Beranda / Rumah Tangga / Setelah Kamu Pilih Dia / Jalan yang Dipilih Bersama

Share

Jalan yang Dipilih Bersama

Penulis: Lina Astriani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-20 13:44:28

Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk lewat celah tirai jendela. Dinda terbangun dengan perasaan ringan. Sudah lama sekali ia tidak merasa seperti ini—tidak terburu-buru, tidak gelisah, tidak dikejar bayang-bayang dari masa lalu.

Rayhan belum pulang dari dinas luar kota, tapi seperti biasa, pesan suaranya sudah menunggu di ponsel.

“Selamat pagi, Din. Hari ini pasti luar biasa. Jangan lupa makan, dan jangan terlalu stres ngedit naskah, ya. Aku tahu kamu bisa, tapi kamu juga harus tahu… kamu nggak harus sendiri lagi.”

Dinda tersenyum, menggenggam ponselnya sejenak sebelum melangkah ke dapur.

Sambil menyiapkan sarapan, pikirannya melayang ke tawaran dari penerbit besar yang seminggu lalu datang melalui email. Mereka tertarik untuk membeli hak adaptasi bukunya menjadi serial web. Tawaran besar—yang dulu hanya mimpi, kini ada di depan mata.

Tapi keputusan itu bukan hal sepele. Ia tahu, kalau naskahnya diangkat ke layar, akan lebih banyak mata yang melihat lukanya. Lebih banyak pertanya
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Di Antara Diam yang Mengerti

    Beberapa hari setelah naskah bukunya resmi diterima penerbit, Dinda mendadak merasa canggung dengan dirinya sendiri. Bukan karena tak bahagia. Justru karena terlalu bahagia, dan ia belum terbiasa berdamai dengan perasaan yang satu itu.Pagi itu, ia duduk di depan meja kerja kecil di pojok ruang tamu. Di sebelahnya, secangkir kopi yang dibuat Rayhan masih mengepulkan uap. Di luar jendela, hujan rintik-rintik turun pelan, menciptakan ketenangan yang nyaris sendu.Ia membuka laptop, membaca ulang halaman-halaman terakhir naskahnya. Dan entah mengapa, ia menangis.Bukan karena sedih. Tapi karena akhirnya bisa mengakui: ia tidak lagi luka. Ia telah berubah.Suara langkah kaki mendekat perlahan. Rayhan muncul dari arah dapur, mengenakan hoodie kelabu dan celana pendek. Ia melihat Dinda menangis dan langsung mendekat tanpa berkata apa-apa.Ia hanya duduk di lantai, di samping kursi Dinda, menyandarkan kepala ke pangkuannya.“Aku… bingung,” bisik Dinda akhirnya.Rayhan menoleh, menunggu.“Aku

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Pelan Tapi Pasti

    Malam itu, Dinda duduk sendirian di meja makan kecil sambil menatap layar laptopnya. Jemarinya bergerak perlahan di atas keyboard, mengetik paragraf demi paragraf naskah yang mulai mendekati akhir. Di sampingnya, secangkir teh melati sudah hampir dingin. Namun, matanya tetap fokus.Dari balik pintu, Rayhan mengintip sebentar, lalu masuk pelan-pelan, membawa selimut tipis di tangan.“Kamu belum tidur juga?” tanyanya lembut, lalu meletakkan selimut di bahu Dinda.“Aku pengen selesain satu bab lagi,” jawab Dinda tanpa menoleh, tapi suaranya terdengar hangat.Rayhan duduk di kursi seberang, memperhatikan ekspresi serius Dinda. Dalam diam, ia mengagumi perempuan itu — yang dulu rapuh, tapi kini menjelma menjadi sosok yang kokoh dan tahu ke mana harus melangkah.“Besok weekend, kita jalan-jalan, ya,” ujar Rayhan setelah beberapa menit.Dinda berhenti mengetik. “Kemana?”“Ke tempat kamu dulu bilang pengen ke sana, tapi belum sempat. Gunung Pancar, ingat?”Dinda tersenyum kecil. “Yang aku bil

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Halaman Baru

    Toko buku itu tidak terlalu besar, tapi nyaman. Ada aroma khas kertas dan kayu yang membuat dada Dinda terasa hangat. Ia menyusuri rak demi rak, jemarinya sesekali menyentuh punggung buku yang tertata rapi.Hari itu, ia memang sengaja mengambil cuti. Bukan karena sakit atau kelelahan, tapi karena ingin memberi ruang bagi dirinya sendiri. Ruang untuk merenung, dan mungkin… menyusun sesuatu yang baru.Langkahnya berhenti di depan rak bertuliskan “Buku Harian & Catatan Pribadi”. Di sana, ia melihat sebuah buku dengan sampul linen warna biru muda bertuliskan:“Let your scars be ink, your silence be stories.”Sederhana. Tapi seperti menampar lembut hati yang selama ini hanya sibuk bertahan.Ia mengambil buku itu dan membawanya ke kasir. Di sepanjang perjalanan pulang, Dinda tidak berhenti membayangkan hal-hal yang ingin ia tulis. Bukan hanya kisah tentang dirinya dan Arsen. Tapi juga tentang bagaimana kehilangan bisa berubah menjadi kekuatan. Tentang bagaimana cinta bisa hadir dalam bentuk

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Satu Hari Dalam Pelukan yang Tak Terburu-Buru

    Pagi itu hujan turun rintik-rintik. Tak deras, tapi cukup membuat jendela berkabut dan udara jadi lebih tenang. Dinda berdiri di dapur kecil apartemen mereka, mengenakan sweater abu-abu yang sedikit kedodoran dan celana tidur motif kotak-kotak. Tangannya sibuk menyeduh dua cangkir teh hangat.Rayhan masih terlelap di sofa, kepalanya menyandar di bantal kecil dengan buku terbuka di dada. Semalam mereka tidur larut, terlalu asyik membicarakan rencana kecil untuk liburan akhir tahun. Tak ada destinasi mewah. Hanya camping di kaki gunung dan memetik stroberi. Tapi rencana-rencana sederhana itu terasa hangat—karena dirancang bersama.Dinda duduk di sampingnya, menatap wajah Rayhan yang tenang dalam tidur. Perlahan ia menyelipkan rambut lelaki itu ke belakang telinga, lalu mengecup keningnya lembut. “Bangun, Pak Suami. Tehnya keburu dingin.”Rayhan menggerakkan tubuh malas-malasan, lalu membuka mata setengah. “Kalo dipanggil kayak gitu tiap pagi, aku rela bangun jam lima terus,” gumamnya se

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Yang Tak Pernah Diduga

    Beberapa hari setelah pertemuan dengan Karin, hidup kembali berjalan normal. Atau setidaknya, itulah yang Dinda pikirkan. Ia sudah mengembalikan surat dan liontin ke dalam kotak kecil, menyimpannya di sudut lemari yang tak terlalu sering ia buka. Sebuah bentuk penutupan yang simbolis.Namun, kenyataan seringkali tak semudah yang dirancang di kepala.Hari itu, Dinda dan Rayhan sedang bersiap menghadiri acara kecil launching buku salah satu teman penulis. Dinda mengenakan dress sederhana berwarna hijau sage, rambutnya diikat longgar. Rayhan, dengan jas abu-abu dan kemeja putih, menunggu di depan pintu.Saat mereka turun ke parkiran, suara klakson pelan terdengar dari sisi jalan. Tak ada yang aneh, sampai seorang pria keluar dari mobil hitam di seberang jalan.Langkah Dinda terhenti.Matanya menatap sosok itu — tinggi, kurus, mengenakan kemeja biru muda dan celana bahan. Rambutnya agak panjang, dan ada bekas luka samar di pelipis kirinya. Tapi wajah itu… tak asing.Rayhan melirik ke arah

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Saat Masa Lalu Mengetuk Lagi

    Dua bulan setelah bukunya resmi diterbitkan, hidup Dinda dan Rayhan nyaris tanpa drama. Buku Dinda mendapat sambutan hangat di komunitas pembaca. Ia bahkan beberapa kali diundang jadi pembicara di kelas menulis online. Sederhana, tapi terasa seperti mimpi yang perlahan jadi nyata.Namun, seperti halnya hidup yang tak pernah benar-benar tenang selamanya—masa lalu punya caranya sendiri untuk kembali mengetuk pintu.Hari itu Dinda sedang bersiap untuk live IG bersama komunitas literasi. Ia duduk di meja kerja kecil, menata ring light, dan memastikan koneksi stabil. Tapi notifikasi WhatsApp membuat fokusnya teralihkan.Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.“Halo, Dinda. Ini Karin, adiknya Arsen. Aku tahu mungkin ini tiba-tiba, tapi… bolehkah kita bertemu? Ada hal yang ingin aku sampaikan. Tentang Arsen.”Dinda menatap layar ponsel cukup lama, jantungnya seketika berdebar tak karuan. Nama itu—meski sudah lama terkubur dalam diam—masih punya sisa getarannya sendiri.Rayhan yang melihat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status