Ada hikmah di setiap masalah mungkin itu ada benarnya, setelah masalah berat yang aku hadapi selama ini, lihatlah apa yang aku dapatkan. Orang tua yang sabar, anak perempuan yang berbakti dan juga seorang anak laki-laki yang sangat melindungiku. Saat ini kedua orang tuaku membawakan makanan ke kamar, tangan kecil putriku tengah menyuapiku makan sedangkan putraku tengah menjadi preman menjaga pintu, di depannya sang papi tengah memohon untuk bisa kembali masuk ke kamar setelah diusir keluar tadi. Aku tersenyum dengan air mata di pipiku, semua ini membuatku puas meski telah mengalami banyak rasa sakit. Aku tidak lagi mengeluh karena kebahagiaan sepadan dengan rasa sakit itu. "Sayang, biarkan Papi masuk. Mami sudah tidak apa-apa, kami hanya sedang bicara hanya saja Mami yang tak sengaja menangis." Aku mengulurkan tangan pada Rama yang berdiri tegak sambil memegang kedua pinggangnya. "Rara sayang, Mami sudah kenyang duduklah di dekat Mami." Aku juga mengulurkan tangan pada putriku. La
Matahari sudah bersinar cukup terang, namun hawa dingin masih terasa menusuk tulang, karena di dalam mobil Ikhram sudah membuka bajuku dan tangannya tengah asyik bergerak ke mana-mana. Sudah menolak tapi pria ini makin mengila sambil merengek seperti anak kecil.Untung mobil ini punya partisi yang bisa menutupi ruang di belakang, jadi aku tidak terlalu malu pada sopir di depan. Tiba-tiba mataku melihat sesuatu di sebrang jalan dan itu membuatku ... Lapar."Ada apa?" tanya Ikhram yang mungkin merasa aneh karena aku terdiam, dia mengikuti arah pandanganku lalu menepuk keningnya pelan. "Lapar?" tanyanya dan aku menganggukkan kepala."Kita memutar dulu di depan." Ikhram akan meminta sopir berhenti tapi aku menghentikannya, "Kau langsung ke kantor saja aku bisa sendiri, lagipula kantormu sudah dekat. Nanti minta sopir kembali menjemput, bukankah ada rapat penting pagi ini." Aku merapikan baju dan dasinya setelah itu membuka pintu."Yakin mau sendiri?" tanyanya lagi."Iya, aku bisa sendiri,
Suasana di ruangan terasa sangat dingin, aku merapikan kerah bajuku agar terasa sedikit hangat. Pertanyaan dan tatapan mata Ikhram benar-benar menakutkan. "Ada hubungan apa kau dengan Syamsudin?" tanyanya dengan wajah kesal. "Sam Wijaya bukan Syamsudin," ketusku dengan kesal. "Aku tidak peduli." Ikhram masih menatapku dengan tangan terlipat di depan dada. "Hubunganku dengannya, tentu saja karena kau musuhnya dan aku kebetulan melindungi-mu," jawabku santai. "Sayang aku serius." Ikhram terlihat geram lalu menarikku dalam pelukannya. "Aku juga serius, Am. Bukankah pertama kali bertemu dengannya, juga saat aku membantumu melawannya. Kemudian saat kau pergi seperti pengecut, aku harus menghadapinya sendiri," ketusku dengan kesal. Bagaimana tidak kesal karena kepergiannya, aku terus mendapatkan teror dari Sam dan gengnya. Bahkan nyaris mengalami pelecehan dari pria itu, untung saja aku bisa ilmu bela diri jadi bisa melindungi diriku. "Kau gadis yang membuat Sam kehilangan keja
Hembusan angin dingin keluar dari AC di ruang Ikhram, namun tidak mendinginkan suasana panas di hatiku, melihat tatapan Ikhram dan Denis juga kertas yang ada di meja. Itu sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan apa makna tatapan itu. "Apa hasilnya?" tanyaku karena tau kalau kertas itu adalah hasil dari lap, sample dari makanan yang aku buang itulah yang kami periksa. "Bersih, itu hanya rawon biasa," jawab Ikhram sambil menunjukkan hasil tes itu. "Tidak perlu, aku percaya kalau hasilnya sesuai dengan yang kau katakan, tapi lihat juga apa yang aku bawa." Aku menyerahkan dua lembar amplop, di depannya tertulis dua nama rumah sakit terkenal di negara ini. Ikhram dan Denis saling pandang, lalu mengambil amplop yang aku letakkan di meja,. "Selain kalian, aku juga melakukan tes sendiri dan hasilnya ... Kotor." Aku mengambil minuman di depan Ikhram lalu meminumnya sampai habis. "Aku tidak tau kenapa hasil tes yang Denis lakukan bersih, tapi aku percaya dua tes yang aku lakukan itu h
Lobby perusahaan ARTAMA terasa makin panas, aku yang sudah merasa gerah makin marah, apalagi dengan mendapatkan ucapan Tante Rida yang makin tidak terkendali. "Kau bahkan mengunakan kedua anak harammu yang entah benih bajingan mana, untuk menjadi anak ikhram. Dia mungkin bisa kau tipu tapi aku tidak bisa." Baru saja Tante Rida selesai bicara, aku sudah melayangkan tamparan di pipinya hingga wajahnya terlempar ke samping. "Sudah cukup, jangan pernah berpikir cara yang kau gunakan itu akan aku gunakan juga, tapi kau benar Ikhram tidak bodoh seperti ayahnya, hingga sampai sekarang tergila-gila oleh wajah cantikmu hingga tidak sadar telah memelihara ular," ujarku sinis. "Apa maksudmu?" tanya tante Rida dengan wajah yang entah seperti apa. Hah, aku tertawa mendengar pertanyaannya. "Ayolah, kau pasti tau apa yang aku maksud. Aku rasa hidup hasil merampas itu akan segera berakhir Tante, pemilik yang sebenarnya akan segera kembali." Aku mendekati Tante Rida lalu menepuk bahunya pelan.
Ibu kandungnya meninggal di depan mata, nyawa anaknya juga dalam bahaya. Sedangkan sang suami dengan wajah datar, menatap kepergiannya bersama pria asing. Dalam keadaan takut dia menerima siksaan yang luar biasa, hingga membuatnya lumpuh dan koma. Berada jauh dari negaranya dan tanpa identitas, sebuah keajaiban datang dari orang yang tidak di kenal. Dia kembali lagi dan bertemu dengan seseorang yang dekat dengan anaknya, yang kebetulan sebagai besannya. Aku benar-benar mengakui kuasa Allah atas hamba- hamba-nya. "Sayang bangun dulu, biarkan Mama duduk." Aku membantu Ikhram berdiri, lalu memapah mertuaku untuk kembali duduk di tempatnya. Kedua ibu dan anak itu saling pandang lalu kembali berpelukan. "Aku tidak tau apa yang terjadi, tapi aku menyelidiki kalau Mama hidup bahagia dengan pria itu?" Ikhram menjelaskan dengan wajah yang terlihat ragu. "Selidiki lagi, aku rasa ada penghianat atau mungkin ada kesalahpahaman di sini." Aku menyentuh wajah Ikhram lalu mengusap air mata d
Di perusahaan lain jam segini masih waktunya kerja, tapi di ARTAMA grup para pegawainya sebagian besar ada di halaman sedang ... DEMO. Aku melirik sang Presdir yang tengah menatap salah satu pegawainya, yang akhir-akhir ini mengila menunjukkan prestasinya. "Blacklist perusahaan yang tidak mau bekerjasama dengan kita, hanya karena takut dengan masalah kecil yang menimpa perusahaan ini." Mendengar ucapan Ikhram membuat rahangku nyaris jatuh. Kesombongannya memang tidak ada lawan. Aku dan Tia saling pandang lalu memberinya tanda untuk keluar, Ikhram tidak mempedulikan apa yang aku lakukan, dia hanya mengulurkan tangan memintaku datang padanya. "Kemari." Tentu saja aku mengelengkan kepala, apalagi saat ini aku melihat seorang pria membawa banyak kertas seperti meminta tandatangan. "Hampir separuh penyusup memasuki perusahaanmu, untung kekuatan perusahaan ini cukup kuat, kalau tidak aku tidak tau apa yang akan terjadi." Ikhram tidak bersuara, namun dia sudah berdiri di belakangku
Sebuah kejahatan besar dan dilakukan oleh seorang wanita, hebatnya lagi bisa menyembunyikannya selama bertahun-tahun. Aku merinding saat menatap Tante Rida, dia benar-benar wanita kejam yang tak boleh di sentuh, sayangnya dia telah menyingung Ikhram. Namun aku lebih merasa takjub ketika melihat perlakuan Papa Ikhram, dia bahkan memeluk Tante Rida dengan erat, meski telah mengetahui kejahatan wanita itu pada anak dan istri sahnya. Mau tak mau aku harus menahan mual di dalam perutku, andai bisa, ingin rasanya mencabik-cabik wajahnya itu. "Tidak nyaman berada di sini? Bawa mama keluar dulu dan melihat-lihat perusahaan kita." Ikhram membelai wajahku di depan banyak orang. Aku segera menolak meski perutku terasa tidak nyaman, begitu juga dengan mama Ikhram. Kami harus tau keputusan apa yang akan mereka ambil, untuk memberikan pelajaran pada Tante Rida. "Aku tidak menyangka sama sekali, kau memiliki nyali yang sangat besar. Mengirim putriku ke neraka hanya karena ucapan wanita jalan