Share

2. Ujung Spuit

 Izza hanyalah anak berusia tujuh tahun, tetapi enam bulan sebagai penyintas kanker, telah membuatnya terlihat lebih tua dari usianya. 

 

"Hallooo .… Selamat siaaang .… Apa kabar?"

Ciri khas sapaan Dokter Yolanda ketika masuk ruangan. Izza selalu bersemangat ketika melihat dokter perempuan paruh baya yang selalu ramah itu. 

Anita segera turun dari ranjang, sedang Izza langsung berbaring.

Izza bercita-cita menjadi dokter spesialis anak, juga spesialis kanker dari Dokter Yolanda. Izza berjanji akan bersungguh-sungguh belajar, tabah menjalani pengobatan demi cita-cita itu. Ia akan menyelamatkan anak-anak dari penyakit kanker dan kelainan darah. 

"Hallo … Izza gimana kabarnya?" tanya Dokter Yolanda ketika sudah mendekati Izza. 

Perawat bertugas segera membacakan hasil laporannya, termasuk hasil laboratorium. 

Dokter Yolanda meringis. "Izza kenapa darahnya ga naik-naik?" tanya Dokter Yolanda dengan gaya berbicara kepada anak-anak. 

Izza hanya cengengesan. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal. 

Dokter Yolanda meraba-raba perut Izza. 

"Makannya normal 'kan?" tanya Dokter Yolanda kepada Anita. 

"Iya, Dok."

"BAB-nya?"

"Normal, Dok." 

"Iya, sudah. Kita tambah trombosit lagi ya. Sehat ya, Izza." 

Anita mengangguk. "Terima kasih, Dok."

Dokter Yolanda mengangguk, lalu beralih ke pasien di seberang Izza. 

Selama Dokter Yolanda menyelesaikan visitnya, Anita menunggu di luar. Duduk di bangku panjang selasar ruangan Hemato-onkologi bersama Zubaidah, seorang wanita yang juga orang tua pasien penderita leukimia dengan sebutan Acute lymphoblastic leukemia. Atau biasa disebut ALL.

 Zubaidah, berasal dari Kalimantan Timur. Zubaidah bercerita banyak hal selama merawat anaknya. Banyak yang dikorbankan demi kesembuhan buah hatinya, termasuk bayinya yang harus ditinggalkan bersama neneknya. 

Belum lagi biaya hidup selama pengobatan. Zubaidah mengakui kalau kehidupan mereka sekarang ditopang hutang.

Napas Anita tertahan mendengar cerita Zubaidah. Ia bertanya-tanya, 'Inikah yang namanya sudah jatuh, tertimpa tangga?'

Biaya hidup sebagai orang tua yang memiliki anak penyintas kanker memang sangat besar. Biaya pengobatan memang ditanggung BPJS atau ASKES, tetapi ada beberapa obat yang harus ditanggung sendiri.

Selain itu, penderita memerlukan asupan nutrisi lain yang tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit. 

Belum lagi biaya tempat tinggal sebagai pasien di luar daerah. Demi privasi, terkadang mereka harus menyewa rumah atau penginapan. Sedang sang kepala keluarga kadang tidak konsentrasi lagi bekerja. Maka tak jarang, mereka harus menjual apa saja yang dimiliki, jika tak cukup, akhirnya mereka akan berhutang.

Apa yang dialaminya masih lebih ringan dibanding Zubaidah. Suaminya masih bekerja dan rutin mengirimkan uang untuk selama di Banjarmasin. Yang merawat cuma dirinya, sehingga cukup menumpang di Rumah Bahagia. Rumah singgah khusus anak-anak penyintas kanker yang disediakan oleh seorang dermawan.

"Kenapa harus ke sini. Bukankah di Kal-Tim termasuk daerah maju?" tanya Anita.

"Perkembangan Samarinda lebih pesat dari sini. Rumah sakitnya juga lebih besar daripada rumah sakit sini. Tapi, dokter spesialisnya hanya ada di sini yang paling dekat dengan Kal-Tim. Kami dirujuk hanya di dua tempat, Surabaya sama Banjarmasin."

Darah Anita berdesir. Perjalanan dari rumahnya di Barabai hanya perjalan sekitar empat jam. Itupun sudah terasa berat baginya. Bagaimana lagi dengan Zubaidah yang jaraknya sudah ratusan kilometer? 

Anita mengingat betapa beratnya waktu awal-awal setelah Izza divonis Acute myeloid leukemia (AML). Sampai sekarang sudah enam bulan ia dan putrinya tidak pulang kampung. Ternyata masih ada yang lebih berat ujiannya daripada dirinya. 

Anita segera berdiri ketika Dokter Yolanda keluar dari ruangan yang diiringi dua orang perawat dan beberapa orang dokter muda. 

"Dokter."

Dokter Yolanda menghentikan langkahnya. Anita mendekat. 

"Izza sudah dua minggu di sini. Dan tidak ada perubahan yang signifikan dengan darahnya. Saya cuma berpikir, bagaimana kalau kami keluar sebentar, pulang ke Rumah Bahagia. Barangkali dengan menghirup udara luar, dia agak baikan. Kebetulan lusa dia ulang tahun." 

Dokter Yolanda mengangguk, tanda setuju dengan pendapat Anita. Dokter Yolanda berpaling ke arah perawat.

"Jadwal masuk obat kemo kapan?" 

"Jumat ini, Dok," sahut seorang perawat. 

"Berarti tiga hari lagi ya?"

Perawat mengangguk. 

"Baiklah, setelah Izza transfusi, beri dia surat izin pulang." Dokter Yolanda berpaling ke Anita, "Jika ada gejala muncul, segera bawa ke sini. Tak apa ulang tahun di rumah sakit, ya."

Anita segera mengangguk, dengan sedikit membungkukkan badan. "Terima kasih, Dokter."

***

Jam sembilan malam Izza dibawa ke ruang tindakan untuk mengganti jarum infus di pergelangannya yang sudah hampir kadaluarsa.

Izza meringis. Anita ikut meringis. 

"Auu … ," jerit Izza. 

Meluncur air matanya setetes. Sekuat tenaga ia menahan air mata, karena tidak ingin membuat ibunya sedih. 

"Yah, pecah lagi," keluh perawat, yang biasa dipanggil Abang Haris. 

Anita mendekati Izza, lalu mengelus pundaknya. Berharap memberi sedikit semangat dan menghilangkan ketegangan pada putrinya. 

Kesulitan mencari pembuluh darah untuk memasukkan ujung spuit, salah satu kesulitan bagi perawat juga penderitaan bagi pasien anak.

Tak jarak anak-anak jadi menangis disebabkan pergeseran jarum atau vena pecah. 

Pembuluh darah tangan mengecil, bekas tusukan sebelumnya yang belum sembuh di sana-sini, ditambah ketegangan yang dirasakan pasien, membuat perawat semakin kesulitan mencari pembuluh darah baru. 

Izza kembali meringis. Jarum telah dimasukkan ke pergelangannya, tetapi darah belum juga keluar. 

Akhirnya Haris menarik jarum, lalu kembali meraba-raba punggung tangan Izza. 

"Ke tangan yang sebelahnya, ya. Izza, mau enggak?" tanya Haris lembut. 

Telah banyak bercak kebiruan di kulit tangan kiri Izza, tanda bekas tusukan jarum infus.  

Izza mengangguk

Haris melepaskan turniket*, lalu memasang kembali ke tangan Izza yang satunya.

 "Kepalkan tangan," minta Haris. 

Izza segera mengepalkan tangannya. Perlahan Haris mulai meraba punggung tangan Izza untuk mencari vena baru. 

Meski kadang menyakitkan, Izza tidak mengalihkan pandangannya. Ia ingin selalu merekam dalam memorinya. Ia  bersungguh-sungguh dengan cita-citanya. 

"Alhamdulillaaah," seru Haris, setelah melihat darah keluar di needle.**

"Alhamdulillah … ." Sontak Izza dan Anita juga mengucap hamdalah dengan perasaan lega.

***

Paginya Anita mengemas barang-barangnya ke dalam tas besar. Biasanya ia hanya mengemas pakaian, alat-alat makan dan mandi. Sedang makanan langsung dibagikan ke pasien lain. Di Rumah Bahagia tidak akan kekurangan makanan.

 "Izza, mau pulang ya?" tanya Rizky, masih baringan di atas ranjang. 

"Iya," sahut Izza, sambil memasang kerudung warna pink ke kepalanya. 

Anita sedang mengirim pesan di gawainya. 

(Mas, besok Izza ulang tahun. Datanglah! Kondisi Izza sedang tidak baik)

Anita langsung menghapus pesannya setelah tanda terkirim muncul. Izza tak boleh membaca pesan itu. 

"Assalamu 'alaikum." 

Muncul seorang laki-laki yang biasa dipanggil Amang Udin. Rumah Bahagia menyediakan sebuah sarana transportasi beserta sopirnya. Sekaligus merangkap mencarikan darah untuk pasien sampai mengambilkan darah ke PMI. 

"Assalamu 'alaikum. Selamat Siang." 

Sontak Izza berpaling ke arah pintu. Muncul sosok tampan, jangkung yang memakai setelan jas warna biru malam. 

Melihatnya, seketika mata Izza bersinar cerah. Ia merentangkan tangannya. Laki-laki itu langsung menyambut tangan Izza dengan mendekapnya.  

*

*

Siapa laki-laki itu? Ayah Izza?

**** 

*Tali pembendung 

**Ujung spuit/jarum yang biasa digunakan untuk pengambilan darah. 

Terima kasih, telah membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak like dan komen.

Semoga sehat selalu dan berkah.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Elia Utami Akhmad
bacanya hati deg deg an ..dan ngeri ngebayanginnya ..kasian ya Allah
goodnovel comment avatar
Rema Melani
jadi keinget ibuku,. saat sakit bulan kemaren,. sampai ditusuk berkali2,. gak bisa diambil darahnya,. ikut sakit rasanya,..
goodnovel comment avatar
Aniek Oktari Keman
sedih ya,klu anak2 sakit
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status