Share

Bab 8

Author: Rania
Shania mengambil senapan itu dan langsung memuji dalam hati.

Setelah Rayden berganti pakaian dan semua orang sudah siap, para pemburu mengikuti instruksi pelatih dan memasuki area perburuan.

Tentu saja, sebagian besar orang datang kemari hanya semata-mata demi Rayden. Mereka yang kurang mahir dalam berburu pun tetap tinggal di area perkemahan untuk menonton. Di antaranya termasuk Charles dan Natalie.

Keluarga Yuvan telah menyediakan teleskop dan berbagai minuman serta camilan. Di bagian belakang, mereka juga memelihara anak rusa sehingga orang-orang tidak akan merasa bosan. Namun, kebanyakan orang tetap lebih tertarik dengan perburuan yang sedang berlangsung dan mengambil teleskop untuk mengamatinya.

Ketika teringat kata-kata Shania tadi, Charles juga mengambil teleskop.

Di area perburuan, terbentang hamparan padang rumput yang luas, langitnya jernih tanpa kabut, sedangkan cakrawala terlihat seperti tak bertepi.

Shania menunggang kudanya dengan angin berdesir melewatinya. Entah kenapa, dia merasa bersemangat, seolah-olah sesuatu yang telah lama terpendam akhirnya terbangun. Matanya juga berbinar dan terlihat tanpa beban layaknya dulu.

Tak jauh dari sana, Charles meletakkan teleskopnya dengan tampang cemberut dan terdiam cukup lama. Dia tidak pernah tahu bahwa wanita yang selama ini dia anggap membosankan ternyata memiliki sisi yang begitu tangguh dan memikat.

Lucy tidak bisa berkuda. Jadi, dia menunggu Shania bersama anjing pemburu. Ketika Shania turun dari kudanya, Lucy mendongak dan melihat Rayden juga menatap Shania. Sedikit ketertarikan terpancar di mata pria itu.

Jantung Lucy pun berdebar kencang.

Sesuai dugaannya, Rayden memberikan beberapa instruksi, lalu staf di sekitarnya menghampiri mereka dan berkata dengan hormat, "Bu Shania, Bu Lucy, Pak Rayden bilang, siapa pun yang hasil buruannya paling banyak hari ini boleh bawa pulang mangsa favoritnya atau kuda poni dan anak rusa."

Mata Lucy seketika berbinar. "Nia, kalau kamu raih peringkat pertama, bukannya kamu boleh bawa pulang kudanya?"

Shania juga merasa tergoda.

Keterampilan berburu kebanyakan orang kaya ini hanya seperti Lucy yang pas-pasan. Orang yang benar-benar ahli sangatlah sedikit. Oleh karena itu, pada akhirnya, hanya Rayden dan Shania yang hasil buruannya mencapai 19 ekor.

Menjelang akhir perburuan, Shania menatap angsa hitam kecil yang berputar-putar di langit. Rayden telah mengisi amunisinya dan menembak ke arah angsa itu. Berhubung ketepatannya tembakannya luar biasa akurat, Shania tahu dirinya sudah tidak memiliki harapan. Namun, setelah tembakan itu, si angsa masih lanjut terbang bebas.

Shania pun terkejut dan menatap Rayden. Moncong senjatanya masih berasap. Dia menarik kembali senapannya dengan santai, lalu membiarkan orang di belakangnya menyimpan senapan itu.

Banyak penonton mengungkapkan penyesalan mereka yang tulus.

"Kalau tembakan Bos Ray kena sasaran kali ini, dia pasti akan melampaui Shania!"

"Sayang sekali! Cuma selisih sedikit saja angsa hitam kecil itu sudah jadi milik Bos Ray."

Rayden melepas sarung tangannya, lalu menatap Shania dan tersenyum. Dia juga menambahkan dengan tulus, "Sayang sekali."

Dia terdengar seperti benar-benar merasa sayang.

Shania mengangkat senapannya, lalu tembakannya dengan mudah mengenai angsa itu. Mendengarkan seruan kagum di sekitarnya, dia pun menunduk seperti sedang memikirkan sesuatu.

Perburuan telah usai dan makan siang mereka adalah barbeku di area terbuka.

Mungkin karena kelaparan setelah berburu, nafsu makan Shania pun luar biasa tinggi. Di sisi lain, Lucy malah merasa kurang senang. Dia menggigit sayap ayam dengan marah sambil memaki, "Pasangan rendahan!"

Shania mengikuti arah pandang Lucy. Kebetulan, Charles sedang memanggang daging untuk Natalie yang bersandar padanya dan bersikap penuh perhatian.

Melihat reaksi Lucy, Shania merasa agak lucu dan memberinya seikat sayuran. "Mereka itu pasangan yang lagi mesra-mesranya. Buat apa kamu merasa kesal melihat mereka?"

Lucy menerima sayuran itu dan mendengus. "Demi siapa aku begini? Begitu lihat pasangan rendahan itu, aku langsung kesal. Waktu kamu bersamanya, Charles juga nggak pernah perlakukan kamu seperti itu!"

Shania hanya memasang ekspresi acuh tak acuh. Sikap dingin Charles terhadapnya tentu saja karena Charles tidak mencintainya.

Saat mereka berdua sedang mengobrol, tiba-tiba terdengar suara nyinyir seseorang, "Eh, dua nona cantik ini lagi makan, ya."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 100

    “Aku nggak ingin ke rumah sakit. Cukup makan obat pereda rasa sakit saja,” gumam Shania.Tangan Rayden yang sedang memegang setir mobil semakin erat lagi. “Biasanya sesakit ini?”“Biasanya nggak. Tadi aku minum sebotol bir dingin.”“Apa kamu lupa?” Suara Rayden terdengar berat.Shania terbengong sejenak. “Ingat, hanya saja aku melupakannya karena terlalu gembira.”Mobil telah berhenti di depan pintu rumah sakit. Tidak ada lagi yang mengantre di tengah malam. Hanya ada dokter UGD dan dokter jaga saja.Untung saja dokter jaga hari ini adalah dokter kandungan. Dokter membukakan resep obat dan juga membuka obat pereda sakit.“Ingat, obat herbalnya diminum sehari sekali. Jangan lupa.”Shania mengangguk. “Aku mengerti.”Sebenarnya Shania ingin mengatakan bahwa tidak perlu membesarkan masalah. Biasanya dia tidak akan sesakit ini, hanya saja tadi dia lupa, malah meminum bir.Setelah kembali ke mobil, raut wajah Rayden kelihatan muram. Dia menghentikan mobil di bawah apartemen, kemudian membawa

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 99

    Satu hari sebelum kompetisi dimulai, Shania sedang sibuk di sekolah. Dia bersama anggota departemen acara dan perencanaan sedang sibuk untuk menyusun dekorasi. Bahkan, Wisnu juga merasa tidak tenang hingga ikut memantau hingga larut malam.“Apa soal kompetisi sudah disimpan dengan baik?” tanya Wisnu.Shania mengangguk. “Sudah diletakkan di dalam brankas ruangan konseling. Hanya aku saja yang punya kunci brankasnya.”Wisnu mengangguk. “Baguslah kalau begitu.”Setelah Wisnu pergi, Shania masih merasa tidak tenang. Dia pun mengecek seluruh peralatan di dalam aula.Setelah semuanya sudah diurus dengan baik, waktu sudah menunjukkan pukul 23.30. Shania yang merasa lelah itu menghela napas lega. Apa pun ceritanya, asalkan kompetisi besok bisa berjalan lancar, semua rasa letih itu juga pantas dirasakannya.Shania kembali ke ruangan konseling untuk membereskan barang-barang. Saat belum keluar, dia menerima panggilan dari Yurika. “Yuri?”Terdengar suara perhatian Yurika. “Kak Shania, kenapa kamu

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 98

    “Kata siapa aku nggak akan menghadiri kompetisi pengetahuan psikologi kampus ini?” Terdengar suara yang familier.Mata Shania terbelalak. Dia memalingkan kepalanya dengan syok.Pintu ruangan rektor dibuka. Sandra bersama asistennya berjalan ke dalam.Yasmin menatap kehadiran orang itu dengan tatapan tidak percaya. “San … Sandra!”Sandra langsung mengabaikan mereka, lalu berjabat tangan dengan Latif. “Salam kenal, aku Sandra.”“Bu Sandra, kenapa kamu bisa kemari?” Shania menatapnya dengan terbengong.“Nanti aku akan jelaskan kepadamu.” Sandra menatap Fenny. “Bu, sekarang aku sudah pasti akan menjadi juri dari kompetisi kali ini. Seharusnya nggak tergolong kesalahan?”Raut wajah Fenny kelihatan muram. Dia saling bertukar pandang dengan Yasmin. Kenapa Sandra bisa setuju? Jangan-jangan Rayden diam-diam telah membantu Shania?“Bu Sandra, apa kamu benar-benar setuju untuk menjadi juri kompetisi?” tanya rektor.Sandra mengangguk. “Emm, aku sudah bisa memastikan.”“Mana mungkin? Bukannya kamu

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 97

    Seharusnya dia adalah psikolog yang dicari Rayden untuk Yurika, yang mana juga merupakan wanita yang menunggunya di depan resepsionis hotel tadi.Di bagian belakang dokumen ini diletakkan selembar prosedur kompetisi pengetahuan psikologi, termasuk isi pertanyaan.Sandra berpikir mungkin seharusnya dia berhubungan dengan mahasiswa generasi baru. Bisa jadi mahasiswa generasi baru itu mendatangkan kejutan untuknya.Setelah Shania pulang ke rumah, dia pun menghadap jendela sembari termenung. Dia merasa omongan Sandra memang benar. Dia telah menempuh studi lanjutan di luar negeri selama bertahun-tahun dan berpartisipasi dalam banyak proyek penelitian psikologi. Dia memiliki pandangan yang sangat unik dalam bidang tersebut.Kepulangan Sandra kali ini bukan hanya untuk membantu para pakar dan akademis psikologi di Kota Narkha saja, melainkan juga demi menganalisis dan membedah satu kasus psikologis khusus. Waktunya sangat berharga.Seandainya kontribusi Shania bisa lebih berharga daripada sem

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 96

    Sandra berkata dengan tersenyum tidak berdaya, “Shania, aku rasa aku sudah bicara dengan sangat jelas. Aku nggak ada waktu dan juga nggak akan menghadiri kegiatan kompetisi.”Asisten menghalangi Shania, lalu berkata dengan raut serius, “Bu, kali ini waktu kepulangan Bu Sandra ke dalam negeri terbatas. Semua kegiatannya sudah diatur sebelumnya. Jadi, kami nggak bisa mengubah jadwal dan mengikuti kompetisi yang kamu katakan.”“Bu Sandra, apa kamu sudah baca dokumen yang aku berikan kepadamu?” tanya Shania dengan harapan.Sandra juga tidak menyangka Shania akan begitu keras kepala. Dia mengangguk. “Aku sudah baca dokumen itu. Nggak dipungkiri, mahasiswa Universitas Arinda memang sangat hebat. Aku merasa ada banyak gagasan mereka yang sangat bagus.”Sandra mengedipkan matanya. “Begini, Shania, aku nggak merasa dokumen-dokumen itu bisa membuatku mengubah jadwalku.”“Kepulanganku kali ini demi mengikuti diskusi dengan para ahli psikologi di Kota Narkha untuk membahas berbagai permasalahan ps

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 95

    “Bu Shania, masalah ini sangat penting. Lebih baik kamu pergi cari kabar dulu, bagaimanapun kompetisi masih tersisa beberapa hari lagi.” Latif merasa ragu.Latif memang adalah rektor, tetapi masih ada para direksi di atasnya.“Aku mengerti, Pak Latif.” Shania kelihatan serius. Perbuatan Keluarga Fariz telah mendorongnya menjadi buah bibir orang-orang. Setelah keluar dari kantor rektor, Shania kembali ke ruangan konselingnya. Yurika pun sedang menunggunya di sana.“Kak Shania, aku sudah tahu semuanya. Apa yang harus kita lakukan sekarang?”Shania berkata dengan tersenyum getir, “Cuma bisa menghubungi Bu Sandra lagi.”Di antara dokumen yang Shania berikan kepada Sandra, dia juga menyelipkan tesis miliknya sendiri, yang berkaitan dengan arah penelitian terbaru Sandra. Namun, bagaimana kalau Sandra tidak sempat melihatnya?Pada jam tiga sore, Yasmin membaca perbincangan sengit di forum dengan puas. Dia mengganti beberapa akunnya untuk membawakan suasana, supaya semua orang percaya Sandra

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status