Share

Bab 6

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2023-02-10 13:31:45

Pak Satria turun dari mobilnya, ia melangkah ke arah kami, lalu setelah sudah di depanku persis ia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

"Boleh kami masuk dulu? Ada yang ingin kami bicarakan," ucap Pak Satria.

Dikarenakan terkejut melihat kedatangannya, aku pun sampai lupa mempersilakannya masuk. Kemudian, kami bicara di ruangan tamu. Mata mereka menyorot ke arah tas yang ada di lantai.

"Kalian mau pulang ke Jakarta sekarang?" tanya Pak Pram.

"Niatnya iya," jawabku singkat.

"Bu Anis juga ikut?" susul Pak Satria.

"Iya, Pak. Saya sudah tidak ada tempat lagi untuk tinggal, jadi mau tidak mau ikut bersama Inggit dan juga keluarga suaminya." Ibuku menjelaskan alasan ikut ke Jakarta.

"Apa tidak ada pilihan lain? Pram sudah ceritakan semua yang dia dengar kemarin," sambung Pak Satria membuatku dan ibu saling bertumbuk pandangan.

"Maaf, kalau saya menceritakan pada Papa, soalnya ada yang harus diluruskan," ungkap Pak Pram.

"Iya, kami dengar kamu itu hanya dijadikan pembantu oleh suami, apa betul?" tanya Pak Satria.

Aku pun mengangguk, tapi tidak berani menatap keduanya.

"Kalian tahu, kalau Dimas itu karyawan di perusahaan kami? Jadi, bisa dibilang saya punya hak untuk ikut campur," papar Pak Satria lagi.

Kini aku memberanikan diri untuk menoleh ke arahnya.

"Maksud Pak Satria bagaimana?" tanyaku padanya.

"Saya bisa memecat Dimas," ucap Pak Satria.

"Jangan, Pak. Nanti saya yang akan terus disalahkan." Aku menolak saran darinya.

Mereka berdua saling berhadu pandang, kemudian salah satunya mengeluarkan kertas.

"Jangan takut jika kamu cerai, kami akan jamin semua kehidupan kalian," terang Pak Satria sambil meraih pulpen. "Mau satu milyar, dua milyar? Sebutkan saja," sambungnya lagi.

Aku menelan ludah bukan karena mendengar nominal yang ia sebutkan, tapi apa yang ditawarkan olehnya justru akan mempersulit proses perceraianku.

Aku menghela napas, sambil memikirkan bagaimana bisa bicara kepadanya tapi tidak menyinggung perasaan Pak Satria karena sudah menolak pemberian.

"Kalau bapak mengusulkan seperti itu, saya malah semakin sulit mengajukan cerai, Bapak ngerti kan maksud saya?" Aku bicara dengan penuh lembut sambil menatap kedua lelaki tersebut.

"Kan bisa kalian menggugat cerai dengan alasan tidak diberikan nafkah lagi," pungkas Pak Satria.

"Lalu suamiku berubah menjadi baik karena tahu aku diberikan uang dua miliar oleh Pak Satria," ucapku sambil tersenyum.

Kali ini keduanya mengangguk secara bersamaan. Sepertinya mereka paham dengan maksud yang aku bicarakan tadi.

"Ternyata Inggit cerdas juga, kamu itu tidak memikirkan hari ini saja, tapi memikirkan juga konsekuensi dari keputusan yang diambil, ini hebat," ungkap Pak Satria seraya memujiku. Bahkan iya memberikan tepuk tangan atas apa yang aku ucapkan tadi.

Aku tersenyum, dan berharap dipuji tidak membuatku terbang tinggi ke langit, dan terbuai dari pujian tersebut.

"Kami memutuskan pulang untuk mengumpulkan bukti supaya bisa menggugat cerai Mas Dimas, Pak, Maaf kalau saya menolak segala tawaran dari Pak Satria, terlebih lagi alasan untuk balas budi terhadap Bapak saya, biarkan kebaikan yang sudah ia lakukan untuk Pak Satria, menjadi ladang pahala untuk almarhum bapak saya, Pak," paparku mengutarakan semua isi hati yang menjadi alasan kenapa menolak pemberiannya.

Ibu bangkit dari duduknya, ia pamit untuk menyuguhkan minum, sebab sudah cukup lama tamu didiamkan tanpa suguhan. Setelah beberapa saat kemudian, ibu datang membawa dua cangkir teh, Lalu iya memberikannya pada Pak Pram dan Pak Satria.

Kedua lelaki itu langsung meminum suguhan yang disediakan ibu. Kemudian kembali meletakkan di atas meja.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kamu bekerja di kantor saya aja? Mau nggak?" tanya Pak Pram tiba-tiba saja ia bicara.

Aku rasa Mas Dimas tidak akan menyetujui aku bekerja, kecuali ada sesuatu hal yang membuatnya terpaksa mengizinkanku bekerja.

"Gini, kamu itu wanita yang sudah bersuami, memang keputusan apapun harus di tangannya, tapi suami yang bagaimana dulu. Saya begini karena sudah terlanjur mendengar perlakuan Dimas terhadap kamu," jelas Pak Pram.

Ibu menoleh ke arahku, tiba-tiba saja ia menganggukkan kepala. Kemudian gantian ia yang bicara.

"Jadi kami ini sengaja pulang karena memang ingin menyelesaikan masalah Inggit, untuk itu masalah lainnya kita pikirkan nanti. Saya sangat menghargai kebaikan kalian, tapi mohon maaf, bukan kami menolak, tapi ada waktunya nanti kami akan terima tawaran tersebut," jelas ibu.

Pak Pram dan Pak Satria mengangguk secara bersamaan, kemudian Pak Pram mengeluarkan kartu namanya.

"Ini nomor handphone saya, kalian bisa hubungi saya jika sudah selesai dan butuh bantuan," ucap Pak Pram. "Lalu kepulangan kalian ke Jakarta, biar berangkat bareng saya sore ini," tambah Pak Pram.

"Kan kontak Pak Pram sudah ada di ponsel saya, Pak," sahutku.

Ia pun tersenyum sambil mengangguk malu.

***

Sore pun tiba, mobil Pak Pram sudah terparkir di halaman rumah. Aku dan ibu bersiap untuk ke bandara bersama dengannya.

Namun, ternyata, anak Pak Pram ikut dan berada di kursi belakang tengah duduk sendirian.

"Tante," sapanya sambil melambaikan tangan.

"Eh Jingga, apa kabar?" tanyaku saat duduk di sebelahnya.

"Baik, Tante," jawabnya singkat.

Ibu yang baru melihat sosok wanita mungkin di mobil pun tersenyum sambil memperkenalkan diri. Kemudian, kami bersenda gurau bersama di mobil.

Sepanjang perjalanan, aku dan ibu cukup terhibur dengan gelak tawa bocah kecil yang bernama Jingga, rasanya ini semua cukup mengobati luka kehilangan sosok seorang bapak.

Perjalanan kami nikmati tanpa membicarakan persoalan Mas Dimas, sampai akhirnya kami sudah mendarat di kota Jakarta.

"Terima kasih banyak, Pak Pram. Sepertinya sampai sini aja. Selanjutnya biar kami naik taksi," ucapku.

"Baiklah, kalau masalah kalian sudah selesai, bisa hubungi saya ya," ucapnya padaku.

Aku pun mengangguk seraya paham dengan ucapannya. Kami berpisah di bandara, dan kami melanjutkan pulang ke rumah Mas Dimas yang sudah menunggu kedatangan kami berdua.

***

Setibanya di rumah, Mas Dimas belum pulang dari kantornya. Hanya ada Mama Dewi yang membukakan pintu sambil berkacak pinggang.

"Kalian, akhirnya sampai juga, cucian sudah melambai-lambai di kamar mandi, langsung nyuci ya!" Mama mertuaku tak basa-basi lagi, ia langsung memerintahkan kami bekerja layaknya pembantu rumah tangga.

"Kami mau taro tas dulu, Mah," sahutku.

"Cepat, udah bau banget cucian basah di kamar mandi!" ketus mama mertuaku membuat ibu melirik ke arahku.

Aku langsung masuk ke kamar, sementara ibu menunggu di kamar mandi lebih dulu, aku hanya disuruh meletakkan tas di kamar.

Namun saat bangkit dan hendak melaksanakan tugas, Pak Pram menghubungiku.

"Halo, Pak." Aku menjawabnya dengan suara pelan.

"Tadi saya mendengar perintah mertua kamu dari penyadap suara, bukti pertama sudah ada pada saya, bisa kamu gunakan untuk menggugat cerai Dimas nantinya."

Seketika aku mengedarkan pandangan ke semua tempat. "Penyadap suara? Dimana Pak Pram meletakkan benda itu?" tanyaku.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Aku Kaya, Suamiku Mati Gaya    ENDING

    "Iya, nanti dibicarakan dulu pada Pram dan Inggit ya," ucap Dion supaya anaknya berhenti merengek."Tirta, pernikahan itu bukan buat mainan, kamu harus mantapkan diri dulu, jangan karena cinta yang menggebu, kamu langsung minta lamaran," tutur Safitri menasihati."Iya, aku udah yakin. Ini pertama kali aku jatuh cinta, tolong, Mah," lirih Tirta lagi.Mereka diam sejenak."Mama sarankan kamu salat istikharah, oke," ucap Safitri sambil beranjak pergi, dia tidak meladeni anaknya lagi.Safitri masuk ke kamar. Dia mengetik pesan pada sahabatnya. Safitri mengajak Inggit berjumpa di satu cafe.Inggit kebetulan ada waktu luang besok, dia menyetujui dan menentukan waktu yang dikirimkan ke Safitri. Ya, mereka berencana akan bertemu di cafe besok. Kenapa tidak bicara melalui chat atau telepon? Urusan pernikahan adalah hal yang sakral, lagi pula Safitri ingin memastikan dulu apakah Inggit menerima jika anaknya menyukai Jingga.Mereka sudah saling kenal dan sangat dekat, jadi tidak ingin persahabat

  • Setelah Aku Kaya, Suamiku Mati Gaya    Bab 235. Season 2

    "Tari, saya minta maaf atas kesalahan adik saya, Lian begitu berarti untuknya," ucap Haris. "Dan satu lagi yang ingin saya katakan padamu, I love you so much," terang Haris membuat Tari seketika terkejut. Kan bukan hanya Tari, tapi Dimas yang mendengarnya pun mencari sumber suara tersebut.'Haris dengan berani mengatakan hal itu di hadapan umum?' batin Dimas.Kemudian Haris berlalu pergi darinya. Dia diboyong ke sel tahanan oleh pihak yang berwajib.Semua telah selesai, keadilan telah ditegakkan. Yang jelas-jelas bersalah akan menjalani hukumannya. Lalu orang yang hanya menjadi boneka terbebaskan.Dion diminta menemui wartawan untuk sekadar bicara di depan khalayak ramai. "Saya hanya ingin mengatakan bahwa keputusan hakim tadi mutlak dan tidak bisa diganggu gugat, sesuai pertimbangan dan saksi, jadi saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk para saksi dan keluarga yang telah mendampingi saya. Semoga para vendor dan rekan kerja lainnya, tetap akan menjalani kerjasama dengan

  • Setelah Aku Kaya, Suamiku Mati Gaya    Bab 234. Season 2

    Safitri tiba di lapas tempat Chika ditahan. Dia langsung meminta izin untuk menemui Chika."Chika sedang proses pemeriksaan dokter ahli kejiwaan, kemarin dia sempat bunuh diri, lengannya sudah disayat-sayat," ucap salah seorang petugas.Safitri terdiam, matanya berkaca-kaca. Dia bahkan tidak mengetahui berita ini.Kemudian, Safitri mencari kebenarannya. Dia bahkan rela mencari tahu ke rumah sakit tempat saat ini Chika ditangani oleh dokter spesialis. Safitri yang ditemani oleh Tirta dengan mudah menemui Chika yang memang tengah diberikan penangan.Tirta menemui beberapa dokter, dan ternyata selain mengalami gangguan jiwa, ada hal yang dialami oleh Chika."Chika memiliki penyakit serius, ternyata dia menderita sakit kanker," terang Tirta pada mamanya."Ya Allah, ternyata dia sakit, pantas Haris pun terlihat frustasi tadi," timpal Safitri."Semoga keputusan hakim besok benar-benar bisa membebaskan Papa dari hukuman," jawab Tirta.Kemudian mereka pun pulang untuk memberikan informasi pa

  • Setelah Aku Kaya, Suamiku Mati Gaya    Bab 233. Season 2

    Jadi semuanya diperintahkan untuk diam oleh Tari, mereka tidak boleh bicara supaya Dimas tidak menghindar lagi. Jingga dan yang lainnya disuruh keluar diam-diam boleh Pram. Mereka sekarang berada di luar karena Tari ingin bicara empat mata dengan Dimas."Dimas," ucap Tari akhirnya mengeluarkan suara.Saat itu juga Dimas melangkahkan kakinya. Dia terburu-buru ingin meninggalkan Tari yang tiba-tiba datang di dekatnya.Namun tangan Tari mencekal pergelangan tangan Dimas yang hendak melangkah."Mau ke mana? Aku ingin bicara empat mata, tolong jangan pergi," tutur Tari agak merendahkan nada bicaranya.Dimas hanya bisa terdiam, kemudian dia mundur kembali, Tari menuntunnya untuk duduk."Ada apa? Aku tidak mau membicarakan masalah mata, biarkan itu menjadi ladang pahala untukku," pinta Dimas."Iya, aku paham, maaf kalau tadi sudah menyecar kamu." Tari merendahkan bicaranya lagi."Terus mau ngomong apa? Aku rasa tidak ada yang bisa diobrolkan, hubungan kerja pun tidak ada," timpal Dimas."Ak

  • Setelah Aku Kaya, Suamiku Mati Gaya    Bab 232. Season 2

    Tiba-tiba Pram dan yang lainnya berkumpul. Mereka sama-sama datang dengan pura-pura tidak mengetahui pertemuan yang sebenarnya disengaja."Loh Dimas ke sini?" tanya Pram dan yang lainnya."Kalian juga di sini?" tanya Dimas balik."Iya, aku dan Inggit ajak Tari ke sini," jawab Pram.Tari masih belum mendapatkan jawaban dari apa yang ditanyakan olehnya."Dimas, kamu belum menjawab," tegas Tari. Kemudian dia melirik ke arah semua yang tiba-tiba muncul. "Apa kalian sudah tahu kalau Dimas buta?" Tari bertanya pada Pram, Inggit dan yang lainnya.Yang ditanya oleh Tari tidak ada yang jawab. Mereka menunggu aba-aba dari Pram yang memberikan usul untuk membongkar ini semua.Tiba-tiba Tari teringat saat dia bertemu dengan Dimas di rumah Pram. Dia memicingkan matanya ke arah Ronald."Apa kamu sudah tahu kondisi papamu seperti ini?" tanya Tari.Ronald mengangguk. Kemudian dia menunduk."Jadi jawabannya kalian itu membohongiku?" tanya Tari.Ini yang ditakutkan oleh Dimas. Dia takut dituduh memanfa

  • Setelah Aku Kaya, Suamiku Mati Gaya    Bab 231. Season 2

    Tari sempat berhenti, dia membuka kaca mobilnya, pandangannya tertuju pada Dimas."Dimas, kamu udah akur dengan Ronald?" tanya Tari tidak berprasangka apa-apa."Iya, alhamdulilah, aku pamit dulu," jawab Dimas datar yang kemudian disusul oleh Ronald melambaikan tangannya. Kemudian mereka bergegas pergi.Pram dan Inggit benar-benar terkejut melihatnya. Safitri juga yang tadinya hendak berangkat ke kantor polisi ikut tercenung sebentar.Kemudian, Tari turun dari mobilnya. Dia masih belum engeh dengan penglihatan Dimas."Kok kalian nggak bilang kalau Dimas di sini?" tanya Tari."Nggak enak, kamu sangat membenci dia," jawab Tari ngasal.Tari mengerutkan keningnya."Sejak kapan aku membenci orang? Nggak ah, kamu ngada-ngada," jawab Tari.Jantung mereka itu berdetak tak beraturan. Saat pertanyaan mengenai Dimas dilontarkan oleh Tari."Katanya mau ke sini sore, tiba-tiba datang pagi, kamu sengaja ngerjain kami?" tanya Safitri."Nggak kok, tadi abis dari makam, langsung aja deh ke sini," timpa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status