Share

Bab 16 Tuan Gio Ikut Datang.

Author: Bunga Bakung
Jam sepuluh malam.

Mendengar suara mesin mobil, Nadia bergegas turun ke bawah. Kemudian, dia melihat Gio masuk ke ruang tamu.

Seminggu tidak bertemu, wajah Gio terlihat sangat kelelahan.

Nadia mengetahui jadwal Gio. Selama satu minggu ini dia pergi ke luar kota untuk urusan bisnis.

Melihat Nadia menyambutnya, Gio terkejut sesaat. "Ada urusan?"

Nadia mengangguk dan berkata, "Besok, aku ingin menjenguk ibuku di rumah sakit."

Sambil berjalan menuju tangga, Gio berkata, "Kita bicara di atas."

Nadia mengikutinya sampai ke ruang kerja.

Gio duduk di depan meja kerjanya sambil melepaskan dasi dan bertanya, "Jam berapa?"

Sambil menuangkan air minum Nadia menatapnya dan berkata, "Besok pagi, boleh?"

Selesai mengatakan itu, dia membawakan air hangat untuk Gio.

Gio menatap gelas air itu sesaat, lalu berkata denga dingin, "Selesai menjenguk, aku akan menyuruh Yuda mengantarmu ke kantor."

Nadia tidak menyangka bahwa Gio akan langsung setuju. Bukan hanya itu, Gio juga mengizinkan dia kembali bekerja.

Dia mencoba menyembunyikan kegembiraannya dengan berkata sambil menunduk, "Oke."

Namun, dia tidak tahu kegembiraan yang sekilas itu tertangkap secara akurat oleh Gio.

Gio bangkit berdiri, lalu menarik bahu Nadia dengan kuat dan menekannya ke atas meja.

Ciuman panas datang secara tiba-tiba.

Nadia mengikuti keinginan Gio dengan patuh.

Karena dia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk keluar yang baru didapatkannya.

Keesokan hari.

Nadia bangun pagi-pagi dan melihat Gio di sampingnya masih tertidur pulas.

Secara perlahan dia membuka selimut dan turun dari ranjang.

Setelah menyantap sarapan yang disiapkan oleh Ratih, Nadia naik taksi ke rumah sakit dan mengunjungi area spesialis obstetri dan ginekologi.

Setelah pemeriksaan, dia membawa hasil laporan dan masuk ke ruang dokter.

Setelah melihat hasil laporan, si dokter mengingatkan, "Kehamilanmu sudah enam minggu, jadi jangan ada hubungan ranjang dulu."

Mendengar itu, Nadia membelalak terkejut dan berteriak, "Enam minggu!"

"Eh? Nggak ingin punya anak?" tanya si dokter mengernyit sambil menatap Nadia.

Nadia hanya terdiam.

'Bukan aku nggak ingin anak ini, tapi Gio pasti nggak ingin.'

Si dokter melanjutkan ucapannya, "Aku ingatkan, dinding rahim kamu sangat tipis. Kalau kamu menggugurkan anak ini, kelak akan susah untuk hamil. Jadi, kamu pikirkan baik-baik."

Sambil membawa hasil laporan itu, Nadia keluar dari ruang dokter dengan keadaan masih tidak percaya.

'Aku benaran hamil ....'

'Tapi apa Gio akan menerima anak ini?'

Setelah berpikir-pikir, Nadia merasa dia harus mencari kesempatan untuk mengetahui pemikiran Gio secara tidak langsung.

Nadia menyimpan hasil laporan itu ke dalam tas dan pergi menuju kamar rawat ibunya dengan cemas.

Di depan kamar rawat Karin, Nadia menenangkan diri terlebih dahulu baru membuka pintu dan masuk ke dalam.

Karin sedang makan apel. Saat melihat kedatangan Nadia, dia segera tersenyum dan menyambutnya, "Nad, kamu sudah kembali."

Nadia duduk di samping ranjang Karin dan berkata, "Ya. Aku baru kembali dari perjalanan bisnis. Kondisi Ibu terlihat cukup baik."

Karin berkata dengan senang, "Dokter Sam merawat ibu dengan baik selama kamu ke luar kota."

Senyuman Nadia samar-samar terlihat kaku dan berkata, "Ibu, Dokter Sam punya urusan sendiri, jadi jangan terlalu merepotkannya ...."

"Nggak merepotkan kok."

Sebelum Nadia selesai bicara, terdengar suara Sam datang dari arah pintu kamar.

Nadia langsung menoleh dan senyuman wajahnya menjadi canggung.

Kemudian, dia berdiri sambil berkata, "Dokter Sam, terima kasih sudah merawat ibuku."

"Antara kita nggak perlu sungkan begitu," ujar Sam.

Mendengar ucapan Sam itu, Karin mulai berpikir yang macam-macam.

Melihat putrinya sudah mencapai usia untuk menikah, Karin pun berkata dengan khawatir, "Nad, kalau kamu senggang hari ini, traktir Dokter Sam makan siang."

Nadia hendak mencari alasan menolak, tetapi didahului Sam yang berkata, "Kalau begitu, aku terima kasih duluan."

Nadia tertegun di tempat, lalu menatap Karin dengan kesal dan berkata, "Ibu, siang ini ...."

"Nad, Dokter Sam sudah sangat membantuku saat kamu nggak ada. Kita nggak boleh melupakan kebaikannya."

Nadia tidak berani menuruti permintaan ibunya itu. Selain itu, semalam Gio mengatakan Yuda akan datang menjemputnya pada siang hari.

Sambil melihat jam tangan, Nadia berkata, "Dokter Sam, siang hari aku harus kembali ke kantor, masih ada kerjaan yang harus kuselesaikan. Kalau sekarang kamu punya waktu, aku bisa mentraktirmu secangkir kopi."

"Nggak masalah," jawab Sam sambil mengangguk.

....

Di dekat pintu masuk rumah sakit ada sebuah kafe.

Nadia memesan secangkir kopi untuk Sam dan karena dia sedang hamil dia hanya memesan secangkir air lemon.

Setelah pelayan menyajikan minuman, Nadia menatap Sam dan berkata dengan tidak enak hati, "Dokter Sam, jangan dianggap serius kalau ibuku bilang hal-hal aneh padamu."

"Nggak apa. Hal itu wajar kok. Bagaimanapun, kamu memang butuh seseorang yang bisa menjagamu," ujar Sam yang dengan santai.

Nadia mengambil minuman di atas meja dan menyeruputnya.

Dia tidak yakin, tetapi merasa ada maksud lain dari perkataan Sam itu.

Akan tetapi, Nadia merasa ada beberapa hal harus dijelaskan secara langsung.

"Dokter Sam, untuk sekarang aku hanya ingin fokus pada pekerjaan dan nggak kepikiran untuk mencari pasangan," ujar Nadia.

Setelah mengatakan itu, dia melihat mata Sam memancarkan sedikit perasaan kecewa.

Sam terdiam sejenak, lalu berkata, "Apa kamu nggak pernah kepikiran untuk menemukan pasangan yang bisa berbagi beban?"

"Nggak pernah," balas Nadia dengan tegas.

Sebelumnya Nadia adalah kekasih gelap Gio. Nadia berpikir wanita kotor seperti dirinya tidak pantas mendapatkan Sam yang begitu tampan dan baik hati.

Sekarang Nadia hamil. Sekalipun Gio tidak menginginkan anak yang dikandungnya itu, Nadia juga tidak ingin merusak masa depan Sam.

Sam tersenyum pahit dan berkata, "Aku mengerti. Tapi kalau kamu ada kesulitan, ingatlah beri tahu aku, jangan menanggung semuanya sendirian, oke?"

Nadia menunduk tidak berani melihat ekspresi Sam, lalu berkata, "Aku bisa sendiri."

Setelah mengatakan itu, Nadia berdiri dan berkata, "Aku balik dulu, aku masih ingin menemani ibuku."

Sam mengangguk. Setelah Nadia selesai membayar di kasir, mereka berdua meninggalkan kafe bersama.

Karena banyak pikiran, begitu keluar dari kafe, Nadia tidak sengaja terkilir ketika menuruni anak tangga dan hampir jatuh.

Sam bergegas menyokongnya dan bertanya dengan panik, "Kamu nggak apa-apa, 'kan?

Rasa sakit yang luar biasa di pergelangan kaki membuat Nadia mengerutkan keningnya.

Namun, dia segera mendorong Sam menjauh, menjaga jarak, lalu berkata, "Nggak apa-apa, aku bisa jalan sendiri."

Baru berjalan dua langkah sudah terdengar suara erangan kecil Nadia.

Melihat itu, ekspresi Sam berubah dan dia langsung menggendong Nadia sambil berkata, "Kalau nggak ingin kakimu semakin bengkak, jangan paksakan diri berjalan!"

Setelah mengatakan itu, dia berjalan cepat menuju rumah sakit sambil menggendong Nadia.

Pemandangan itu kebetulan terlihat oleh Gio yang sedang duduk di dalam mobil.

Wajah tampan dan dingin itu menjadi masam. Bola mata yang gelap itu dipenuhi amarah.

Melihat semua itu, Yuda yang duduk di kursi pengemudi terlihat ketakutan.

'Tuan Gio bergegas ke rumah sakit setelah bangun. Dia ingin menunggu di pintu sampai Bu Nadia keluar dan pergi ke kantor bersama.'

'Tapi nggak kusangka akan melihat pemandangan itu.'

Yuda mengkhawatirkan Nadia karena hubungan antara Nadia dan Gio baru saja sedikit membaik.

"Bawa dia kemari!" perintah Gio dengan dingin.

Yuda mengangguk, lalu keluar dari mobil menyusul Sam dan menghalangi jalan mereka.

Melihat kedatangan Yuda, Nadia tiba-tiba merasakan ada firasat buruk.

Eskpresi Sam tidak berubah dan berkata, "Minggir, kakinya terkilir dan perlu ditangani secepatnya."

Yuda mengabaikan Sam dan menoleh ke Nadia sambil berkata, "Bu Nadia, Tuan Gio ikut datang."

Dalam sekejap, wajah Nadia langsung pucat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Berhenti Kerja, Direktur Tak Bisa Hidup Tanpaku   Bab 169 Kenapa Tidak Pernah Ketahuan?

    Setelah berpikir selama beberapa saat, Nadia tiba-tiba bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar anak-anaknya.Timmy kaget sekali saat Nadia membuka pintu kamar, dia refleks menutup layar laptop.Nadia menatap laptop itu, lalu bertanya dengan nada serius, "Kamu lagi nonton apa, Timmy?""Kartun, Ibu," jawab Timmy dengan perasaan bersalah."Kalau cuma kartun, terus kenapa kamu mematikan laptopmu dengan panik begitu?" tanya Nadia.Timmy langsung memutar otak mencari alasan. "Aku nggak mau Ibu merasa aku nggak membuat kemajuan."Selama ini, Nadia tidak pernah memaksa Timmy mengaku.Nadia beranggapan bahwa anak-anak harus diberikan ruang privasi tersendiri.Akan tetapi, masalah hari ini bukanlah masalah sepele.Orang dewasa saja pasti akan merasa malu melihat adegan tidak senonoh dalam video itu, apalagi anak-anak yang pola pikirnya masih dalam proses perkembangan?Karena Timmy masih belum mau mengaku, Nadia pun menarik napas dalam-dalam. Dia melangkah menghampiri anaknya, lalu duduk di seb

  • Setelah Berhenti Kerja, Direktur Tak Bisa Hidup Tanpaku   Bab 168 Siapa yang Membocorkannya?

    "Wah, wah, memang putri Keluarga Wren beda kelas, ya," puji para selebriti itu sambil tertawa."Tentu saja, Yuvira itu bukan cuma lembut dan baik hati, tapi pendidikannya juga nggak main-main ...."Yuvira tersenyum bangga mendengar semua pujian itu.Ya, semua ini memang harusnya menjadi miliknya!Hanya dia yang pantas disanjung seperti ini!Yuvira berjalan turun bersama para selebriti itu dengan sepatu hak tingginya, lalu dengan anggun lanjut menuju panggung tempat foto-fotonya ditampilkan.Yuvira berdiri di depan mikrofon, lalu memberikan kata sambutan, "Terima kasih sudah datang ke pesta ulang tahunku ...."Sementara itu, di Vila Harmonisa.Timmy duduk di depan laptop sambil menonton rekaman kamera pengawas di tempat acara pesta ulang tahun Yuvira. Dia juga menggunakan headphone untuk memudahkan berkomunikasi dengan Ivan."Ya ampun, dia pintar banget bicara," komentar Timmy dengan gusar."Dia pasti bangga banget karena ada banyak orang yang mendukungnya," sahut Ivan dengan nada datar

  • Setelah Berhenti Kerja, Direktur Tak Bisa Hidup Tanpaku   Bab 167 Akan Kuhancurkan Reputasinya

    Gio berusaha menahan amarahnya, lalu memerintahkan dengan dingin, "Cari tahu kapan Kiano pulang ke tanah air!"Yuda sontak tertegun. Tuan Muda Kiano sudah kembali?Gawat, Brian benar-benar sudah mengusik batas kesabaran Gio.Brian paling sayang dengan Kiano yang merupakan anak sulung. Seandainya bukan karena skandal yang menghebohkan itu, sekarang Kiano pasti sudah menjadi satu-satunya pewaris Keluarga Cakra.Walaupun Gio adalah adik kandung satu ayah dengan Kiano, Yuda tahu betapa Gio membenci Kiano.Sebagai asisten pribadi Gio, Yuda tahu betul betapa Gio ingin sekali membunuh Kiano.Yuda pun diam-diam menghela napas. Seandainya saja Kiano menurut dan tetap tinggal di luar negeri, Gio pasti bersedia mengampuni nyawa Kiano.Sementara itu, di Vila Harmonisa.Mona menatap kakaknya yang terus sibuk dengan laptopnya, lalu berkata dengan kesal sambil cemberut, "Kak, Kakak sibuk banget sih! Kakak bahkan sudah nggak mau main lagi dengan Mona!"Timmy menghentikan aktivitasnya sejenak, lalu mem

  • Setelah Berhenti Kerja, Direktur Tak Bisa Hidup Tanpaku   Bab 166 Mengusik Batas Kesabaran

    Gio mengambil serbet yang diletakkan di atas meja, lalu menyeka tangannya sambil menjawab, "Ivan mengalami gangguan mental karena disiksa oleh Yuvira.""Yuvira menyiksa Ivan? Dia 'kan ibunya Ivan! Menyiksa bagaimana maksudmu?" tanya Tuan Besar Brian dengan kaget.Gio pun melirik ke arah Tuan Besar Brian yang terlihat gelisah. "Dengan memukul dan memakinya."Tuan Besar Brian sontak menggebrak meja dan berseru dengan marah, "'Kan sudah kubilang dari dulu kalau wanita itu nggak layak menjadi menantu Keluarga Cakra!""Jadi, kenapa Anda menyuruhku pulang malam ini?" tanya Gio mengalihkan topik pembicaraan, sorot tatapannya dengan kesal."Mantan pacarmu masih hidup?" tanya Tuan Besar Brian."Apa hubungannya itu dengan Anda?" tanya Gio, sorot tatapannya terlihat dingin."Jangan berani-beraninya kamu pacaran sama seorang pembunuh! Nanti reputasi Keluarga Cakra jadi rusak!""Apa gara-gara dia juga kamu membatalkan kontrak di Kota Herna dan bergegas pulang ke Kota Mesia?" tanya Tuan Besar Brian

  • Setelah Berhenti Kerja, Direktur Tak Bisa Hidup Tanpaku   Bab 165 Akan Kubuat Dia Tersiksa dan Jatuh Miskin

    Saat sedang istirahat dari jam pelajaran, Ivan mengajak Timmy untuk melihat informasi yang dia temukan.Timmy membaca-baca informasi itu sebentar, sorot tatapannya terlihat marah. "Apa ini semua adalah perseteruan Ibu dengan Yuvira?"Ivan mengangguk. "Tapi, aku nggak tahu apa ada yang terlewat atau nggak.""Yuvira benar-benar orang jahat! Bisa-bisanya dia mencuri posisi Ibu sebagai penyelamat Ayah!" ujar Timmy dengan marah."Dia bahkan berpura-pura menjadi adik Paman! Yang lebih jahatnya lagi, dia yang menculikmu!"Walaupun Ivan tidak berkomentar apa-apa, ekspresinya juga terlihat kesal."Masih ada lagi."Ivan berujar, lalu menunjukkan gambar lain di layar laptopnya.Kali ini, Ivan memperlihatkan sebuah rekaman kamera pengawas.Itu adalah rekaman Nadia yang memasuki sebuah kafe pada lima tahun lalu. Tidak sampai setengah jam kemudian, tiba-tiba ada dua orang yang tidak dikenal menggendong Nadia, lalu memasukkan Nadia ke dalam sebuah mobil berwarna hitam melalui pintu belakang.Ivan jug

  • Setelah Berhenti Kerja, Direktur Tak Bisa Hidup Tanpaku   Bab 164 Aku Bisa Memberimu Kompensasi

    "Dia adalah dewiku!" puji Alva dengan bersemangat."Coba jelaskan," kata Yosef sambil mengangkat alisnya.Alva menghela napas, "Nadia itu hidupnya menyedihkan banget. Waktu aku bertemu dengannya, dia bahkan nggak sempat makan.""Dia belajar sambil bekerja paruh waktu dan masih harus mengurus kedua anaknya.""Dia berusaha sebisa mungkin untuk memberikan anak-anaknya makanan enak, sedangkan dia sendiri cuma ala kadarnya.""Aku bertemu dengannya di lomba desain pakaian.""Aku masih ingat ucapannya waktu itu. Dia bilang dia akan membantuku memenangkan perlombaan asalkan aku menggajinya 1.500 dolar.""Lomba itu mempertaruhkan reputasiku yang kudapatkan setelah bekerja keras selama sepuluh tahun. Jangankan 1.500 dolar, 10 ribu dolar saja aku rela keluarkan!""Setelah itu, dia mengubah hasil rancangan karya-karyaku sehingga salah satu lawanku yang meniru langsung kalah.""Sejak saat itulah Nadia menjadi dewiku!"Gio dan Yosef sontak terdiam.Yosef akhirnya mengerti maksud kata-kata Nadia sore

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status