Share

Bab 9

Author: Rania
Shania mendongak dan melihat sepasang mata yang indah. Pria di hadapannya sangat tampan dan menawan, tetapi memancarkan aura lembut dan hangat. Senyumannya memancarkan kepolosan khas anak muda.

Shania tidak kenal dengan pria itu, sedangkan Lucy juga menatapnya dengan curiga.

Namun, Sevano sangat ramah. Sambil tersenyum, dia meletakkan angsa hitam kecil yang telah disiapkannya di samping kedua orang itu, lalu memperkenalkan dirinya dengan hangat.

"Namaku Sevano Zakardi. Aku ini kokinya Bos Ray. Bos Ray suruh aku masakkan angsa yang berhasil Kakak buru dan membawanya kemari. Silakan dicicip."

Koki?

Shania pun mendongak. Mana ada koki yang memakai jam tangan senilai miliaran?

Lucy langsung berseru, "Vano, apa semua koki Bos Ray sekaya kamu?"

Sevano membantu mereka memotong angsa itu sambil menjawab dengan bangga, "Itu karena Bos Ray kaya banget."

Lucy dan Shania pun tak kuasa menahan tawa.

Tawa riang mereka bertiga terdengar hingga ke telinga Charles. Dada Charles pun terasa sesak.

Dari posisinya, Shania sedang menusuk sepotong daging panggang dengan garpu, lalu memasukkannya ke mulut sambil tersenyum. Matanya juga berbinar-binar. Pria tampan itu sepertinya mengatakan sesuatu sehingga Shania sedikit mendongak dan mendengarkan dengan saksama.

Dalam seketika, daging panggang di mulut Charles terasa hambar.

Selama tiga tahun bersama Shania, dia mengenal Shania sebagai sosok yang lembut, penuh perhatian, dan sangat teliti. Akan tetapi, dia tidak pernah tahu bahwa Shania begitu hidup dan berwarna, layaknya lukisan indah yang tiba-tiba menjelma menjadi nyata.

"Charles, apa pria yang bersama Shania itu temannya?" tanya Natalie dengan santai sambil mengikuti arah pandangnya.

Teman-teman dekat Charles juga sedang bersama Charles dan Natalie. Begitu mendengar pertanyaan Natalie, mereka pun melihat ke arah Shania dan merasa agak terkejut.

"Seharusnya bukan. Kakak I ... Shania sepertinya nggak punya banyak teman. Tapi, Shania kayaknya lumayan suka sama pria itu."

"Apa mungkin itu orang yang mau kejar Kak Shania atau dia adalah pacarnya? Ck, ck. Untung saja Kak Charles sudah cerai. Kalau nggak ...."

Orang yang berbicara itu menyadari perubahan ekspresi Charles dan langsung terdiam.

Wajah Charles menjadi muram dan tangannya terkepal. Dia menatap ke arah Shania sambil tersenyum mengejek.

Pantas saja. Pantas saja Shania bersedia bercerai dengannya.

Tatapan Charles terlihat dalam dan dingin. Shania dan Lucy tentu saja menyadari keanehan Charles. Setelah Sevano pergi, Lucy tak kuasa menahan diri untuk balas memelotot. "Sial! Buat apa bajingan itu lihat kemari!"

Shania juga mengerutkan keningnya, tetapi pemandangan di area berburu begitu indah dan suasana hatinya sedang begitu baik. Dia pun malas memikirkannya.

Setelah minum dua gelas anggur dan merasa agak mabuk, Shania menjawab dengan malas, "Mungkin karena aku terlalu cantik."

Kata-katanya sampai ke telinga seorang pria di lantai dua. Dengan diselimuti asap, terdengar tawanya yang pelan. Mata pria yang panjang dan indah itu sedikit terangkat, sedangkan senyum malas tersungging di wajahnya. Suasana hatinya sepertinya sedang sangat bagus.

Sevano menatap Rayden dengan ngeri. Selama bertahun-tahun, dia hanya pernah melihat Rayden tertawa seperti ini sekali. Itu adalah ketika Keluarga Danardi hancur dan sebagian besar dari mereka tewas.

"Ka ... Kak Rayden, kalau nggak apa-apa, tolong jangan ketawa seperti itu. Aku masih terlalu muda dan nggak tahan sama kejutan seperti ini."

Rayden melirik Sevano dengan acuh tak acuh, lalu bertanya, "Kamu sudah antarkan angsanya?"

Sevano mengangguk, lalu mengelus hidungnya dengan bingung. "Kak Rayden, apa sebenarnya maksudmu? Kamu minta aku datang jauh-jauh kemari untuk panggangkan daging, juga secara khusus suruh aku masakkan hidangan angsa. Siapa dari kedua orang itu yang kamu incar?"

Sevano memiliki kepribadian yang blak-blakan dan tidak suka berbicara bertele-tele. Sejak Rayden memintanya mengantarkan makanan, dia sudah merasa ada yang tidak beres. Jadi, dia langsung menanyakan apa yang dipikirkannya.

Orang-orang di sekitar Rayden mendengarkan percakapan itu dengan cemas, sedangkan Rayden tetap terlihat tenang, seolah-olah berada di level yang berbeda dengan mereka.

Berdiri di lantai dua, Rayden memandangi hamparan pepohonan yang tak berujung dan flora yang tumbuh di area berburu. Saat teringat tembakannya yang meleset tadi, dia melirik Sevano dan menjawab dengan penuh pertimbangan, "Nggak, aku cuma mau seseorang ingat bahwa dia berutang budi padaku."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 100

    “Aku nggak ingin ke rumah sakit. Cukup makan obat pereda rasa sakit saja,” gumam Shania.Tangan Rayden yang sedang memegang setir mobil semakin erat lagi. “Biasanya sesakit ini?”“Biasanya nggak. Tadi aku minum sebotol bir dingin.”“Apa kamu lupa?” Suara Rayden terdengar berat.Shania terbengong sejenak. “Ingat, hanya saja aku melupakannya karena terlalu gembira.”Mobil telah berhenti di depan pintu rumah sakit. Tidak ada lagi yang mengantre di tengah malam. Hanya ada dokter UGD dan dokter jaga saja.Untung saja dokter jaga hari ini adalah dokter kandungan. Dokter membukakan resep obat dan juga membuka obat pereda sakit.“Ingat, obat herbalnya diminum sehari sekali. Jangan lupa.”Shania mengangguk. “Aku mengerti.”Sebenarnya Shania ingin mengatakan bahwa tidak perlu membesarkan masalah. Biasanya dia tidak akan sesakit ini, hanya saja tadi dia lupa, malah meminum bir.Setelah kembali ke mobil, raut wajah Rayden kelihatan muram. Dia menghentikan mobil di bawah apartemen, kemudian membawa

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 99

    Satu hari sebelum kompetisi dimulai, Shania sedang sibuk di sekolah. Dia bersama anggota departemen acara dan perencanaan sedang sibuk untuk menyusun dekorasi. Bahkan, Wisnu juga merasa tidak tenang hingga ikut memantau hingga larut malam.“Apa soal kompetisi sudah disimpan dengan baik?” tanya Wisnu.Shania mengangguk. “Sudah diletakkan di dalam brankas ruangan konseling. Hanya aku saja yang punya kunci brankasnya.”Wisnu mengangguk. “Baguslah kalau begitu.”Setelah Wisnu pergi, Shania masih merasa tidak tenang. Dia pun mengecek seluruh peralatan di dalam aula.Setelah semuanya sudah diurus dengan baik, waktu sudah menunjukkan pukul 23.30. Shania yang merasa lelah itu menghela napas lega. Apa pun ceritanya, asalkan kompetisi besok bisa berjalan lancar, semua rasa letih itu juga pantas dirasakannya.Shania kembali ke ruangan konseling untuk membereskan barang-barang. Saat belum keluar, dia menerima panggilan dari Yurika. “Yuri?”Terdengar suara perhatian Yurika. “Kak Shania, kenapa kamu

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 98

    “Kata siapa aku nggak akan menghadiri kompetisi pengetahuan psikologi kampus ini?” Terdengar suara yang familier.Mata Shania terbelalak. Dia memalingkan kepalanya dengan syok.Pintu ruangan rektor dibuka. Sandra bersama asistennya berjalan ke dalam.Yasmin menatap kehadiran orang itu dengan tatapan tidak percaya. “San … Sandra!”Sandra langsung mengabaikan mereka, lalu berjabat tangan dengan Latif. “Salam kenal, aku Sandra.”“Bu Sandra, kenapa kamu bisa kemari?” Shania menatapnya dengan terbengong.“Nanti aku akan jelaskan kepadamu.” Sandra menatap Fenny. “Bu, sekarang aku sudah pasti akan menjadi juri dari kompetisi kali ini. Seharusnya nggak tergolong kesalahan?”Raut wajah Fenny kelihatan muram. Dia saling bertukar pandang dengan Yasmin. Kenapa Sandra bisa setuju? Jangan-jangan Rayden diam-diam telah membantu Shania?“Bu Sandra, apa kamu benar-benar setuju untuk menjadi juri kompetisi?” tanya rektor.Sandra mengangguk. “Emm, aku sudah bisa memastikan.”“Mana mungkin? Bukannya kamu

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 97

    Seharusnya dia adalah psikolog yang dicari Rayden untuk Yurika, yang mana juga merupakan wanita yang menunggunya di depan resepsionis hotel tadi.Di bagian belakang dokumen ini diletakkan selembar prosedur kompetisi pengetahuan psikologi, termasuk isi pertanyaan.Sandra berpikir mungkin seharusnya dia berhubungan dengan mahasiswa generasi baru. Bisa jadi mahasiswa generasi baru itu mendatangkan kejutan untuknya.Setelah Shania pulang ke rumah, dia pun menghadap jendela sembari termenung. Dia merasa omongan Sandra memang benar. Dia telah menempuh studi lanjutan di luar negeri selama bertahun-tahun dan berpartisipasi dalam banyak proyek penelitian psikologi. Dia memiliki pandangan yang sangat unik dalam bidang tersebut.Kepulangan Sandra kali ini bukan hanya untuk membantu para pakar dan akademis psikologi di Kota Narkha saja, melainkan juga demi menganalisis dan membedah satu kasus psikologis khusus. Waktunya sangat berharga.Seandainya kontribusi Shania bisa lebih berharga daripada sem

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 96

    Sandra berkata dengan tersenyum tidak berdaya, “Shania, aku rasa aku sudah bicara dengan sangat jelas. Aku nggak ada waktu dan juga nggak akan menghadiri kegiatan kompetisi.”Asisten menghalangi Shania, lalu berkata dengan raut serius, “Bu, kali ini waktu kepulangan Bu Sandra ke dalam negeri terbatas. Semua kegiatannya sudah diatur sebelumnya. Jadi, kami nggak bisa mengubah jadwal dan mengikuti kompetisi yang kamu katakan.”“Bu Sandra, apa kamu sudah baca dokumen yang aku berikan kepadamu?” tanya Shania dengan harapan.Sandra juga tidak menyangka Shania akan begitu keras kepala. Dia mengangguk. “Aku sudah baca dokumen itu. Nggak dipungkiri, mahasiswa Universitas Arinda memang sangat hebat. Aku merasa ada banyak gagasan mereka yang sangat bagus.”Sandra mengedipkan matanya. “Begini, Shania, aku nggak merasa dokumen-dokumen itu bisa membuatku mengubah jadwalku.”“Kepulanganku kali ini demi mengikuti diskusi dengan para ahli psikologi di Kota Narkha untuk membahas berbagai permasalahan ps

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 95

    “Bu Shania, masalah ini sangat penting. Lebih baik kamu pergi cari kabar dulu, bagaimanapun kompetisi masih tersisa beberapa hari lagi.” Latif merasa ragu.Latif memang adalah rektor, tetapi masih ada para direksi di atasnya.“Aku mengerti, Pak Latif.” Shania kelihatan serius. Perbuatan Keluarga Fariz telah mendorongnya menjadi buah bibir orang-orang. Setelah keluar dari kantor rektor, Shania kembali ke ruangan konselingnya. Yurika pun sedang menunggunya di sana.“Kak Shania, aku sudah tahu semuanya. Apa yang harus kita lakukan sekarang?”Shania berkata dengan tersenyum getir, “Cuma bisa menghubungi Bu Sandra lagi.”Di antara dokumen yang Shania berikan kepada Sandra, dia juga menyelipkan tesis miliknya sendiri, yang berkaitan dengan arah penelitian terbaru Sandra. Namun, bagaimana kalau Sandra tidak sempat melihatnya?Pada jam tiga sore, Yasmin membaca perbincangan sengit di forum dengan puas. Dia mengganti beberapa akunnya untuk membawakan suasana, supaya semua orang percaya Sandra

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status