Kematianku dan Jack menjadi berita besar di daerah kami. Akibatnya, saham perusahaan Michael terus merosot hingga akhirnya dinyatakan bangkrut.Namun, Michael tampak tak peduli. Dia mengikuti ayahku pulang ke kampung halaman, setiap hari berdiri di depan rumah memohon agar ayahku memberitahunya di mana makam kami berada.Ayahku yang sudah tidak tahan lagi akhirnya mengusirnya dengan sapu.Tak punya pilihan lain, Michael kembali ke rumah kami.Meski bau busuk masih menyengat di rumah, dia bertingkah seolah-olah tidak mencium apa-apa dan langsung berbaring di ranjangku.Dia mengambil ponsel dan terus memutar video kenangan kami, mulutnya terus bergumam pelan, "Jane, ini semua salahku, aku yang nggak menyelamatkanmu. Tapi kenapa kamu tega meninggalkanku begitu saja?!"Air matanya mengalir deras hingga membasahi sarung bantalku.Melihat dia begitu sedih, entah kenapa aku justru merasa puas."Ini semua salahmu sendiri, kamu yang berselingkuh, kamu yang menghancurkan rumah ini, kamu yang me
"Nggak apa-apa, ayah. Aku hanya merasa sangat bersalah pada mereka berdua!"Suara Michael terdengar serak, lalu dia menampar dirinya sendiri dengan keras.Ayahku hendak mendekatinya, tetapi tiba-tiba seseorang menerobos masuk ke ruang duka tanpa diundang."Mike, kejam sekali dirimu! Kamu yang membunuh anakku dan sekarang malah mengadakan acara pemakaman untuk mereka!"Siska berdiri di sana dengan penuh rasa cemburu, menatap fotoku yang tergantung di altar. Padahal anak di dalam kandungannya sudah tiada, tapi dia tak habis pikir kenapa Michael masih bisa berduka untuk istri tuanya.Begitu melihat Siska, Michael langsung melangkah maju dan mencekik lehernya."Kalau bukan karena kamu, aku nggak akan kehilangan istri dan anakku! Ini semua salahmu!"Sambil bicara, cengkeramannya semakin kuat, membuat wajah Siska memucat.Ayahku yang mendengar kata-kata mereka, segera maju dan bertanya, "Apa maksudnya?""Dasar tua bodoh! Mike sudah selingkuh denganku sejak setahun yang lalu. Dia sudah lama m
Keesokan harinya adalah hari pemakaman aku dan Jack.Kerabat dan teman-teman datang ke rumah duka dengan wajah penuh duka cita. Aku dan Jack terbaring bersama dalam peti mati yang sempit."Ibu, banyak sekali orang yangdatang, tapi kenapa mereka nggak meladeniku?"Jack berlari ke sana kemari dengan riang, seolah menikmati bahwa dia bisa menembus tubuh orang-orang tanpa hambatan.Aku berdiri di sudut ruangan, memanang Michael dengan diam.Dia mengenakan setelan jas hitam dengan bunga putih yang terselip di dada kirinya."Turut berduka, Mike!""Yang tabah ya, bro!"Banyak orang yang melihatnya berdiri di depan peti mati, lalu menghampiri untuk memberikan kata-kata penghiburan.Namun Michael tidak menanggapi mereka. Matanya hanya tertuju pada foto hitam putihku yang terpampang di altar, tidak mengatakan sepatah kata pun."Kenapa? Kenapa kamu harus bersikeras melawanku?""Kalau saja kamu mau mengalah sedikit, coba bicara baik-baik denganu, mungkin ini semua nggak akan terjadi."Matanya pen
"Bagaimana mungkin Jane meninggal? Nggak mungkin! Pas pulang ke rumah beberapa hari yang lalu, aku masih melihat dia tidur di kamar.""Dan Jack, aku bahkan baru saja mengajaknya makan di hotel. Bagaimana mungkin mereka meninggal?"Dengan mata merah dan air mata mengalir deras, Michael menerjang polisi yang hendak menutup kain putih di atas tubuh kami."Ibu, bukannya kita ada di sini? Kenapa ayah nggak bisa melihat kita?"Tanya Jack sambil menggenggam tanganku erat. Dia tampak bingung melihat ayahnya begitu sedih."Sayang, kita sudah tak lagi menjadi bagian dari dunia ini, jadi ayah nggak bisa melihat kita."Jawabku sambil mengusap kepalanya dengan lembut.Polisi membawa Michael ke kantor untuk penyelidikan, sementara tim forensik memeriksa penyebab kematian kami.Dengan berat hati, mereka merapikan tubuh kami yang sudah tak bernyawa, sementara Jack terus menangis dan berulang kali mengatakan betapa sulitnya dia bekerja untuk keluarga, betapa dia mencintai anaknya."Omong kosong! Istrim
Dua hari telah berlalu, tetapi Michael tetap tidak pulang ke rumah.Jack yang kelaparan akhirnya memakan telur gosong yang ada di atas kompor di dapur."Ibu, pahit."Katanya sambil mengunyah telur tersebut, matanya terus memandang ke arahku.Seolah menyadari bahwa aku tidak akan menjawab lagi, dia menyentuh wajahnya yang belepotan, sehingga terlihat seperti kucing kecil yang kotor."Jack, nggak bisa terus seperti ini, cepat pergi cari polisi, nak."Aku berjalan mondar-mandir dengan panik, memikirkan cara untuk menyelamatkan Jack.Setelah menghabiskan telur gosong itu, Jack kembali berbaring di sampingku. Dia sudah tak menangis lagi, air matanya seakan sudah habis."Ibu, kenapa ibu nggak peduli denganku lagi? Aku salah, nggak harusnya nonton TV diam-diam. Ibu, aku sangat sakit."Katanya dengan suara yang semakin kecil. Perlahan-lahan, dia memejamkan matanya seperti tertidur.Tapi aku tahu, itu bukan tidur biasa. Aku melihat tubuh kecilnya perlahan meninggalkan jasadnya."Ibu, ibu! Akhir
Jack memegang wajahnya yang memerah dan meletakkan tanganku di pipinya."Ibu, Jack sakit, tolong tiupin Jack."Seolah-olah tak mencium bau busuk dari tubuhku, Jack memelukku dengan sangat erat.Sementara itu, Michael dan Siska membicarakan Jack yang tak mau ikut dengan mereka ke apartemen baru.Namun, Siska tersenyum lembut, lalu memegang tangan Michael dan meletakkannya di perutnya."Jack memang susah diatur, tapi nanti kalau sudah jadi kakak, dia pasti akan lebih patuh"Mike, aku hamil."Ujar Siska sambil tersenyum bahagia.Mendengar itu, Michael terlihat sangat senang. Dia memegang wajah Siska dan menciumnya dan bertanya, "Sudah periksa ke dokter? Laki-laki atau perempuan?"Siska menggeleng pelan, "Baru sebulan lebih, belum bisa diperiksa.""Iya iya."Dengan bersemangat, Michael berdiri dan berjalan mondar-mandir penuh kegembiraan.Karena terlalu bahagia, dia menyerahkan semua pekerjaan semua pekerjaannya pada sekretarisnya dan memutuskan untuk fokus menemani Siska di rumah.Sementa