Share

Bab 7

Author: Rania
Sorot mata Shania agak bergetar. Jika bukan demi bersama Charles, dia pasti sudah menjadi seorang psikolog. Namun, setelah vakum beberapa tahun, meskipun dia tidak kehilangan keahlian profesionalnya, apakah dia benar-benar bisa kembali ke bidang spesialisasinya?

Wisnu menyadari keraguan Shania dan menghiburnya dengan lembut, "Masalah ini nggak buru-buru. Tapi kalau kamu tertarik, aku bersedia membantu."

"Prof, terima kasih."

Hati Shania terasa hangat. Dalam beberapa tahun terakhir, dia tidak punya waktu untuk mengunjungi Wisnu. Tak disangka, Wisnu masih peduli padanya.

Shania bertanya lagi tentang kondisi Wisnu dengan penuh perhatian. Setelah mengobrol sebentar, Wisnu bahkan mengundangnya untuk makan bersama. Shania baru meninggalkan rumah Wisnu pada sore hari.

Berhubung akan pergi berburu keesokan harinya, Shania sengaja menyiapkan pakaian dan perlengkapannya.

Keesokan harinya, Lucy menjemput Shania dan melaju ke Gunung Minduk. Mereka tiba lebih awal dan hanya melihat beberapa wajah yang asing. Ditambah lagi, kegiatan berburu kali ini diselenggarakan oleh Keluarga Yuvan dan orang yang datang sangat beragam. Jadi, Shania tidak repot-repot menyapa orang.

Dia langsung masuk ke rumah untuk berganti pakaian dan memilih senapan berburu. Ketika keluar, dia mendengar suara orang yang familier.

"Kak Charles, Kak Natalie, apa yang kalian lakukan di sini? Bukannya kalian nggak tertarik sama kegiatan seperti ini?"

"Natalie bilang, makanan yang dihidangkan di sini enak. Selain itu, kami juga bisa sekaligus jalan-jalan."

Hati Shania bergetar untuk sejenak. Saat membuka pintu dan berjalan keluar, dia mendapati teman baik Charles sedang menyapa Charles dan Natalie dengan hangat.

Melihat Shania berjalan keluar, pria itu berseru kaget, "Kakak Ipar … kamu juga ada di sini?"

Seusai berbicara, dia mengamati raut wajah Charles dengan agak menyesal.

Rambut Shania diikat dan dia tidak memakai riasan. Kacamatanya sudah diganti dengan lensa kontak dan dia mengenakan seragam berburu kamuflase. Meskipun penampilannya sederhana dan rapi, dia terlihat sangat gagah dan memikat.

Charles belum pernah melihat sisi Shania yang seperti ini. Dia pun bertanya dengan kening berkerut, "Kok kamu ada di sini?"

Lucy yang juga sudah mengganti pakaian memelototi Charles dan menyahut dengan tampang cemberut, "Kenapa? Memangnya cuma kamu saja yang boleh datang bersenang-senang dengan simpananmu, sedangkan Nia nggak boleh keluar untuk buang sial?"

"Lucy, Charles nggak bermaksud begitu. Hanya saja, Charles dan Shania sudah cerai. Lagian, Shania nggak tahu cara berburu, tapi masih sengaja datang ke Gunung Minduk untuk awasi Charles. Itu tentu saja kurang bagus."

Begitu Natalie selesai berbicara, rasa kesal yang terpancar dari mata Charles pun bertambah. Selain itu, obrolan orang-orang di sekitar juga makin intens. Mereka mungkin mengira Shania datang ke Gunung Minduk untuk mengejar Charles.

Semua orang yang hadir adalah anggota dari keluarga terpandang. Mereka semua sedikit banyaknya tahu mengenai masalah Charles dan Shania.

Selama bertahun-tahun, Charles tidak pernah membawa Shania keluar. Itu sudah setara dengan tidak mengakui Shania sebagai istrinya. Setelah mereka bercerai sekarang, Shania masih mengejar-ngejar Charles. Tindakan ini sedikit banyaknya tergolong tidak tahu malu.

Begitu mendengar ucapan Natalie, Lucy sangat marah dan hendak berdebat dengan Natalie. "Sialan ...."

Namun, Shania menarik lengan baju Lucy untuk menghentikannya. Dia tersenyum pada Natalie dan Charles, lalu berujar, "Maaf, kalian berpikir kejauhan. Aku datang kemari untuk berburu ...."

Dia mengisi senapannya dengan terampil dan lanjut berkata dengan santai, "Aku bukan cuma bisa berburu, juga termasuk pemburu yang terampil. Charles, Natalie, kalau nggak percaya, kalian boleh coba tantang aku ...."

Setelah Shania selesai berbicara, kerumunan tiba-tiba hening hingga hanya suara langkah kaki pelan yang terdengar.

Rayden yang baru saja tiba di lokasi berburu menatap Shania sambil tersenyum, lalu berjalan ke arahnya. Dia mengambil senapan baru yang telah disiapkan staf di belakangnya dan menyerahkannya kepada Shania. "Ini senapan model terbaru. Aku sudah nggak sabar untuk saksikan performamu."

Mata gelap Rayden terlihat memikat, sedangkan senyumannya penuh arti, juga seperti mengandung sihir yang bisa membuat orang terpesona.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 100

    “Aku nggak ingin ke rumah sakit. Cukup makan obat pereda rasa sakit saja,” gumam Shania.Tangan Rayden yang sedang memegang setir mobil semakin erat lagi. “Biasanya sesakit ini?”“Biasanya nggak. Tadi aku minum sebotol bir dingin.”“Apa kamu lupa?” Suara Rayden terdengar berat.Shania terbengong sejenak. “Ingat, hanya saja aku melupakannya karena terlalu gembira.”Mobil telah berhenti di depan pintu rumah sakit. Tidak ada lagi yang mengantre di tengah malam. Hanya ada dokter UGD dan dokter jaga saja.Untung saja dokter jaga hari ini adalah dokter kandungan. Dokter membukakan resep obat dan juga membuka obat pereda sakit.“Ingat, obat herbalnya diminum sehari sekali. Jangan lupa.”Shania mengangguk. “Aku mengerti.”Sebenarnya Shania ingin mengatakan bahwa tidak perlu membesarkan masalah. Biasanya dia tidak akan sesakit ini, hanya saja tadi dia lupa, malah meminum bir.Setelah kembali ke mobil, raut wajah Rayden kelihatan muram. Dia menghentikan mobil di bawah apartemen, kemudian membawa

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 99

    Satu hari sebelum kompetisi dimulai, Shania sedang sibuk di sekolah. Dia bersama anggota departemen acara dan perencanaan sedang sibuk untuk menyusun dekorasi. Bahkan, Wisnu juga merasa tidak tenang hingga ikut memantau hingga larut malam.“Apa soal kompetisi sudah disimpan dengan baik?” tanya Wisnu.Shania mengangguk. “Sudah diletakkan di dalam brankas ruangan konseling. Hanya aku saja yang punya kunci brankasnya.”Wisnu mengangguk. “Baguslah kalau begitu.”Setelah Wisnu pergi, Shania masih merasa tidak tenang. Dia pun mengecek seluruh peralatan di dalam aula.Setelah semuanya sudah diurus dengan baik, waktu sudah menunjukkan pukul 23.30. Shania yang merasa lelah itu menghela napas lega. Apa pun ceritanya, asalkan kompetisi besok bisa berjalan lancar, semua rasa letih itu juga pantas dirasakannya.Shania kembali ke ruangan konseling untuk membereskan barang-barang. Saat belum keluar, dia menerima panggilan dari Yurika. “Yuri?”Terdengar suara perhatian Yurika. “Kak Shania, kenapa kamu

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 98

    “Kata siapa aku nggak akan menghadiri kompetisi pengetahuan psikologi kampus ini?” Terdengar suara yang familier.Mata Shania terbelalak. Dia memalingkan kepalanya dengan syok.Pintu ruangan rektor dibuka. Sandra bersama asistennya berjalan ke dalam.Yasmin menatap kehadiran orang itu dengan tatapan tidak percaya. “San … Sandra!”Sandra langsung mengabaikan mereka, lalu berjabat tangan dengan Latif. “Salam kenal, aku Sandra.”“Bu Sandra, kenapa kamu bisa kemari?” Shania menatapnya dengan terbengong.“Nanti aku akan jelaskan kepadamu.” Sandra menatap Fenny. “Bu, sekarang aku sudah pasti akan menjadi juri dari kompetisi kali ini. Seharusnya nggak tergolong kesalahan?”Raut wajah Fenny kelihatan muram. Dia saling bertukar pandang dengan Yasmin. Kenapa Sandra bisa setuju? Jangan-jangan Rayden diam-diam telah membantu Shania?“Bu Sandra, apa kamu benar-benar setuju untuk menjadi juri kompetisi?” tanya rektor.Sandra mengangguk. “Emm, aku sudah bisa memastikan.”“Mana mungkin? Bukannya kamu

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 97

    Seharusnya dia adalah psikolog yang dicari Rayden untuk Yurika, yang mana juga merupakan wanita yang menunggunya di depan resepsionis hotel tadi.Di bagian belakang dokumen ini diletakkan selembar prosedur kompetisi pengetahuan psikologi, termasuk isi pertanyaan.Sandra berpikir mungkin seharusnya dia berhubungan dengan mahasiswa generasi baru. Bisa jadi mahasiswa generasi baru itu mendatangkan kejutan untuknya.Setelah Shania pulang ke rumah, dia pun menghadap jendela sembari termenung. Dia merasa omongan Sandra memang benar. Dia telah menempuh studi lanjutan di luar negeri selama bertahun-tahun dan berpartisipasi dalam banyak proyek penelitian psikologi. Dia memiliki pandangan yang sangat unik dalam bidang tersebut.Kepulangan Sandra kali ini bukan hanya untuk membantu para pakar dan akademis psikologi di Kota Narkha saja, melainkan juga demi menganalisis dan membedah satu kasus psikologis khusus. Waktunya sangat berharga.Seandainya kontribusi Shania bisa lebih berharga daripada sem

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 96

    Sandra berkata dengan tersenyum tidak berdaya, “Shania, aku rasa aku sudah bicara dengan sangat jelas. Aku nggak ada waktu dan juga nggak akan menghadiri kegiatan kompetisi.”Asisten menghalangi Shania, lalu berkata dengan raut serius, “Bu, kali ini waktu kepulangan Bu Sandra ke dalam negeri terbatas. Semua kegiatannya sudah diatur sebelumnya. Jadi, kami nggak bisa mengubah jadwal dan mengikuti kompetisi yang kamu katakan.”“Bu Sandra, apa kamu sudah baca dokumen yang aku berikan kepadamu?” tanya Shania dengan harapan.Sandra juga tidak menyangka Shania akan begitu keras kepala. Dia mengangguk. “Aku sudah baca dokumen itu. Nggak dipungkiri, mahasiswa Universitas Arinda memang sangat hebat. Aku merasa ada banyak gagasan mereka yang sangat bagus.”Sandra mengedipkan matanya. “Begini, Shania, aku nggak merasa dokumen-dokumen itu bisa membuatku mengubah jadwalku.”“Kepulanganku kali ini demi mengikuti diskusi dengan para ahli psikologi di Kota Narkha untuk membahas berbagai permasalahan ps

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 95

    “Bu Shania, masalah ini sangat penting. Lebih baik kamu pergi cari kabar dulu, bagaimanapun kompetisi masih tersisa beberapa hari lagi.” Latif merasa ragu.Latif memang adalah rektor, tetapi masih ada para direksi di atasnya.“Aku mengerti, Pak Latif.” Shania kelihatan serius. Perbuatan Keluarga Fariz telah mendorongnya menjadi buah bibir orang-orang. Setelah keluar dari kantor rektor, Shania kembali ke ruangan konselingnya. Yurika pun sedang menunggunya di sana.“Kak Shania, aku sudah tahu semuanya. Apa yang harus kita lakukan sekarang?”Shania berkata dengan tersenyum getir, “Cuma bisa menghubungi Bu Sandra lagi.”Di antara dokumen yang Shania berikan kepada Sandra, dia juga menyelipkan tesis miliknya sendiri, yang berkaitan dengan arah penelitian terbaru Sandra. Namun, bagaimana kalau Sandra tidak sempat melihatnya?Pada jam tiga sore, Yasmin membaca perbincangan sengit di forum dengan puas. Dia mengganti beberapa akunnya untuk membawakan suasana, supaya semua orang percaya Sandra

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status