Share

Bab 5. Jadilah Dirimu Sendiri

Penulis: Livyloly
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-09 16:45:58

Malam itu, untuk pertama kalinya Rigel menyadari bahwa istrinya bukanlah sosok yang tenang dan patuh seperti yang selama ini ia bayangkan. Althea, perempuan yang telah menjadi istrinya selama satu tahun, ternyata memiliki lidah tajam dan keberanian yang mengejutkan. Nada bicaranya membara, penuh semangat—berbeda jauh dari ekspresi datar dan senyuman kaku yang biasa ia tampilkan.

Selama satu tahun, Althea menyembunyikan dirinya dengan sangat baik. Rigel sempat mengira ia adalah tipe wanita penurut, yang akan menjalani hidup pernikahan tanpa banyak suara, mengikuti alur seperti air. Tapi malam ini segalanya berubah. Dan yang paling mencengangkan adalah, Rigel tidak merasa kesal. Justru sebaliknya, ia menikmati momen itu. Mendengar Althea berbicara panjang lebar memicu gairahnya, seolah-olah sisi lain dari wanita itu adalah teka-teki yang ingin ia pecahkan.

“Apakah ini hanya karena masa birahiku?” pikir Rigel. Sentuhan yang sempat ia lakukan pada tubuh Althea beberapa malam lalu terus berputar dalam kepalanya. Ia merasa seolah sedang terbakar, terangsang bukan hanya oleh fisiknya, tetapi oleh kepribadian Althea yang mulai menunjukkan diri.

Selama ini ia mengira Althea hanyalah ‘template’ dari wanita baik-baik: diam, lembut, dan sedikit membosankan. Tapi kini, ia melihat api di dalam diri wanita itu. Api yang selama ini ditekan. Dan ketika api itu mulai menyala, Rigel merasa tertarik. Sangat tertarik.

Senyuman tipis muncul di wajahnya ketika Althea membalas kata-katanya dengan ketus. Ekspresinya yang kesal justru terlihat manis. Wajahnya yang biasanya kaku kini hidup, matanya bercahaya, auranya berubah. Untuk pertama kalinya, Rigel merasa bahwa Althea benar-benar hadir dalam hidupnya—bukan hanya sebagai istri secara hukum, tetapi sebagai sosok nyata yang berani menyuarakan isi hatinya.

“Aku benar-benar terjebak dalam permainanku sendiri,” batinnya. Dulu ia mengira Althea mungkin hanya akan menjadi pelampiasan nafsu, pengisi kekosongan akibat perjanjian pernikahan yang membosankan. Tapi semakin hari, perasaan itu berubah. Ia ingin tahu lebih banyak. Ia ingin menggali siapa sebenarnya Althea.

Sesampainya di rumah, Althea kembali menjadi sosok yang tenang. Ia masuk ke kamar mandi tanpa banyak bicara, dan Rigel, entah kenapa, menunggu dengan bodohnya. Ia bahkan berharap Althea lupa membawa jubah mandi—pikiran yang membuatnya tertawa kecil pada diri sendiri karena terdengar begitu mesum.

Ketika Althea keluar, ia tidak menatap Rigel dan langsung merebahkan diri di ranjang. Seperti biasa, ia memunggungi suaminya. Tapi kali ini, entah kenapa, Rigel tidak suka dengan pemandangan itu.

“Kau masih marah?” tanyanya pelan.

“Aku tidak marah,” jawab Althea setelah beberapa saat hening.

“Aku rasa kau marah... atau membenciku,” lanjut Rigel dengan jujur. Sebenarnya sedikit ragu untuk mengatakan hal itu.

Althea tak segera merespon, tapi akhirnya ia duduk dan berbalik, menatap suaminya di dalam ruangan yang kini hanya diterangi cahaya lampu tidur yang temaram. Suasana ini cukup intens mereka tidak pernah begitu niat dalam berkomunikasi sebelumnya.

“Aku tidak punya alasan untuk membencimu,” ucapnya datar. “Kita tidak dekat. Kita tidak akrab. Kita asing satu sama lain. Lalu, apa gunanya membenci orang asing?”

Ucapan itu menusuk Rigel lebih dari yang ia harapkan. Memang benar, mereka tidak pernah membangun kedekatan. Tapi dalam pikirannya, mereka tidak seasing itu. Apalagi, Rigel telah menyentuh tubuh Althea di malam-malam yang sepi, ketika wanita itu terlelap tanpa sadar. Faktanya dia begitu mengenal seluk beluk tubuh Althea.

“Hmm... ada benarnya,” gumamnya sambil mengangguk pelan. Lebih seperti rasa malu atas jawaban tajam wanita itu.

“Aku tahu sikapku malam ini mengejutkanmu,” ujar Althea. “Aku tidak akan mengulanginya.”

“Kau boleh jadi dirimu sendiri, Althea,” sahut Rigel. “Aku tidak tahu berapa lama kita akan seperti ini. Bisa jadi seumur hidup. Jangan habiskan hidupmu hanya untuk berpura-pura.”

Althea terdiam sejenak. Tatapannya tajam, mencoba mencari kebenaran di balik kata-kata Rigel. Lalu ia bertanya, “Kau tidak kesal?”

“Aku justru lebih kesal melihat ekspresi dan kalimat template-mu,” jawab Rigel, membuat senyuman merekah di wajah Althea.

Senyuman itu bukan sembarang senyuman. Senyuman itu indah dan hidup. Ada getaran dalam dada Rigel saat melihatnya.

“Kalau begitu, aku akan melakukannya. Jangan tarik kata-katamu,” sahut Althea sambil kembali berbaring.

“Selamat tidur, Rigel...” katanya pelan.

Rigel tertegun. Itu pertama kalinya Althea menyebut namanya. Ada sensasi aneh, ringan dan menggoda. Seperti mabuk yang mengendap manis di ujung lidah.

Beberapa saat kemudian, suara napas Althea terdengar teratur. Rigel memastikan bahwa istrinya benar-benar tertidur. Dan malam itu, ia kembali menyentuhnya. Jari-jarinya menjelajahi lekuk tubuh Althea dengan lembut. Ia mencumbunya tanpa membangunkannya, menahan diri agar tak meninggalkan jejak.

Ia merasakan kelembapan di antara paha Althea. Jantungnya berdetak cepat. Ia nyaris kehilangan kontrol. Tapi akhirnya, ketika gairahnya mencapai puncak, ia segera bangkit dan masuk ke kamar mandi.

Saat kembali ke kamar, ia melihat tubuh Althea masih sedikit terbuka akibat ulahnya sendiri. Ia menatap wanita itu dengan rasa bersalah bercampur puas. Lalu perlahan, ia menarik selimut dan menyelimuti tubuh Althea.

“Sial,” gumamnya, “aku suami paling bajingan.”

Ia mencium kening wanita itu—pertama kalinya ia melakukannya dengan tulus. Entah karena rasa bersalah, atau karena perasaan yang perlahan tumbuh dalam hatinya. Tapi yang jelas, ia ingin Althea tetap ada dalam jangkauannya.

---

Pagi itu Rigel bangun lebih awal. Ia melangkah pelan, berusaha tidak membangunkan Althea. Tapi wanita itu menggeliat manja seperti ulat kecil yang lucu, dan kemudian membuka matanya.

Tatapan mereka bertemu.

“Selamat pagi,” ucap Althea, tersenyum.

“Selamat pagi,” jawab Rigel, jantungnya berdebar tak menentu.

Pagi ini sangat berbeda, atmosfer terasa lebih baik dari sebelumnya. Mereka berdua terlihat lebih manusiawi bahkan jika itu hanya karena sapaan kecil di pagi hari.

Setelah mandi, Rigel keluar dari kamar mandi dan melihat Althea tampak gelisah. Gerak-geriknya canggung, seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

“Kau sakit?” tanyanya.

“Tidak,” jawab Althea cepat, menghindari tatapan Rigel dan langsung masuk ke kamar mandi.

Rigel memandangi pintu kamar mandi yang tertutup. Sesuatu terasa janggal. Apakah Althea mulai menyadari perbuatannya semalam? Atau... apakah wanita itu hanya sedang merasa malu? Tapi malu untuk apa?

Pikirannya kembali mengembara, dan untuk pertama kalinya, Rigel merasa tidak lagi memahami arah hubungan ini. Apakah pernikahan ini akan jadi pernikahan nyata atau mereka berdua hanya terjebak dalam kebingungan sesaat

Tapi satu hal yang pasti kini bagi Rigel Althea bukan wanita biasa. Dan Rigel tahu, ia sudah terlalu jauh terjerat untuk bisa berpaling. Wanita itu sudah memicu rasa penasarannya. Seolah meminta Rigel untuk menemukan satu demi satu keunikan yang Althea miliki.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 23

    Langkah Althea membawanya ke jalan kecil di sisi taman, tak jauh dari restoran. Pepohonan rindang menaungi trotoar sempit yang sepi di siang hari. Angin berembus pelan, menggoyang dedaunan dan membawa aroma bunga-bunga liar yang bermekaran. Tapi tidak ada yang bisa menenangkan hatinya.Ia duduk di bangku kayu tua, kepalanya tertunduk, bahunya gemetar pelan.Tangis itu tidak meledak. Ia menangis dalam diam, seperti selalu.Air matanya mengalir melewati pipi yang masih terasa perih. Bukan hanya dari tamparan Vivian, tapi dari luka yang jauh lebih dalam. Luka karena merasa tak pernah cukup. Tak pernah dihargai.“Apa salahku?” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar oleh angin.Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangan. “Aku tidak pernah minta menjadi bagian dari mereka... Aku tidak pernah ingin apa-apa dari Rigel. Aku hanya ingin... dihargai. Dilihat.”Sesal menyesaki dadanya. Marah. Lelah. Perasaan-perasaan yang tak bisa ia ucapkan

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   bab 22

    Rigel membawa Althea masuk ke kamar dengan langkah pasti. Ia menutup pintu perlahan, lalu menatap wajah Althea yang masih terlihat letih, namun senyumnya hadir bagai bisikan yang memanggil hasrat terdalamnya. Perlahan, ia menunduk dan mencium kening Althea, lalu turun ke pipi, hingga akhirnya bibir mereka bersentuhan."Kau lelah, tapi tetap saja... menggoda seperti ini," gumam Rigel, suaranya serak.Althea tersenyum lemah. "Kau terlalu banyak bicara."Rigel tertawa pelan dan membalasnya dengan mencium lembut bibirnya, lebih lama kali ini. Tangannya melingkari pinggang Althea, mendekapnya erat, seolah tak ingin membiarkan dunia menyentuhnya lagi. Ciumannya berubah semakin dalam, dan tubuh Althea melunak dalam pelukannya."Kau tahu? Saat kau menatapku dengan mata yang lelah itu, jantungku berdetak lebih keras," bisik Rigel, matanya menelusuri setiap garis wajah Althea."Kau suka wanita lelah, ya?" goda Althea, membiarkan jemarinya menyusuri

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 21

    Langit mendung menggantung di atas gedung Lester Corporation saat Noah memasuki kantor Rigel tanpa pemberitahuan. Wajahnya dihiasi senyum genit, tubuhnya dibalut kemeja putih ketat dan celana hitam yang dipilih dengan sangat sadar untuk menonjolkan pesona yang masih ia banggakan.“Rigel...” sapanya dengan suara lembut, mendayu. “Kau masih tampan seperti terakhir kali kulihat. Atau mungkin... malah lebih menggoda sekarang?”Rigel yang tengah memeriksa dokumen menoleh singkat, tatapannya langsung berubah kaku. “Noah. Untuk apa kau ke sini?”“Tidak bisakah aku sekadar rindu?” Noah melangkah pelan, menyusuri ruang kerja itu seolah sedang menghidupkan kembali kenangan masa lalu. “Tempat ini belum banyak berubah. Tapi kau... pasti banyak yang berubah sejak kau menikah, ya?”Tanpa malu, Noah berdiri di sisi Rigel, bahkan menyentuh bahu pria itu dengan ujung jarinya. “Apa kau masih suka disentuh di sini?” bisiknya, seolah sedang bermain-main.Rigel menepis tangannya tajam. “Jangan lakukan itu

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   bab 20

    Mobil melaju tenang di jalanan sore yang mulai teduh. Ezra menyetir dengan satu tangan, sementara tangan lainnya sibuk menunjuk ke arah bangunan atau tempat-tempat yang membuatnya tertawa sendiri.“Dulu aku pernah kerja di tempat itu,” katanya menunjuk sebuah kedai kopi mungil di sudut jalan. “Barista pertamaku bilang latte buatanku rasanya seperti air sabun.”Althea menoleh, heran. “Serius?”Ezra tertawa. “Serius. Tapi lima bulan kemudian aku dapat promosi jadi kepala barista. Lucu, kan?”Sepanjang perjalanan, Ezra terus berbagi cerita—tentang masa kuliahnya yang ceroboh, tentang pertemanan-pertemanan aneh yang ia jalani, hingga mimpinya suatu hari bisa membuka kafe sendiri dengan taman kecil di sampingnya. Cara bicaranya santai, terbuka, dan penuh warna.Althea mendengarkan dengan senyum yang tak sadar mulai menetap di wajahnya. Udara dalam mobil tak lagi canggung, sebaliknya—penuh kenyamanan yang hangat.Ezra memang berbeda, p

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 19

    Pagi itu, aroma roti panggang dan kopi hangat memenuhi udara dapur. Althea berdiri di depan kompor, mengenakan kaus longgar dan celana pendek katun. Rambutnya diikat seadanya, beberapa helai terlepas membingkai wajahnya yang masih tampak lelah. Tangannya cekatan menyusun telur dadar ke atas piring, namun senyum tipis tetap menghiasi bibirnya—ada damai yang ia rasakan, walau samar.Dari balik meja makan, Rigel mengamatinya dalam diam. Tatapannya tertuju pada setiap gerak tubuh Althea, dari lekuk bahunya, rambut yang terurai di tengkuk, hingga gumaman lirih lagu yang ia senandungkan. Sebelum Althea menyadari kehadirannya, Rigel telah melingkarkan lengannya dari belakang, memeluknya erat."Rigel?" Althea terkejut, nyaris menjatuhkan spatula dari tangannya. "Apa yang sedang kamu lakukan?""Aku hanya ingin memelukmu. Aku merindukanmu," gumam Rigel, suaranya rendah dan lembut."Ini berbahaya. Minyaknya bisa mengenai kita," ujar Althea, berusaha melepaskan diri."Aku tidak peduli. Rasanya su

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   bab 18.

    Cahaya pagi menyusup perlahan melalui sela tirai, menyapu lembut wajah Althea yang masih setengah terlelap. Rasa hangat yang memeluk tubuhnya membuatnya enggan membuka mata. Tapi ketika ia sadar akan kehadiran lengan kekar yang melingkari pinggangnya—erat dan protektif—detak jantungnya seketika berubah tak beraturan.Rigel.Ia terbaring di sana, di ranjang yang sama, dalam pelukannya.Ingatan semalam kembali perlahan. Ia mabuk, menangis di taman, lalu… gelap. Tak ada ingatan bagaimana ia sampai di tempat ini. Tapi tubuhnya kini bersih, piyama satin hangat menempel di kulitnya. Tak ada yang tak dikenali, tak ada bekas keterkejutan. Hanya tubuhnya yang lelah dan jiwanya yang masih kusut.Rigel pasti yang merawatnya. Mengganti bajunya. Menjaganya tidur. Memeluknya seperti ini.Althea menoleh pelan, menatap wajah Rigel yang masih tertidur di sisi ranjang. Napasnya dalam dan tenang. Cahaya pagi menyoroti garis rahangnya yang tegas, bulu matanya yang panjang, dan bibirnya yang kini tampak d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status