Share

Bab 7

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2023-02-11 13:09:33

"Ada di balik tas kamu, Inggit, sewaktu kamu ke toilet di bandara, saya tempel," jelas Pak Pram.

Aku langsung mencari tas tersebut, lalu memeriksanya. Ternyata benar ada benda kecil yang menempel di balik tas milikku.

"Pak, boleh saya letakkan benda ini di dapur? Biasanya mereka sering mencaci maki saya di dapur," ucapku.

"Iya, bisa buat tambahan bukti supaya kamu bisa menggugat cerai," timpalnya lagi.

Kemudian sambungan telepon diputus oleh Pak Pram secara sepihak.

Aku segera memindahkan benda pipih yang menempel di tas ke dapur. Ternyata fungsinya adalah untuk menyadap suara, aku baru tahu akan hal ini.

Sebelum memindahkan penyadap suara tersebut, aku memastikan tidak ada mertua di dapur. Sambil celingukan aku pun menempelkan penyadap suara tersebut.

Kemudian, aku pun membantu ibu yang tengah duduk merapikan cucian yang akan dicuci.

"Bu, biar aku aja yang nyuci semuanya," ucapku padanya.

Ibu terdiam, ia hanya memandang anaknya dengan mata mengembun.

"Ini banyak banget, Inggit, kalau kamu nyuci sendiri, pasti capek, nggak pakai mesin pula," timpal ibu.

Aku tersenyum, kemudian mengambil alih pakaian yang tadi disiram oleh ibu. "Sudah biasa Bu, aku mencuci pakaian sebanyak ini," jawabku sambil mulai menuangkan sabun pencuci pakaian.

"Ibu nggak nyangka, memang tugas seorang istri sih, tapi caranya itu yang sangat kasar," ungkap ibu.

Aku menghela napas panjang, kemudian menarik pergelangan tangan ibu untuk duduk di meja makan. Aku menyuruhnya untuk diam saja dan mencicipi makanan yang ada di meja makan.

"Makan aja kalau Ibu lapar ya, itu masih ada lauk kayaknya bekas mereka makan," suruhku. Sebab aku tahu ibu belum makan sejak menginjakkan kaki di Jakarta.

"Boleh Ibu makan makanan yang ada di sini, Nggit?" tanya ibuku memastikan.

Namun, baru saja ibu membuka tutup saji yang menutup makanan di meja, Mama Dewi datang. Aku yang tengah memegang cucian pun ikut berdiri karena melihatnya berkacak pinggang.

"Bagus ya, mau makan tapi nggak modal?" Aku menelan ludah ketika mertuaku mengucapkan masalah uang lagi. Apalagi ibuku, ya sangat terkejut melihat kedatangan Mama dengan wajah marahnya. Ibuku seperti ketakutan ia langsung berdiri dan melempar tutup sajinya.

"Maaf, tadi cuma mau lihat lauknya aja," kata ibu sambil menundukkan kepalanya.

"Kalau mau makan bayar, atau kerja kek di sini biar saya nggak rugi," cetus mama mertuaku sangat menyayat hati. Sungguh sangat perhitungan sekali semua iya takar dengan uang.

"Mah, ibu kan baru aja sampai, khawatir kelelahan kalau langsung ngerjain pekerjaan rumah, biarin aku aja dulu yang nyuci, Ibu besok pagi akan mencuci piring atau masak kok," sanggahku.

"Nggak bisa begitu, kalau kalian ngontrak di rumah orang, apa langsung nempatin gitu tanpa bayar? Kan harus bayar dulu, barulah kalian bisa tidur nyenyak!" teriak mama mertuaku.

Sungguh terlalu, mama mertuaku menyamakan kami dengan orang ngontrak. Padahal ibu adalah besannya, dan aku adalah menantunya. Sebelum ke sini aku juga izin terlebih dahulu terhadap Mas Dimas.

Aku menghalangi nafas kemudian mencuci tangan terlebih dahulu. Setelah itu barulah menghampiri Mama mertuaku.

"Mah, Mama boleh menyuruhku apa aja, bahkan menganggapku budak sekalipun, tapi tolong hormati ibuku, jangan perlakukan iya seperti sampah!" Aku meluapkan amarah yang sedari tadi kubendung di dalam dada.

"Wah, kamu udah berani kurang ajar sama Mama, sebentar lagi Dimas akan mama kasih tahu, bahwa istrinya sudah mulai membangkang," ancam mama mertuaku.

Aku terdiam, lalu melihat ibu menghampiri Mama mertuaku. Kini mereka berdiri saling beradu pandang, ibu dan mama hanya berjarak setengah meter saja.

"Saya nggak nyangka, anak saya diperlakukan seperti ini selama 5 tahun. Saya mengandungnya 9 bulan, lalu membesarkan dengan penuh kasih sayang, setelah menikah ia diperlakukan seenaknya oleh mertua dan suaminya sendiri, sungguh hati ini sangat hancur, Bu Dewi. Kamu tidak memiliki anak wanita, jadi tidak merasakan apa yang saya rasakan!" tekan ibu.

Mama mertuaku menertawakan ibu yang tengah mencurahkan isi hatinya.

"Saya menikahkan Dimas dengan anakmu, supaya cepat memiliki cucu, tapi sepertinya putrimu itu mandul, nggak guna jadi seorang istri, pantasnya hanya jadi pembantu di sini!" Mama mertuaku tambah menghardikku, Bahkan ia sampai menunjuk ke arahku saat bicara tentang anak pada ibuku.

"Kalau tujuan kalian seperti itu, kenapa nikahi anak saya? Kenapa kalian tidak menyewa pembantu saja! Hah!" Kini ibuku meninggikan suaranya. Orang tua yang telah menyusuiku sejak lahir itu kini meluapkan emosinya.

"Kamu budek atau nggak denger? Awal saya menikahkan putrimu dengan putra saya, karena ingin punya cucu, tapi kenyataannya tidak, ngerti bahasa saya nggak?" Mama mertuaku semakin marah.

Padahal dari awal aku memang sudah diperlakukan seperti ini, ada ataupun tidak ada yang namanya anak dalam keluarga kami. Aku yakin Mas Dimas dan mertuaku memang hanya memanfaatkan tenagaku saja.

"Cukup, Bu Dewi. Kalau memang tujuan kamu seperti itu. Tolong suruh Dimas ceraikan anak saya!" Ibu menyanggah ucapannya lagi.

Namun tiba-tiba saja, Mas Dimas datang. Matanya langsung memerah ketika tiba di belakang ibuku.

"Jadi kalian sekarang berani ya? Kalau cerai, pasti kalian akan jadi gelandangan, apa itu keinginan kalian?" Mas Dimas membela mamanya.

"Yang dikatakan ibuku benar Mas, kenapa masih mempertahankan pernikahan kita? Ceraikan aku, Mas!" teriakku sambil menggoyangkan tubuh Mas Dimas.

"Aku akan menceraikan kamu, tapi setelah aku berhasil mendapatkan wanita yang mapan, jadi aku memang sudah tidak perlu lagi tenagamu, Soalnya kalau menikah dengan wanita kaya pasti akan disewakan pembantu," ungkap Mas Dimas.

Dadaku nyeri ketika mendengarnya, kenapa ia mempertahankan pernikahan, jika aku sudah tidak dianggap seorang istri lagi. Kasarnya aku adalah pembantunya bukan istrinya.

Akhirnya ibu tidak jadi makan, ia malah beranjak menuju kamarnya dengan uraian air mata yang menetes di pipinya.

Aku pun menyusul ibu dan meninggalkan cucian yang baru aku rendam saja. Terdengar suara gelak tawa saat kami meninggalkan dapur secara bergantian. Mas Dimas dan Mama Dewi sungguh sangat tega terhadap kami berdua. Mereka tidak memiliki rasa perikemanusiaan sama sekali.

Setelah masuk ke kamar ibu, aku mengunci pintu kamar. Lalu mencoba menenangkannya. Aku yakin hati ibu manapun akan tersayat jika mendengar anaknya disakiti oleh orang lain yang bergelar suami dan juga mertua.

"Sabar ya, Bu. Ucapan Mas Dimas tadi bisa menjadi bukti untuk gugat cerai secepatnya, Pak Pram sudah menyadap perdebatan kita tadi." Ibu menoleh sambil memicingkan matanya.

"Benarkah itu, Inggit? Melihat kamu disakiti seperti ini, Ibu jadi ingin menerima tawaran dari Pak Satria yang kemarin, kita balas perlakuan mereka yang sangat keterlaluan itu!" kecam ibu.

Aku terdiam sambil menatap wajah Ibu yang sendu.

"Kita balas dendam?" tanyaku.

Ibu pun mengangguk. Lalu menyeka air matanya sambil menghela napas.

"Baiklah, aku akan hubungi Pak Pram besok, untuk menerima penawaran yang kemarin diberikan oleh keluarganya," ucapku sambil membantu ibu menyeka air matanya.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (11)
goodnovel comment avatar
Edi Ismanto
mau baca novel aja harus bayar,udh pake kuota pake bayar pula....ga sudi lha yaw
goodnovel comment avatar
Bocah Ingusan
tokohnya tolol tapi kok kayak pinter. apa sok pinter...
goodnovel comment avatar
Sadini Ar
bagus sekali ceritanya pengen baca lanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Setelah Aku Kaya, Suamiku Mati Gaya    ENDING

    "Iya, nanti dibicarakan dulu pada Pram dan Inggit ya," ucap Dion supaya anaknya berhenti merengek."Tirta, pernikahan itu bukan buat mainan, kamu harus mantapkan diri dulu, jangan karena cinta yang menggebu, kamu langsung minta lamaran," tutur Safitri menasihati."Iya, aku udah yakin. Ini pertama kali aku jatuh cinta, tolong, Mah," lirih Tirta lagi.Mereka diam sejenak."Mama sarankan kamu salat istikharah, oke," ucap Safitri sambil beranjak pergi, dia tidak meladeni anaknya lagi.Safitri masuk ke kamar. Dia mengetik pesan pada sahabatnya. Safitri mengajak Inggit berjumpa di satu cafe.Inggit kebetulan ada waktu luang besok, dia menyetujui dan menentukan waktu yang dikirimkan ke Safitri. Ya, mereka berencana akan bertemu di cafe besok. Kenapa tidak bicara melalui chat atau telepon? Urusan pernikahan adalah hal yang sakral, lagi pula Safitri ingin memastikan dulu apakah Inggit menerima jika anaknya menyukai Jingga.Mereka sudah saling kenal dan sangat dekat, jadi tidak ingin persahabat

  • Setelah Aku Kaya, Suamiku Mati Gaya    Bab 235. Season 2

    "Tari, saya minta maaf atas kesalahan adik saya, Lian begitu berarti untuknya," ucap Haris. "Dan satu lagi yang ingin saya katakan padamu, I love you so much," terang Haris membuat Tari seketika terkejut. Kan bukan hanya Tari, tapi Dimas yang mendengarnya pun mencari sumber suara tersebut.'Haris dengan berani mengatakan hal itu di hadapan umum?' batin Dimas.Kemudian Haris berlalu pergi darinya. Dia diboyong ke sel tahanan oleh pihak yang berwajib.Semua telah selesai, keadilan telah ditegakkan. Yang jelas-jelas bersalah akan menjalani hukumannya. Lalu orang yang hanya menjadi boneka terbebaskan.Dion diminta menemui wartawan untuk sekadar bicara di depan khalayak ramai. "Saya hanya ingin mengatakan bahwa keputusan hakim tadi mutlak dan tidak bisa diganggu gugat, sesuai pertimbangan dan saksi, jadi saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk para saksi dan keluarga yang telah mendampingi saya. Semoga para vendor dan rekan kerja lainnya, tetap akan menjalani kerjasama dengan

  • Setelah Aku Kaya, Suamiku Mati Gaya    Bab 234. Season 2

    Safitri tiba di lapas tempat Chika ditahan. Dia langsung meminta izin untuk menemui Chika."Chika sedang proses pemeriksaan dokter ahli kejiwaan, kemarin dia sempat bunuh diri, lengannya sudah disayat-sayat," ucap salah seorang petugas.Safitri terdiam, matanya berkaca-kaca. Dia bahkan tidak mengetahui berita ini.Kemudian, Safitri mencari kebenarannya. Dia bahkan rela mencari tahu ke rumah sakit tempat saat ini Chika ditangani oleh dokter spesialis. Safitri yang ditemani oleh Tirta dengan mudah menemui Chika yang memang tengah diberikan penangan.Tirta menemui beberapa dokter, dan ternyata selain mengalami gangguan jiwa, ada hal yang dialami oleh Chika."Chika memiliki penyakit serius, ternyata dia menderita sakit kanker," terang Tirta pada mamanya."Ya Allah, ternyata dia sakit, pantas Haris pun terlihat frustasi tadi," timpal Safitri."Semoga keputusan hakim besok benar-benar bisa membebaskan Papa dari hukuman," jawab Tirta.Kemudian mereka pun pulang untuk memberikan informasi pa

  • Setelah Aku Kaya, Suamiku Mati Gaya    Bab 233. Season 2

    Jadi semuanya diperintahkan untuk diam oleh Tari, mereka tidak boleh bicara supaya Dimas tidak menghindar lagi. Jingga dan yang lainnya disuruh keluar diam-diam boleh Pram. Mereka sekarang berada di luar karena Tari ingin bicara empat mata dengan Dimas."Dimas," ucap Tari akhirnya mengeluarkan suara.Saat itu juga Dimas melangkahkan kakinya. Dia terburu-buru ingin meninggalkan Tari yang tiba-tiba datang di dekatnya.Namun tangan Tari mencekal pergelangan tangan Dimas yang hendak melangkah."Mau ke mana? Aku ingin bicara empat mata, tolong jangan pergi," tutur Tari agak merendahkan nada bicaranya.Dimas hanya bisa terdiam, kemudian dia mundur kembali, Tari menuntunnya untuk duduk."Ada apa? Aku tidak mau membicarakan masalah mata, biarkan itu menjadi ladang pahala untukku," pinta Dimas."Iya, aku paham, maaf kalau tadi sudah menyecar kamu." Tari merendahkan bicaranya lagi."Terus mau ngomong apa? Aku rasa tidak ada yang bisa diobrolkan, hubungan kerja pun tidak ada," timpal Dimas."Ak

  • Setelah Aku Kaya, Suamiku Mati Gaya    Bab 232. Season 2

    Tiba-tiba Pram dan yang lainnya berkumpul. Mereka sama-sama datang dengan pura-pura tidak mengetahui pertemuan yang sebenarnya disengaja."Loh Dimas ke sini?" tanya Pram dan yang lainnya."Kalian juga di sini?" tanya Dimas balik."Iya, aku dan Inggit ajak Tari ke sini," jawab Pram.Tari masih belum mendapatkan jawaban dari apa yang ditanyakan olehnya."Dimas, kamu belum menjawab," tegas Tari. Kemudian dia melirik ke arah semua yang tiba-tiba muncul. "Apa kalian sudah tahu kalau Dimas buta?" Tari bertanya pada Pram, Inggit dan yang lainnya.Yang ditanya oleh Tari tidak ada yang jawab. Mereka menunggu aba-aba dari Pram yang memberikan usul untuk membongkar ini semua.Tiba-tiba Tari teringat saat dia bertemu dengan Dimas di rumah Pram. Dia memicingkan matanya ke arah Ronald."Apa kamu sudah tahu kondisi papamu seperti ini?" tanya Tari.Ronald mengangguk. Kemudian dia menunduk."Jadi jawabannya kalian itu membohongiku?" tanya Tari.Ini yang ditakutkan oleh Dimas. Dia takut dituduh memanfa

  • Setelah Aku Kaya, Suamiku Mati Gaya    Bab 231. Season 2

    Tari sempat berhenti, dia membuka kaca mobilnya, pandangannya tertuju pada Dimas."Dimas, kamu udah akur dengan Ronald?" tanya Tari tidak berprasangka apa-apa."Iya, alhamdulilah, aku pamit dulu," jawab Dimas datar yang kemudian disusul oleh Ronald melambaikan tangannya. Kemudian mereka bergegas pergi.Pram dan Inggit benar-benar terkejut melihatnya. Safitri juga yang tadinya hendak berangkat ke kantor polisi ikut tercenung sebentar.Kemudian, Tari turun dari mobilnya. Dia masih belum engeh dengan penglihatan Dimas."Kok kalian nggak bilang kalau Dimas di sini?" tanya Tari."Nggak enak, kamu sangat membenci dia," jawab Tari ngasal.Tari mengerutkan keningnya."Sejak kapan aku membenci orang? Nggak ah, kamu ngada-ngada," jawab Tari.Jantung mereka itu berdetak tak beraturan. Saat pertanyaan mengenai Dimas dilontarkan oleh Tari."Katanya mau ke sini sore, tiba-tiba datang pagi, kamu sengaja ngerjain kami?" tanya Safitri."Nggak kok, tadi abis dari makam, langsung aja deh ke sini," timpa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status