Share

Bab 7. Wanita Merepotkan

“Ternyata kau tidak begitu galak seperti tadi pagi.”

Pernyataan dari suara yang familiar bersamaan dengan kehadiran pantofel hitam di depan mata mengalihkan Rebecca dari kesedihannya. Dengan mata yang sembab–efek dari menangis, Rebecca mengangkat pandangan mata untuk memastikan seseorang yang berdiri sejajar di depannya.

Rebecca mendengkus kesal. Di depannya terdapat pria menyebalkan yang menatapnya disertai seringai sinis dengan kedua tangan terlipat di dada. Pria yang pagi tadi mengancam Rebecca, pria yang sama yang berkali-kali Rebecca hindari dan merusak kedamaian hidup Rebecca.

“Ternyata kau wanita cengeng,” ucap Glenn mengeluarkan kata-kata yang sengaja memancing emosi Rebecca.

Rebecca menghela napas dalam-dalam sembari mengabaikan keberadaan Glenn. Dia berusaha keras menenangkan emosi dan membungkam mulutnya tidak terprovokasi oleh ejekan Glenn.

Energinya sudah terkuras habis setelah tadi dia puas memuntahkan kekesalan hati. Emosinya juga masih berantakan pasca berdebat hebat dengan ayahnya. Ditambah lagi saat itu ada nyeri menyakitkan yang menyerang hingga melemahkan sekujur tubuhnya.

Apapun itu, Rebecca tidak peduli mengenai kehadiran Glenn yang tiba-tiba. Dia mengenyampingkan mulut sialan pria itu yang selalu saja merendahkan dirinya. Andai saja di samping Rebecca ada batu besar, sudah pasti dia akan memilih untuk melempar batu besar ke kepala sosok pria yang ada di hadapannya itu.

Rebecca bisa saja kabur dari pandangan Glenn. Tetapi dia tidak bisa karena sedang menunggu Jolie yang sebelumnya berpamitan ke toilet. Rebecca juga tidak bisa mendesak Jolie untuk bergegas datang, sebab Rebecca meninggalkan tas beserta handphone-nya di mobil Jolie.

Jadi ... come on, Jolie! Cepatlah datang. Batin Rebecca sudah menjerit berharap Joice cepat datang.

“Kau harus menanggapi orang yang sedang berbicara denganmu.” Glenn berucap dingin dengan penuh aura wibawa dan arogansi yang sangatlah kental.

 Rebecca melirik kesal, menatap sinis Glenn tanpa peduli pada matanya yang memerah dan masih basah. “Yang seperti itu kau anggap berbicara? Jelas-jelas sejak awal kau mengejekku!”

“Aku benar, bukan? Pagi tadi kau terlihat galak, tapi saat ini kau menangis seperti anak kecil. Kalau bukan cengeng, lalu apa namanya?” balas Glenn begitu angkuh.

Kalimat kejam yang Glenn cetuskan itu mengundang jemari-jemari Rebecca untuk mengepal kencang. Sesuatu telah menghasut pikiran Rebecca untuk menampar pria berhati dingin itu. Dengan seenak hati Glenn berkata-kata yang membuat darah Rebecca mendidih.

“Sebaiknya kau pergi. Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu.” Rebecca setengah melirih saat bersuara. Bahkan nadanya melambat dikarenakan tubuhnya berangsur-angsur semakin tidak bertenaga.

“Kau harus ikut denganku, Rebecca Clovin.”

Rebecca tertegun menatap Glenn. Benaknya dihantui pertanyaan, bagaimana pria itu mengetahui namanya? Padahal mereka tidak saling mengenal.

Mulut yang ingin mencecar terhalangi oleh dentuman menyakitkan di kepala. Efek sakit itu begitu hebat sampai menggerogoti habis tenaga Rebecca yang tersisa.

Perlahan-lahan pandangannya mulai kabur. Rebecca mati-matian mensugesti diri untuk tetap bertahan sampai Jolie tiba. Dia sekuat tenaga berdiri tegak di tengah-tengah napas mulai terengah-engah pelan.

Keadaan Rebecca itu tak mempengaruhi emosi Glenn. Kenyataan Rebecca benar-benar mengacuhkan dirinya menghabiskan sisa-sisa kesabaran yang dimiliki pria tampan dalam balutan setelan jas hitam itu.

“Oke, aku to the point saja.” Glenn bersuara datar tanpa ekspresi. “Aku tidak akan menuntutmu yang menyelinap masuk ke kamarku dan penyerangan pagi tadi. Tapi, kau harus tetap mengganti rugi.”

Kening Rebecca mengerut menatap lekat Glenn. “Kau butuh uang? Sebutkan berapa nominal yang kau inginkan. Aku akan mengganti kerugianmu.”

Glenn berdecak kesal. “Aku tidak membutuhkan uangmu!”

“Lalu kalau bukan uang, apa yang kau inginkan?” tanya Rebecca seraya menatap lekat Glenn.

Glenn melangkah mendekat, mengikis jarak antara dirinya dan Rebecca. “Aku ingin kau melakukan sesuatu. Sangat mudah.”

Rebecca sedikit kikuk tak nyaman di kala Glenn berada di dekatnya. “Kau ingin aku melakukan apa?”

Glenn tersenyum penuh kemenangan. “Mudah saja, sebagai gantinya kau harus mau berpura-pura menjadi seseorang yang dekat denganku.”

Ucapan Glenn terhenti oleh Rebecca yang terhuyung ke tubuhnya. Keadaan wanita itu semakin melemah seiring suhu tubuhnya memanas tak normal. Rebecca terpaksa mencengkram kencang lengan Glenn untuk dijadikan pegangan.

Tidak satu kata pun ucapan Glenn tadi menyangkut di pikiran Rebecca. Wanita itu sudah kehilangan tenaga sehingga ucapan Glenn seperti suara berisik yang menyakiti kepalanya.

Situasi panik menyerang Glenn yang menangkap Rebecca. Dia memeluknya sangat hati-hati. Jantungnya berdebar cemas saat suhu tubuh panas Rebecca yang tidak normal menyebar ke kulit telapak tangannya.

“Kau kenapa? Hei! Jawab aku! Sadarlah!” kepanikan Glenn menepuk-nepuk pipi Rebecca yang tidak sadarkan diri di pelukannya.

Dari kejauhan Erick yang sejak tadi mengawasi segera mendekati Glenn. Namun baru beberapa jarak dia berlari mendekati, Glenn sudah lebih berjalan cepat sembari menggendong Rebecca.

“Ke rumah sakit terdekat sekarang juga. Cepat!” titah Glenn menghardik tegas Eric tanpa peduli pada apapun.

Situasi panik itu sempat menjadi tontonan singkat bagi orang-orang di sekitaran lobby. Termasuk Jolie yang baru saja tiba ingin menghampiri Rebecca. Sayangnya saat itu dia hanya melihat punggung pria berjas hitam yang menggendong seorang wanita.

“Rebecca di mana? Sebelum aku ke toilet dia ada di sini,” Jolie bermonolog sendiri sembari celingukan mencari-cari Rebecca. “Atau mungkin dia menunggu di parkiran, ya? Aku cari ke sana saja,” lanjutnya memutuskan pergi melewati akses yang berbeda.

***

Omega Hospital menjadi tujuan terdekat bagi Glenn menyelamatkan Rebecca. Dia terpaksa melarikan Rebecca ke rumah sakit itu karena situasi terdesak. Meski dia tahu masalah baru akan muncul, dia tidak bisa berbuat banyak pada keadaan Rebecca yang semakin memprihatinkan.

Dugaannya itu tepat terjadi. Seorang dokter senior di rumah sakit itu mengenali Glenn yang merupakan pebisnis terpandang di dunia medis. Kedatangannya membawa Rebecca begitu kencang mengundang pertanyaan.

Sebab, Rebecca sangat dikenal oleh mereka sebagai mantan calon menantu pemilik rumah sakit itu. Telah tersebar rumor yang menyudutkan Rebecca berselingkuh dari dokter di rumah sakit itu.

Sebuah opini muncul dan menuduh Glenn sebagai selingkuhan Rebecca. Keyakinan itu semakin kencang berputar-putar saat Glenn dengan setia menemani Rebecca yang mendapatkan pertolongan dari dokter senior itu.

Hah, sial! Padahal itu Glenn lakukan karena Rebecca meremas kencang beberapa jemari Glenn. Wanita itu mengigau akibat demam tinggi.

“Stress berat yang berkepanjangan menjadi penyebab utama demam tinggi yang diderita oleh pasien. Selain itu, tubuh pasien seperti terkejut oleh sesuatu yang baru dilakukan pertama kali.”

Mungkinkah bersinggungan dengan percintaan panas mereka beberapa malam yang lalu?

Deheman beratnya menenangkan Glenn atas diri yang merasa bersalah. Dia berusaha tenang di hadapan dokter yang menerangkan penyebab tumbangnya Rebecca.

“Mungkin saja,” Glenn menanggapi tenang. “Aku juga tidak tahu pasti keadaan wanita ini. Aku hanya menolong dia yang pingsan.”

Statement singkat itu menegaskan jika Glenn tidak memiliki hubungan seperti yang dituduhkan. Dia membersihkan namanya lewat kebohongan.

“Pasien masih butuh penanganan lebih lanjut, jadi kami memutuskan untuk memindahkan pasien ke kamar inap,” ucap dokter senior itu yang tidak dibantah oleh Glenn, sampai pada akhirnya dia berpamitan pergi.

Di kamar inap, Glenn masih belum dibuat tenang. Demam tinggi yang berangsur-angsur turun membuat tubuh Rebecca basah oleh keringat dingin. Kaos putih yang melekat di tubuh sudah basah oleh keringat dingin yang membanjiri. Dengan terpaksa Glenn harus mengganti pakaian Rebecca dengan piyama pasien yang telah diberikan oleh perawat.

 “Kau selalu saja merepotkanku,” Glenn menggerutu kesal, sementara tangannya sudah meremas kencang piyama pasien.

Sebenarnya, Glenn bisa saja meminta bantuan dari perawat untuk mengganti pakaian Rebecca. Namun, dia teringat oleh percintaan panas mereka beberapa malam lalu. Sudah pasti kissmark hasil gigitan liarnya di tubuh Rebecca masih membekas.

Dan benar saja! Ketika Glenn memberanikan diri untuk melepaskan kaos putih itu, matanya tersaji pemandangan sensual di mana payudara indah Rebecca masih ternodai oleh kissmark yang menggelap agak memudar.

“Tuan Glenn–”

“Berhenti di sana!” Glenn melarang cepat Eric yang masuk ke kamar tanpa mengetuk terlebih dahulu.

Dia segera memasang badan untuk menutupi tubuh Rebecca yang setengah bertelanjang. Lantas setelahnya dia cepat-cepat memakaikan piyama itu ke tubuh Rebecca.

“Kau sudah selesaikan semua administrasi perawatan wanita ini?” tanya Glenn sembari menyelimuti Rebecca yang masih tidak sadarkan diri.

“Sudah. Saya juga merahasiakan mengenai Anda yang bertanggung jawab atas biaya perawatan.”

“Bagus!” Glenn memuji tenang, tapi tidak untuk matanya yang tak berekspresi menatap Rebecca. “Atur kepulanganku malam ini juga. Kesialanku semakin bertambah jika terlalu sering bertemu dengan wanita merepotkan ini!” Nadanya menggeram kesal.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Evie Suryati
diluar ekspektasi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status