan hati-hati agar tidak mengganggu. Tak ada reaksi. Althea benar-benar tertidur, dan untuk sesaat, Rigel merasa ada sesuatu yang hangat mengalir dalam dirinya.

Namun, saat itu pula, Althea membuka matanya perlahan. Mata mereka bertemu dalam keheningan yang canggung, dan seketika suasana menjadi berbeda. Ada ketegangan di udara, seperti angin yang berhembus kencang di antara mereka. Rigel tersentak, tak tahu harus berbuat apa.

"Jadi selama ini itu bukan mimpi?" Althea bertanya, suaranya terdengar tenang, namun ada nada yang berat. "Kau melakukan ini padaku berkali-kali?"

Rigel terdiam. Kata-kata itu seperti petir yang menyambar. Sungguh, dia tidak tahu apa yang harus dijawab. Semua perasaan campur aduk dalam dirinya. Keinginan untuk mendekat, namun ada rasa bersalah yang menahan setiap gerakannya.

Namun, tanpa kata-kata lebih lanjut, Althea menariknya mendekat, dan ciuman pertama mereka terjadi. Awalnya, itu terasa canggung, tetapi ada sesuatu yang tak terungkapkan dalam ciuman itu, sebuah pengakuan yang tak pernah diucapkan. Perlahan, Rigel merasakan kelembutan bibir Althea, dan ketegangan yang sebelumnya melingkupi mereka berdua mulai mencair.

Mereka tetap diam, berbicara hanya dengan sentuhan, dengan tatapan yang begitu dalam. Mungkin tak ada kata-kata yang perlu diucapkan lagi. Dalam keheningan itu, Rigel merasakan bahwa ada banyak hal yang bisa mereka lakukan tanpa harus mengatakannya. Hanya dengan berada dekat, hanya dengan berbagi keheningan, mereka bisa mengerti satu sama lain. Hanya dengan sentuhan dan tatapan penuh gairah.

Tubuh mereka lebih jujur dari pada mulut mereka, ritme mereka begitu pas, seolah ini bukan yang pertama kali bagi mereka.

"Ah .." desahan Althea, terdengar merdu di telinga Rigel.

Rigel memulainya dengan kelembutan, seolah takut merusak keheningan yang menggantung di antara mereka. Tapi seiring waktu, hasrat yang membara di dadanya tak bisa lagi dibendung. Ia seperti nyala api yang menemukan bahan bakarnya, menyala semakin besar dalam setiap gerakan.

Althea terasa begitu hangat dan memikat dalam pelukannya, membuatnya kehilangan kendali sedikit demi sedikit. Ia ingin mendengar suara perempuan itu, desahannya yang jujur, seperti nyanyian malam yang membius.

“Panggil namaku,” bisiknya, serak dan penuh gejolak di dekat telinga Althea.

"Rigel... Rigel..." lirihnya, menggema di ruang itu, membuat darahnya mendidih.

Suara itu—gemetar, lembut namun menyala—adalah nada yang menyesatkan sekaligus menenangkan. Ia tak tahan untuk tidak menyentuhnya lebih dalam, menjelajah dan menyatu, seolah tubuh mereka adalah puisi yang belum selesai.

“Kau menikmatinya?” tanyanya, suaranya parau saat bibirnya melayang di atas kulitnya. Ia mengecup dengan penuh hormat, bukan sekadar nafsu, tapi keinginan untuk dikenang dalam setiap detik.

"Rigel..." desis Althea pelan, jemarinya terulur dan menggenggam rambut suaminya, menarik lembut hingga wajah Rigel mendongak, mata mereka saling bertemu dalam pandangan yang pekat oleh emosi.

"Aku suka..." ucapnya lirih, namun cukup jelas untuk membuat dada Rigel bergetar.

Ada sorot tak terdefinisikan di mata Althea, antara takjub, ragu, dan menyerah. Wajahnya memerah, napasnya pendek-pendek, dan untuk Rigel, itu adalah gambaran paling indah yang pernah ia lihat.

Malam itu menjadi milik mereka sepenuhnya. Hasrat yang selama ini hanya menjadi bayangan diam-diam kini mewujud nyata. Rigel seperti singa kelaparan yang akhirnya menemukan mangsanya, dan Althea—meski tampak rapuh—menyambutnya tanpa perlawanan. Bukan karena pasrah, tapi karena hati mereka akhirnya bertemu di satu titik yang tak bisa dijelaskan dengan kata.

Mereka larut dalam ritme yang hanya bisa dipahami oleh dua hati yang sama-sama kehilangan arah, namun kini saling menemukan dalam cara tak terduga .

Tubuh mereka menyatu, seolah tak ingin lagi terpisah. Tak hanya sekadar persatuan raga, tapi juga pertemuan emosi, pengakuan yang terpendam diantaranya

Usai semua itu, keheningan menggantung di kamar. Napas mereka masih tak beraturan, namun dunia terasa seperti melambat. Dalam satu tahun pernikahan yang dingin dan canggung, malam itu menjadi titik balik yang tak terelakkan.

Rigel menoleh, memandangi wajah Althea. Perempuan itu menatap kosong ke langit-langit, seperti tak yakin dengan apa yang baru saja terjadi. Begitu pun dirinya. Ada seribu kata di dalam kepala, tapi semuanya tertahan di ujung lidah.

Apakah berlebihan jika ia memeluknya? Apakah Althea akan menganggapnya terlalu cepat, terlalu intens? Tapi membiarkannya sendiri setelah kedekatan sedalam itu juga bukan sesuatu yang bisa diterima hatinya.

Dia adalah istrinya. Bukan wanita asing yang bisa Rigel tinggalkan begitu saja setelah malam penuh gairah. Althea bukan seperti gadis-gadis yang pernah hadir dalam hidupnya. Dia terlalu berharga.

Maka perlahan, Rigel mengulurkan tangan dan menarik Althea ke dalam pelukannya. Ia merasa tubuh wanita itu sedikit menegang, mungkin kaget, mungkin bingung. Tapi tidak ada penolakan. Itu sudah cukup baginya.

"Selamat tidur... Althea," bisiknya lembut di dekat telinga istrinya.

"Selamat tidur, Rigel..." balas Althea, suaranya nyaris seperti embusan angin malam, tenang dan menyentuh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
jenjen
bisa-bisanya yak di kira mimpi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 8. Malam panas

    Althea tidak bisa tidur malam itu. Tubuhnya terasa panas, seolah ia terperangkap dalam ruang sempit yang pengap. Jantungnya berdebar, pikirannya penuh dengan rasa khawatir dan ketakutan yang tidak jelas bentuknya. Ia merasa tubuhnya terjaga, terlalu siaga, dan napasnya pendek-pendek.Di belakangnya, Rigel juga tampak gelisah. Ia bisa merasakan gerakan samar dari lelaki itu. Tentu saja, mereka tidak bisa tidur seperti biasa. Hubungan mereka telah berubah, dan perubahan itu menjauhkan mereka dari garis awal yang dulu sempat mereka sepakati.Namun yang membuat Althea benar-benar tidak habis pikir adalah cara pikir Rigel yang begitu paradoks. Lelaki itu bisa bicara dengan nada penuh ketegasan, membangun batas seolah semua terkendali, tetapi kemudian meluluhkan batas itu sendiri dalam tindakan yang membuat Althea limbung. Apa maksud dari kata-katanya semalam? Bahwa ia bisa menjadi apa pun yang Althea butuhkan—sebagai suami, teman, atau sesuatu yang lebih dalam?Wajah Althea memanas saat me

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 7. Anggap semua tidak terjadi.

    Pagi datang perlahan, membawa cahaya lembut yang menyusup lewat celah tirai. Udara kamar masih terasa hangat, sisa dari malam yang begitu intens—malam yang mengguncang batas dan memecah dinding yang selama ini berdiri kokoh di antara mereka.Rigel terbangun lebih dulu. Ia membuka matanya perlahan, menatap langit-langit kamar tanpa benar-benar melihat apa pun. Masih ada detak di dadanya, bukan karena kelelahan, tapi karena kebingungan yang menghantui sejak malam itu berakhir. Ia menoleh ke samping.Althea masih tertidur. Wajahnya tenang, nafasnya teratur. Namun ketenangan itu justru membuat Rigel semakin tak pasti. Ia menatapnya lama, mencoba menebak apa yang akan terjadi setelah ini. Tapi pikirannya seperti labirin—penuh jalan buntu.Tak lama, Althea mulai bergerak. Tubuhnya menggeliat pelan sebelum akhirnya matanya membuka, perlahan seperti enggan. Tatapan mereka bertemu.Diam.Sejenak, waktu seperti berhenti.“Pagi,” ucap Althea akhirnya. Suaranya pelan, serak, namun datar. Tidak pe

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 6. Ternyata bukan Mimpi

    Rigel merasa gelisah. Beberapa hari ini, ada perubahan yang terasa sangat jelas pada Althea. Istrinya itu, yang selama ini selalu tampak tenang dan perhatian, kini tampak jauh dan terhindar. Ada sebuah jarak yang tak bisa dijelaskan, sebuah ketegangan yang belum pernah ada sebelumnya. Rigel mulai berpikir, apakah sikapnya yang menyebabkan ini? Apa yang telah ia lakukan untuk membuat Althea begitu menjauh? Apakah Althea tahu? Apakah dia mulai curiga terhadapnya? Rigel merasakan hati yang semakin berat dengan setiap detik yang berlalu, semakin terperangkap dalam pikirannya. Dia merasa seperti seorang lelaki yang tak tahu harus berbuat apa, dengan perasaan malu yang menyesakkan dadanya. Betapa buruknya jika Althea sampai mengetahui hal yang telah terjadi. Namun, meski rasa bersalah itu datang, ada sesuatu yang tak bisa dia pungkiri. Hanya dekat dengan Althea, hanya dengan menyentuhnya, hatinya bisa merasa sedikit lebih tenang. Althea adalah satu-satunya yang bisa membuatnya merasa hidu

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 5. Jadilah Dirimu Sendiri

    Malam itu, untuk pertama kalinya Rigel menyadari bahwa istrinya bukanlah sosok yang tenang dan patuh seperti yang selama ini ia bayangkan. Althea, perempuan yang telah menjadi istrinya selama satu tahun, ternyata memiliki lidah tajam dan keberanian yang mengejutkan. Nada bicaranya membara, penuh semangat—berbeda jauh dari ekspresi datar dan senyuman kaku yang biasa ia tampilkan.Selama satu tahun, Althea menyembunyikan dirinya dengan sangat baik. Rigel sempat mengira ia adalah tipe wanita penurut, yang akan menjalani hidup pernikahan tanpa banyak suara, mengikuti alur seperti air. Tapi malam ini segalanya berubah. Dan yang paling mencengangkan adalah, Rigel tidak merasa kesal. Justru sebaliknya, ia menikmati momen itu. Mendengar Althea berbicara panjang lebar memicu gairahnya, seolah-olah sisi lain dari wanita itu adalah teka-teki yang ingin ia pecahkan.“Apakah ini hanya karena masa birahiku?” pikir Rigel. Sentuhan yang sempat ia lakukan pada tubuh Althea beberapa malam lalu terus be

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 4. Sikap Althea

    Althea merasa sesak. Setiap kali ia berada di rumah ini, dadanya seperti terhimpit sesuatu yang tak terlihat, mencekik perlahan namun pasti. Tatapan mata Ibu Rigel tak pernah memancarkan kehangatan. Tak ada satu pun isyarat penerimaan dalam setiap lirikan matanya. Althea tahu, sejak awal wanita itu tidak pernah menginginkannya menjadi bagian dari keluarga ini.Ia menyadari, dirinya dan keluarga ini berasal dari dua dunia yang berbeda. Gaya hidup mereka, cara berpikir mereka—semuanya tak sejalan. Seperti air dan minyak yang dipaksa bersatu namun tak pernah benar-benar bisa menyatu.“Bagaimana kabarmu, Althea?” tanya Will, ayah mertuanya, dengan senyum yang tulus.Althea mengangguk pelan dan menjawab, “Aku baik.”Di antara seluruh anggota keluarga, hanya Will yang mampu bersikap ramah dan tulus padanya. Lelaki itu memperlakukannya seperti anak sendiri, penuh perhatian dan tanpa menghakimi.“Jagalah Althea dengan baik, Rigel. Ajak dia jalan-jalan. Jangan kau terus-terusan larut dalam pek

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 3. Sentuhan Rahasia

    Pagi harinya, Rigel merasa sedikit lebih baik, meskipun semalam dia belum cukup puas menyentuh Althea. Tapi tidak masalah, setidaknya bisa sedikit mengurangi efek periodenya. namun, perasaan canggung terus mengikutinya. Ketika Althea mengeluh tentang rasa sakit di tubuhnya, Rigel merasa semakin gelisah. Ada perasaan bersalah yang muncul, tetapi dia berusaha berpura-pura seperti biasa, tidak ingin Althea tahu apa yang sebenarnya terjadi malam tadi. Jika tidak bagaimana dia akan menghadapi wanita itu kedepannya.Dia yang pertama mendirikan tembok pembatas setinggi gunung dalam hubungan ini. Tapi dia juga yang pertama melewati batas, bahkan bersikap tercela dengan menyentuh istrinya diam-diam seperti penjahat cabul.Althea sendiri tampak tidak peduli dengan sikapnya, seakan jarak yang semakin lebar di antara mereka bukanlah masalah bagi wanita itu. Althea tidak pernah menuntut apapun, wanita itu benar-benar berada pada batasannya.Mereka berbicara seperti biasanya, namun Rigel tidak bisa

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 2. Rahasia Rigel

    Rigel menyandarkan tubuhnya di kursi kerja, menekan pelipisnya yang berdenyut hebat. Pekerjaan yang menumpuk di hadapannya terasa kabur dan membingungkan. Pandangannya mulai mengabur, tubuhnya terasa panas, dan napasnya berat. Dia tahu betul apa yang sedang terjadi. Periode itu datang lagi-fase yang selalu datang satu bulan sekali, membuat tubuh dan pikirannya dikuasai oleh hasrat liar yang sulit dijelaskan.Dia bukan anak kecil lagi. Lelaki berusia dua puluh sembilan tahun itu sadar betul bahwa tubuhnya berbeda dari pria biasa. Ada sesuatu yang tidak bisa ia kendalikan, dan selama ini, dia hanya bisa meredakannya dengan cara-cara yang tidak pantas disebutkan dalam lingkaran terhormat. Dulu, sebelum menikah, dia bisa dengan bebas melampiaskan semuanya. Pesta-pesta topeng, wanita-wanita asing tanpa nama-semuanya bebas dia cicipi, tanpa ikatan, tanpa beban.Namun sekarang dia adalah suami. Suami dari Althea."Marco, siapkan mobil. Aku pulang sekarang," ujarnya pelan namun tegas.Marco,

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 1 pernikahan tanpa cinta

    Althea merapikan dirinya, lalu beranjak menuju ruang pakaian untuk menyiapkan pakaian kerja sang suami.Suami yang dinikahinya satu tahun lalu-Rigel Lester.Lelaki tampan dan tak bercela. Kekayaan serta kekuasaan yang dimilikinya menjadikannya sosok yang ditakuti di industri ini.Ya, dia adalah suaminya-pria sempurna untuk wanita seperti Althea, yang bahkan tak bisa dibandingkan dengan lelaki itu. Bahkan setelah setahun menikah, Althea tak pernah merasa benar-benar dianggap sebagai istri. Tatapan dan kata-kata Rigel selalu disertai jarak. Dingin. Formal.Rigel Lester.Nama itu bahkan tak pernah Althea ucapkan, begitu pula namanya yang tak pernah keluar dari mulut lelaki itu.Mereka berada dalam kamar yang sama, namun tak ubahnya dua orang asing yang hidup bersama."Aku sudah siapkan pakaianmu. Lihat, dan jika ada yang tidak kau su-""Tidak ada. Pergilah," potong Rigel.Althea tak terkejut. Ucapan itu sudah seperti naskah hafalan mereka. Percakapan yang terjadi setiap hari seolah hanya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status