Share

Begitu Bodohnya Aku

"Dek, kamu kok bangun," kata Alan yang tampak terkejut melihat Aira duduk dan menatap tajam padanya.

Alan tersenyum untuk menghilangkan gugup, kemudian duduk di sebelah Aira.

"Kamu tidur saja, tadi kan sudah capek mengurus Kenzo. Biar sekarang aku." Alan berkata dengan penuh perhatian, seolah-olah ia adalah suami yang baik.

"Katakan dengan jujur, Mas. Siapa perempuan itu!"

"Apa yang kamu katakan? Perempuan apa?" Alan masih berusaha bersikap tenang.

"Perempuan yang menelponmu!" tegas Aira.

"Bukan perempuan, itu Herdi. Ia bertanya tentang laporan yang tadi aku berikan." Lagi-lagi Alan berusaha bersikap wajar. Herdi adalah teman satu kantor Alan, Aira juga mengenal Herdi dan istrinya.

"Jangan berbohong, Mas!"

"Sayang, kamu kebanyakan nonton berita perselingkuhan artis. Jadi kamu bawaannya curiga denganku."

"Mas, kenapa Mas merindukan goyangan Herdi. Memangnya Mas ngapain dengan Herdi? Main kuda-kudaan? Seintim itukah hubunganmu dengan Herdi?"

Wajah Alan tampak pucat, ia sangat gugup. Keringat bercucuran di dahinya.

"Kamu salah dengar kali. Kamu kan baru bangun tidur, jadi belum kumpul nyawanya." Alan masih berusaha meyakinkan Aira.

"Apakah Herdi juga melakukan ini?" Aira menunjuk ke arah leher Alan.

"Melakukan apa?" tanya Alan dengan suara bergetar.

Aira menarik tangan Alan dan berjalan menuju ke arah lemari yang ada kacanya.

"Tuh lihat! Apakah Herdi juga yang membuat tanda di lehermu? Tadi malam kita tidak bercinta. Lagipula kalau kita bercinta, aku tidak pernah membuat tanda di lehermu. Hebat sekali Herdi, tampaknya ia sangat bernafsu ketika membuat tanda itu. Apakah kalian berdua bis*ksual?"

Wajah Alan semakin pias, seperti tidak ada darahnya lagi.

"Sini ponselmu, akan aku beritahu istri Herdi tentang kelakuan suaminya!" Aira menengadahkan tangan meminta ponsel Alan.

"Jangan menyebar berita hoax, kasihan istri Herdi." Alan masih berusaha mengelak.

"Kamu mengasihani istri orang tapi malah mendzolimi istri sendiri. Sekarang ceritakan dengan jujur, siapa perempuan itu!"

"Sudahlah, Aira. Kamu jangan mengada-ada. Istirahatlah, kamu itu terlalu lelah. Maafkan aku, aku akan membantumu menjaga Kenzo."

Aira hanya diam, ia memikirkan cara untuk merebut ponsel Alan. Aira pun pura-pura menuruti ucapan Alan. Ia segera mendekati Kenzo.

Alan bernafas lega, ia tampak tersenyum karena berhasil membodohi Aira. Ia pun tampak lengah dengan ponselnya. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Aira. Aira segera mengambil ponsel Alan, membuat Alan sangat terkejut. Ia pun refleks merebut ponsel yang ada di tangan Aira. Tapi Aira lebih gesit mengamankan ponsel itu.

Aira segera membuka galeri ponsel Alan. Ia tampak shock melihat foto perempuan yang hanya memakai pakaian dalam saja. Aira menggeser layar ponsel itu, ada foto Alan dan perempuan yang tengah berc*uman mesra.

Tubuh Aira tampak lemas, ia tidak bisa berkata-kata. Air mata mengalir deras di pipinya. Ia menangis tanpa suara. Tapi ia masih sempat mengirim foto itu ke ponselnya. Alan yang melihat kondisi Aira, segera merebut ponselnya.

Alan segera membuka ponselnya, ia juga tampak shock melihat fotonya sendiri yang sedang berc*uman dengan Firda. Ia merasa tidak pernah menyimpan foto mesra mereka. Ia membuka-buka pesan, ternyata foto itu dikirim oleh Gita. Sepertinya foto itu diambil waktu tadi ia berc*uman mesra di depan Gita.

"Apakah Mas masih mau mengelak lagi?" tanya Aira dengan terisak-isak.

Alan terdiam, ia merutuki kelakuan Gita. Ia juga merasa bersalah, karena nafsu ia sampai tidak bisa berpikir dengan logika lagi.

"Siapa dia, Mas?" tanya Aira lagi.

"Firda." Alan menjawab dengan pelan.

"Oh mantan pacarmu yang pernah diceritakan oleh Mama ya? Sudah berapa lama kalian berhubungan?"

"Satu bulan."

"Berapa sering kalian berhubungan badan?"

Alan hanya diam.

"Pantas saja tadi aku mencium aroma lain di tubuhmu. Pasti tadi kalian bercinta, ya kan? Sampai-sampai kamu menonaktifkan ponsel. Pasti dia sangat hebat di ranjang, buktinya kamu sangat merindukan goyangannya."

"Maafkan aku, aku khilaf." Alan berkata dengan pelan.

"Khilaf? Ketika ketahuan kamu berkata khilaf. Tapi kalau nggak ketahuan, pasti terus berlanjut. Bukankah Firda sudah punya suami?"

Alan mengangguk.

"Ckckck, kalian berdua hebat ya? Bisa berhubungan badan dengan pasangan sah dan selingkuhan. Selama ini aku sangat percaya padamu, Mas. Aku tidak pernah membuka-buka ponselmu. Karena aku percaya kalau kamu tidak akan macam-macam. Begitu bodohnya aku," kata Aira sambil tertawa. Menertawakan kebodohannya sendiri.

"Maafkan aku," kata Alan sambil mendekati Aira. Ia berusaha memeluk Aira, tapi Aira menepis tangan Alan.

"Aku jijik denganmu, jijik membayangkan kamu berbagi peluh dengan perempuan lain. Apakah Mama dan adik-adikmu tahu?"

Alan menggelengkan kepalanya.

"Kenapa kamu nggak memberitahu mereka. Mereka pasti akan mendukung perselingkuhanmu ini, karena Firda itu orang kaya. Dan Mama akan memaksamu untuk menceraikanku dan memintamu untuk menikah dengan Firda." Aira berkata dengan sangat sinis.

Selama ini mama mertua dan ipar-iparnya selalu menyebut nama Firda ketika mereka kesal dengan Aira. Membandingkan Firda dengan Aira. Tapi tentu saja tidak dilakukan di depan Alan. Di depan Alan, mereka memperlakukan Aira dengan sangat baik.

"Maafkan aku."

"Maafmu tidak akan membuatku melupakan apa yang pernah kamu lakukan padaku. Kenapa dulu tidak menikah dengan Firda?"

"Orang tua Firda tidak merestui hubungan kami. Karena status sosial dan ekonomi kami tidak sepadan."

"Pantas saja Mama dan adik-adikmu kecewa kamu tidak jadi menikah dengan Firda. Ternyata Firda itu orang kaya. Berarti Mas menikah denganku hanya sebagai pelarian saja?"

"Bukan begitu, Dek. Aku benar-benar mencintaimu."

"Mas, kalau kamu benar-benar mencintaiku, kamu tidak akan menyakiti hatiku. Kamu tidak akan menduakanku."

"Aku benar-benar mencintaimu." Alan berkata sambil berusaha memeluk Aira yang tampak sangat kecewa. Alan berhasil memeluk Aira, seketika Aira tampak luluh.

"Aku mencintaimu," bisik Alan di telinga Aira, kemudian mencium pipi Aira.

"Jangan berkata cinta kalau masih menyakitiku." Aira berusaha melepaskan pelukan Alan, tapi Alan mendekap erat tubuh Aira.

"Lepaskan aku, aku nggak bisa bernafas. Apa kamu ingin membuatku mati biar kamu puas berselingkuh dengan Firda?"

Alan perlahan mengendurkan pelukannya.

"Lepaskan aku, Mas."

"Aku nggak akan melepaskan mu kalau kamu belum memaafkan aku."

Aira tidak kehabisan akal, ia pun berusaha menendang kemaluan Alan dengan menggunakan lututnya.

"Aduh," teriak Alan kesakitan, tanpa sadar ia mendorong tubuh Aira, dan tangannya memegang kemaluannya sendiri. Aira kehilangan keseimbangan tubuhnya, membuat tubuh Aira menabrak dinding.

Aira tampak shock dengan apa yang dilakukan oleh Alan. Aira pun terduduk lemas karena tubuhnya tadi menghantam dinding.

"Darah! Darah!" kata Aira sambil menunjuk darah yang terlihat oleh matanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status