Share

Bab 10

Author: Rania
Pesta barbeku itu berlangsung lebih dari tiga jam. Dentingan gelas dan aroma anggur yang bercampur dengan aroma panggangan menciptakan suasana akrab yang terasa seperti berada di rumah sendiri.

Di tengah pesta, Shania menyelinap pergi dan memilih hadiah kemenangannya dengan ditemani oleh staf. Menurut aturan Rayden, dia boleh membawa pulang kuda poni atau hewan peliharaan lain yang disukainya.

Meskipun lebih menyukai kuda, Shania akhirnya memilih anak rusa. Dia secara tidak sadar merasa bahwa kuda tidak cocok untuk dipelihara. Setelah memilih hadiah kemenangannya, dia dihentikan oleh seorang pengawal yang dengan hormat berkata, "Bu Shania, Bos Ray mau ketemu sama kamu."

Di tempat ini, tentu saja tidak ada Bos Ray lain. Jadi, itu pasti adalah Rayden.

Shania mengikuti pengawal itu ke lantai dua. Seorang pria duduk santai di kursi dekat jendela. Sementara itu, Sevano sedang sibuk meracik minuman. Es batu yang tenggelam di dalam minuman berwarna ungu itu memantulkan cahaya yang menggoda.

Begitu melihat Shania, mata Sevano seketika berbinar. Dia menggoda, "Wah, kamu ternyata memang punya hubungan sama Kak Rayden! Kak Rayden nggak pernah ajak siapa pun untuk cicipi anggur bersamanya, lho."

Kata-kata Sevano terdengar ambigu dan sembrono.

Mendengar ucapan itu, Shania pun menatap pria di hadapannya dengan serius. Dia belum pernah melihat orang setampan dan semenarik Rayden. Oleh karena itu, perhatiannya teralihkan sejenak ketika Rayden mulai berbicara.

Ketika Shania tersadar kembali, hanya tersisa dirinya dan Rayden di lantai dua. Senyum tipis dan tenang terpancar dari balik mata Rayden.

Shania mendengarnya berkata, "Shania, aku mau minta bantuanmu."

Setengah jam kemudian, saat Shania turun dari lantai dua, kerumunan sudah berangsur-angsur bubar.

Lucy duduk di kursi untuk menunggu Shania. Melihatnya muncul, dia mencondongkan tubuh dan bertanya dengan penuh penasaran, "Nia, siapa yang cari kamu?"

Ketika teringat permintaan pria itu, Shania tertegun sejenak, lalu ekspresinya kembali normal. Dia menjawab sambil tersenyum, "Nggak apa-apa, aku cuma ketemu seorang teman."

Lucy pun mengangguk dengan bingung.

Hari mulai gelap dan Shania berencana untuk kembali. Namun, dia dan Lucy minum cukup banyak alkohol dan tidak dapat mengemudi. Ketika Shania mengeluarkan ponsel dan hendak memanggil taksi, tiba-tiba terdengar suara seorang wanita yang lembut.

"Shania, Lucy, gimana kalau kalian pulang bersama kami? Hari sudah larut dan kalian mungkin nggak akan dapatkan taksi."

Shania mendongak dan melihat Natalie yang merangkul lengan Charles muncul di depannya. Wanita itu tersenyum manja pada Charles dan berkata, "Charles, sekalian antarin Shania dan Lucy pulang, ya?"

Charles melirik Shania dengan tatapan mendalam, lalu hanya berkata pelan, "Naik ke mobil."

Di belakangnya, beberapa teman baik Charles terlihat bersemangat, seolah-olah sedang menunggu sesuatu yang menarik untuk terjadi.

Shania mengerutkan kening dan menolak, "Nggak usah, kami bisa pulang sendiri."

Lucy menimpali, "Makanya. Siapa yang sudi naik mobilmu? Macam orang lain nggak punya mobil saja."

Penolakan ini terkesan sedikit tidak tahu berterima kasih.

Natalie berbicara dengan makin hati-hati. "Shania, aku nggak punya maksud lain. Hanya saja, ini sudah malam dan nggak aman bagi kalian berdua untuk naik taksi ...."

Charles menggenggam tangan Natalie dalam diam. Tatapannya juga melembut. Meskipun tiga tahun telah berlalu, Natalie masih tetap penuh perhatian seperti biasa. Dia melirik Shania dan berkata dengan tenang, "Naiklah. Ini juga niat baik Natalie. Nggak usah pertaruhkan keselamatanmu demi merajuk."

Shania pun bertambah jengkel dan nadanya terdengar makin dingin. Dia menatap Charles dan berujar, "Charles, sudah kubilang nggak perlu."

Wajah Charles menjadi muram dan menunjukkan sedikit ketidaksenangan. Sementara itu, Natalie yang berdiri di samping menunduk tanpa berbicara, tetapi malah terlihat tidak bersalah dan kasihan. Ekspresi teman-teman mereka juga berubah drastis.

Melihat situasinya yang menjadi makin tegang, Lucy menyingsingkan lengan bajunya dan hampir main tangan. Tiba-tiba, terdengar suara Sevano menggoda, "Eh, dua nona cantik ini lagi main patung-patungan?"

Dia melambaikan kunci mobil di tangannya dan melirik sekelompok orang di depannya sambil tersenyum tipis.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 100

    “Aku nggak ingin ke rumah sakit. Cukup makan obat pereda rasa sakit saja,” gumam Shania.Tangan Rayden yang sedang memegang setir mobil semakin erat lagi. “Biasanya sesakit ini?”“Biasanya nggak. Tadi aku minum sebotol bir dingin.”“Apa kamu lupa?” Suara Rayden terdengar berat.Shania terbengong sejenak. “Ingat, hanya saja aku melupakannya karena terlalu gembira.”Mobil telah berhenti di depan pintu rumah sakit. Tidak ada lagi yang mengantre di tengah malam. Hanya ada dokter UGD dan dokter jaga saja.Untung saja dokter jaga hari ini adalah dokter kandungan. Dokter membukakan resep obat dan juga membuka obat pereda sakit.“Ingat, obat herbalnya diminum sehari sekali. Jangan lupa.”Shania mengangguk. “Aku mengerti.”Sebenarnya Shania ingin mengatakan bahwa tidak perlu membesarkan masalah. Biasanya dia tidak akan sesakit ini, hanya saja tadi dia lupa, malah meminum bir.Setelah kembali ke mobil, raut wajah Rayden kelihatan muram. Dia menghentikan mobil di bawah apartemen, kemudian membawa

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 99

    Satu hari sebelum kompetisi dimulai, Shania sedang sibuk di sekolah. Dia bersama anggota departemen acara dan perencanaan sedang sibuk untuk menyusun dekorasi. Bahkan, Wisnu juga merasa tidak tenang hingga ikut memantau hingga larut malam.“Apa soal kompetisi sudah disimpan dengan baik?” tanya Wisnu.Shania mengangguk. “Sudah diletakkan di dalam brankas ruangan konseling. Hanya aku saja yang punya kunci brankasnya.”Wisnu mengangguk. “Baguslah kalau begitu.”Setelah Wisnu pergi, Shania masih merasa tidak tenang. Dia pun mengecek seluruh peralatan di dalam aula.Setelah semuanya sudah diurus dengan baik, waktu sudah menunjukkan pukul 23.30. Shania yang merasa lelah itu menghela napas lega. Apa pun ceritanya, asalkan kompetisi besok bisa berjalan lancar, semua rasa letih itu juga pantas dirasakannya.Shania kembali ke ruangan konseling untuk membereskan barang-barang. Saat belum keluar, dia menerima panggilan dari Yurika. “Yuri?”Terdengar suara perhatian Yurika. “Kak Shania, kenapa kamu

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 98

    “Kata siapa aku nggak akan menghadiri kompetisi pengetahuan psikologi kampus ini?” Terdengar suara yang familier.Mata Shania terbelalak. Dia memalingkan kepalanya dengan syok.Pintu ruangan rektor dibuka. Sandra bersama asistennya berjalan ke dalam.Yasmin menatap kehadiran orang itu dengan tatapan tidak percaya. “San … Sandra!”Sandra langsung mengabaikan mereka, lalu berjabat tangan dengan Latif. “Salam kenal, aku Sandra.”“Bu Sandra, kenapa kamu bisa kemari?” Shania menatapnya dengan terbengong.“Nanti aku akan jelaskan kepadamu.” Sandra menatap Fenny. “Bu, sekarang aku sudah pasti akan menjadi juri dari kompetisi kali ini. Seharusnya nggak tergolong kesalahan?”Raut wajah Fenny kelihatan muram. Dia saling bertukar pandang dengan Yasmin. Kenapa Sandra bisa setuju? Jangan-jangan Rayden diam-diam telah membantu Shania?“Bu Sandra, apa kamu benar-benar setuju untuk menjadi juri kompetisi?” tanya rektor.Sandra mengangguk. “Emm, aku sudah bisa memastikan.”“Mana mungkin? Bukannya kamu

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 97

    Seharusnya dia adalah psikolog yang dicari Rayden untuk Yurika, yang mana juga merupakan wanita yang menunggunya di depan resepsionis hotel tadi.Di bagian belakang dokumen ini diletakkan selembar prosedur kompetisi pengetahuan psikologi, termasuk isi pertanyaan.Sandra berpikir mungkin seharusnya dia berhubungan dengan mahasiswa generasi baru. Bisa jadi mahasiswa generasi baru itu mendatangkan kejutan untuknya.Setelah Shania pulang ke rumah, dia pun menghadap jendela sembari termenung. Dia merasa omongan Sandra memang benar. Dia telah menempuh studi lanjutan di luar negeri selama bertahun-tahun dan berpartisipasi dalam banyak proyek penelitian psikologi. Dia memiliki pandangan yang sangat unik dalam bidang tersebut.Kepulangan Sandra kali ini bukan hanya untuk membantu para pakar dan akademis psikologi di Kota Narkha saja, melainkan juga demi menganalisis dan membedah satu kasus psikologis khusus. Waktunya sangat berharga.Seandainya kontribusi Shania bisa lebih berharga daripada sem

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 96

    Sandra berkata dengan tersenyum tidak berdaya, “Shania, aku rasa aku sudah bicara dengan sangat jelas. Aku nggak ada waktu dan juga nggak akan menghadiri kegiatan kompetisi.”Asisten menghalangi Shania, lalu berkata dengan raut serius, “Bu, kali ini waktu kepulangan Bu Sandra ke dalam negeri terbatas. Semua kegiatannya sudah diatur sebelumnya. Jadi, kami nggak bisa mengubah jadwal dan mengikuti kompetisi yang kamu katakan.”“Bu Sandra, apa kamu sudah baca dokumen yang aku berikan kepadamu?” tanya Shania dengan harapan.Sandra juga tidak menyangka Shania akan begitu keras kepala. Dia mengangguk. “Aku sudah baca dokumen itu. Nggak dipungkiri, mahasiswa Universitas Arinda memang sangat hebat. Aku merasa ada banyak gagasan mereka yang sangat bagus.”Sandra mengedipkan matanya. “Begini, Shania, aku nggak merasa dokumen-dokumen itu bisa membuatku mengubah jadwalku.”“Kepulanganku kali ini demi mengikuti diskusi dengan para ahli psikologi di Kota Narkha untuk membahas berbagai permasalahan ps

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 95

    “Bu Shania, masalah ini sangat penting. Lebih baik kamu pergi cari kabar dulu, bagaimanapun kompetisi masih tersisa beberapa hari lagi.” Latif merasa ragu.Latif memang adalah rektor, tetapi masih ada para direksi di atasnya.“Aku mengerti, Pak Latif.” Shania kelihatan serius. Perbuatan Keluarga Fariz telah mendorongnya menjadi buah bibir orang-orang. Setelah keluar dari kantor rektor, Shania kembali ke ruangan konselingnya. Yurika pun sedang menunggunya di sana.“Kak Shania, aku sudah tahu semuanya. Apa yang harus kita lakukan sekarang?”Shania berkata dengan tersenyum getir, “Cuma bisa menghubungi Bu Sandra lagi.”Di antara dokumen yang Shania berikan kepada Sandra, dia juga menyelipkan tesis miliknya sendiri, yang berkaitan dengan arah penelitian terbaru Sandra. Namun, bagaimana kalau Sandra tidak sempat melihatnya?Pada jam tiga sore, Yasmin membaca perbincangan sengit di forum dengan puas. Dia mengganti beberapa akunnya untuk membawakan suasana, supaya semua orang percaya Sandra

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status