Share

Bab 4

Penulis: Jojo
Liora berusaha melepaskan diri sambil tertawa keras, tawanya penuh ejekan.

“Mau bilang aku pembunuh? Mana buktinya?”

“Mantanmu cinta sama aku, suamimu juga. Mereka percaya aku polos dan baik hati, mereka semua melindungiku. Sedangkan kamu… apa yang bisa kamu lakukan?”

Kemarahan membakar dadaku, tapi tubuhku lemah—bertahun-tahun sakit dan depresi membuatku kehilangan tenaga. Aku tak sanggup menekannya lebih lama.

Liora mendorongku dengan kasar hingga aku terjengkang.

“Kak, apa Kakak sebegitu bencinya sama aku? Aku tahu aku salah… aku mohon, jangan pukul aku,” ucap Liora tiba-tiba penuh drama.

“Liora, kamu nggak apa-apa, ‘kan?” Rafael datang terburu-buru, sepertinya mendengar keributan. Matanya penuh kemarahan menatapku, tanpa banyak bicara dia menamparku dengan keras. Rasa kecewa membara dalam sorot matanya.

“Amara! Dia itu adikmu! Tapi kamu malah mencoba membunuhnya! Apa kamu sudah gila, hah?”

Liora tampak sedih sambil menggeleng pelan.

“Jangan salahkan Kak Amara, Bang Raf. Semua ini salahku. Aku... memang aku penyebab tante meninggal.”

Aku tak peduli pipiku terbakar sakit, mataku merah menyala menatap Rafael.

“Lokasi makam ibu… hanya kita berdua yang tahu. Jawab aku, Rafael. Kamu yang memberitahunya? Kamu yang menyuruhnya gali makam ibu?”

Rafael tampak syok, ekspresinya campur aduk.

“Kamu ngomong apa sih? Ngaco banget. Liora cuma ke makam untuk mendoakan. Kenapa kamu punya pikiran buruk seperti itu soal adikmu sendiri?”

Dia pernah bilang akan menyembunyikan perasaannya pada Liora di hadapanku. Namun, setiap gelombang kecil datang, semua terbongkar begitu saja.

Hanya saja, dia tetap tak menyadarinya.

Tubuhku bergetar saat menatapnya, tiba-tiba aku tersenyum dingin.

“Rafael, terus saja membelanya. Jangan berubah, walau malam ini aku mati, kamu jangan berubah.”

“Kalau nggak, aku khawatir kamu akan menyesal seumur hidup.”

Rafael tiba-tiba panik. Dia melepaskan genggamannya pada Liora dan mencoba menenangkanku.

“Jangan bilang hal-hal seperti itu buat menakutiku, Amara. Aku akan sangat khawatir. Aku juga nggak membelanya. Kamu tadi benar-benar terlihat menakutkan, seolah ingin membunuhnya, tahu nggak? Ibumu adalah penyelamatnya, Liora cuma pergi berdoa ke makam ibu. Nggak mungkin dia menggali makam ibumu. Jangan curiga berlebihan, itu cuma akan buat Liora dan kamu sendiri makin menderita.”

“Dan… maaf karena tadi sempat menamparmu. Aku salah, aku terbawa emosi. Sekarang, kamu istirahat dulu, ya, minum obat. Aku antar Liora ke rumah sakit sebentar.”

“Kalau dia baik-baik saja, aku langsung pulang temani kamu, oke?”

Selesai mengatakannya, Rafael pun pergi bersama Liora.

Liora menoleh padaku, senyum sinis tersungging di sudut bibirnya.

Aku berdiri terpaku, tak bisa bergerak walau selangkah. Tubuhku gemetar hebat, napasku sesak.

Gelombang emosi membanjiri pikiranku, aku ambruk jatuh ke lantai.

Aku tahu ini serangan somatisasi. Tubuhku tak lagi sanggup menanggung tekanan berat ini.

Ponselku berdering berkali-kali, tapi aku bahkan tak mampu mengangkatnya.

Hingga akhirnya… aku berhasil menjawab.

“Halo, Bu Amara. Kami dari Polres Wagon. Surat damai yang Anda laporkan sudah ditemukan dan telah dikirim ke alamat rumah Anda. Mohon seera diperiksa.”

“Terima kasih,” jawabku pelan, menekan perasaan yang sulit reda. Aku memaksakan diri dengan tubuh yang rapuh untuk meninggalkan restoran.

Hari itu juga, aku menghapus semua kontak Rafael dan membuang SIM-card lamaku.

Mulai sekarang, aku dan dia tak lagi punya ikatan apa pun.

Setelah keluar dari rumah sakit, saat mengantar Liora pulang, tiba-tiba ponsel Rafael berdering.

Dia mengangkatnya, tapi suara dari ujung sana membawa kabar buruk.

“Halo, Kami dari Polres Wagon.”

“Kami baru saja menemukan jenazah seorang wanita yang tenggelam di sungai. Bersama jenazah itu, kami temukan sebuah surat damai dan sepucuk surat wasiat.”

“Surat damai ditulis oleh Anda untuk Bu Liora. Sementara surat wasiat telah kami verifikasi, ditulis oleh istri Anda, Bu Amara.”

“Mohon segera datang untuk proses identifikasi jenazah.”
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Setelah Dua Kali Dikhianati, Aku Dinikahi Sang Penguasa   Bab 9

    Mendengar semua yang kukatakan, Rafael hanya bisa berdiri terpaku di tempat.Detik berikutnya, dia langsung menggenggam pergelangan tanganku, menarikku masuk ke dalam pelukannya secara paksa.Suara seraknya bergetar seakan menahan emosi.“Amara, kita pasti masih bisa bersama. Kamu pernah bilang akan mencintaiku selamanya.”“Kita bisa punya anak… keluarga kecil kita pasti akan sangat bahagia…”Mendengar itu, aku tak bisa menahan tawa yang keluar begitu saja.“Rafael, kamu masih ingat nggak?”“Kamu sendiri pernah bilang… anak yang nggak diharapkan ayahnya, hanya akan hidup sengsara.”“Dan sekarang kamu malah bilang ingin punya anak denganku?”“Dulu… waktu kamu diam-diam menukar obat antidepresiku dengan pil KB, pernah nggak kamu mikir… kalau aku, sebagai seorang wanita, juga punya hak untuk ingin punya anak?”“Saat kamu menulis nama wanita lain di ruang kerjamu, pernah nggak kamu bayangkan… betapa sakitnya hati ini?”Kalau kata maaf bisa menyembuhkan segalanya, mungkinkah luka yang perna

  • Setelah Dua Kali Dikhianati, Aku Dinikahi Sang Penguasa   Bab 8

    Kemarahan netizen membara tanpa henti.Tak butuh waktu lama, mereka mulai memboikot semua produk Dirgantara Group. Saham perusahaan pun anjlok, aliran dana nyaris terputus total.Baru kemudian publik sadar, kisah cinta menghebohkan yang dulu diumumkan ke seluruh dunia, hanyalah tirai penutup untuk menyembunyikan keberadaan wanita lain.Dalam waktu singkat, Dirgantara Group limbung. Saham terus merosot hingga menyentuh titik terendah. Kebangkrutan tinggal menunggu waktu.Di tengah kekacauan itu, para pemegang saham tak punya pilihan lain selain bersatu mencopot Rafael dari posisi CEO. Drama itu pun perlahan mereda.Namun sayangnya, nasib Liora tak seberuntung itu.Video percobaan bunuh dirinya dianalisis frame demi frame, membuktikan dia perenang ulung yang bahkan tanpa bantuan bisa berenang dan terapung dengan mudah.Namun saat ibuku melompat ke air untuk menyelamatkannya, dia malah berpura-pura panik.Dia merobek pelampung ibuku, mendorong ban penyelamat menjauh, berulang kali menekan

  • Setelah Dua Kali Dikhianati, Aku Dinikahi Sang Penguasa   Bab 7

    Tiba-tiba saja, berbagai rumor liar mulai menyebar ke mana-mana.Banyak yang percaya bahwa serigala berbulu domba di sekitarku perlahan-lahan mendorongku masuk ke dalam jurang depresi... sampai akhirnya aku memilih mengakhiri hidupku sendiri.Saat aku berada di luar negeri mengetahui semua itu, tanah airku sudah melewati pergantian tahun baru.Ya, aku belum mati.Sejak memutuskan bercerai, aku sudah menghubungi sebuah agensi khusus untuk memalsukan kematianku.Melihat berita-berita itu, aku hanya menanggapinya dengan pandangan datar.Perasaanku padanya sudah benar-benar mati.Kini, yang aku inginkan hanya satu——melihat mereka hidup dalam penderitaan.Lebih baik kalau mereka musnah sekaligus.Mungkin kematian ibu takkan pernah bisa terbalas, tapi aku akan menggunakan kekuatan moral dan opini publik agar mereka menanggung penderitaan sepanjang hayat.Musim dingin di Islanda sangatlah keras.Malam yang panjang membuatku kesepian, tapi entah kenapa, aku merasa semua itu sangat cocok dengan

  • Setelah Dua Kali Dikhianati, Aku Dinikahi Sang Penguasa   Bab 6

    [Aku menghabiskan seluruh hidupku mengejar kebahagiaan yang begitu kubanggakan. Tapi nyatanya, semua itu hanyalah mimpi semu—sebuah lelucon yang menyakitkan.Surat damai darimu sudah kubaca. Ditulis dengan indah... namun penuh ejekan pedih terhadap pernikahan ‘sempurna’ yang selama ini kubanggakan.Selamat tinggal.Jangan rindukan aku.]Sebenarnya aku sudah lama tahu kalau pernikahan ini hanyalah sandiwara yang terancang rapi.Saat dia membaca surat wasiatku, wajahnya seketika berubah pucat pasi.Kata ‘selamat tinggal’ menusuk matanya seperti duri yang menancap langsung ke jantungnya.Begitu menusuk. Begitu menyakitkan.Air matanya pun tumpah tanpa kendali.Tubuhnya gemetar, lalu limbung jatuh ke lantai.Dengan suara lirih yang nyaris terdengar seperti rintihan, dia bertanya pada polisi, “Di mana... di mana jenazah istriku?”Petugas membawanya ke kamar jenazah.Tubuh itu sudah membusuk dan nyaris tak bisa dikenali. Tapi pakaian yang dikenakannya... persis seperti milikku.Rafael tak sa

  • Setelah Dua Kali Dikhianati, Aku Dinikahi Sang Penguasa   Bab 5

    Mendengar isi telepon itu, Rafael tampak tertegun.Dia seolah belum mengerti maksud polisi. Butuh waktu lama untuknya kembali sadar.“Bunuh diri?”“Apa maksud Bapak? Jangan bercanda! Istriku nggak mungkin bunuh diri lompat ke sungai! Ini pasti penipuan, ‘kan?”“Surat damai? Memang aku pernah menulisnya, tapi nggak mungkin surat itu ada di tangan istriku!”Petugas di ujung telepon pun terkejut dengan reaksinya.Namun, mereka tetap mengulang penjelasan kronologi kejadian.“Kami menerima laporan sekitar pukul sembilan malam, ada seseorang yang melompat ke sungai. Dari rekaman CCTV, terlihat seorang wanita muda, berusia sekitar dua puluhan, mengenakan kemeja putih dan celana jeans. Di lokasi ditemukan sepatu dan surat wasiat yang ditinggalkan. Setelah pencarian selama tiga jam, kami menemukan jenazah istri Anda di hilir sungai.”Rafael tiba-tiba menginjak rem dengan kuat. Mobil pun berhenti mendadak di pinggir jalan.“Nggak mungkin! Hari ini aku baru saja merayakan malam tahun baru bersama

  • Setelah Dua Kali Dikhianati, Aku Dinikahi Sang Penguasa   Bab 4

    Liora berusaha melepaskan diri sambil tertawa keras, tawanya penuh ejekan.“Mau bilang aku pembunuh? Mana buktinya?”“Mantanmu cinta sama aku, suamimu juga. Mereka percaya aku polos dan baik hati, mereka semua melindungiku. Sedangkan kamu… apa yang bisa kamu lakukan?”Kemarahan membakar dadaku, tapi tubuhku lemah—bertahun-tahun sakit dan depresi membuatku kehilangan tenaga. Aku tak sanggup menekannya lebih lama.Liora mendorongku dengan kasar hingga aku terjengkang.“Kak, apa Kakak sebegitu bencinya sama aku? Aku tahu aku salah… aku mohon, jangan pukul aku,” ucap Liora tiba-tiba penuh drama.“Liora, kamu nggak apa-apa, ‘kan?” Rafael datang terburu-buru, sepertinya mendengar keributan. Matanya penuh kemarahan menatapku, tanpa banyak bicara dia menamparku dengan keras. Rasa kecewa membara dalam sorot matanya.“Amara! Dia itu adikmu! Tapi kamu malah mencoba membunuhnya! Apa kamu sudah gila, hah?”Liora tampak sedih sambil menggeleng pelan.“Jangan salahkan Kak Amara, Bang Raf. Semua ini s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status