“Ternyata kau tidak begitu galak seperti tadi pagi.”
Pernyataan dari suara yang familiar bersamaan dengan kehadiran pantofel hitam di depan mata mengalihkan Rebecca dari kesedihannya. Dengan mata yang sembab–efek dari menangis, Rebecca mengangkat pandangan mata untuk memastikan seseorang yang berdiri sejajar di depannya.
Rebecca mendengkus kesal. Di depannya terdapat pria menyebalkan yang menatapnya disertai seringai sinis dengan kedua tangan terlipat di dada. Pria yang pagi tadi mengancam Rebecca, pria yang sama yang berkali-kali Rebecca hindari dan merusak kedamaian hidup Rebecca.
“Ternyata kau wanita cengeng,” ucap Glenn mengeluarkan kata-kata yang sengaja memancing emosi Rebecca.
Rebecca menghela napas dalam-dalam sembari mengabaikan keberadaan Glenn. Dia berusaha keras menenangkan emosi dan membungkam mulutnya tidak terprovokasi oleh ejekan Glenn.
Energinya sudah terkuras habis setelah tadi dia puas memuntahkan kekesalan hati. Emosinya juga masih berantakan pasca berdebat hebat dengan ayahnya. Ditambah lagi saat itu ada nyeri menyakitkan yang menyerang hingga melemahkan sekujur tubuhnya.
Apapun itu, Rebecca tidak peduli mengenai kehadiran Glenn yang tiba-tiba. Dia mengenyampingkan mulut sialan pria itu yang selalu saja merendahkan dirinya. Andai saja di samping Rebecca ada batu besar, sudah pasti dia akan memilih untuk melempar batu besar ke kepala sosok pria yang ada di hadapannya itu.
Rebecca bisa saja kabur dari pandangan Glenn. Tetapi dia tidak bisa karena sedang menunggu Jolie yang sebelumnya berpamitan ke toilet. Rebecca juga tidak bisa mendesak Jolie untuk bergegas datang, sebab Rebecca meninggalkan tas beserta handphone-nya di mobil Jolie.
Jadi ... come on, Jolie! Cepatlah datang. Batin Rebecca sudah menjerit berharap Joice cepat datang.
“Kau harus menanggapi orang yang sedang berbicara denganmu.” Glenn berucap dingin dengan penuh aura wibawa dan arogansi yang sangatlah kental.
Rebecca melirik kesal, menatap sinis Glenn tanpa peduli pada matanya yang memerah dan masih basah. “Yang seperti itu kau anggap berbicara? Jelas-jelas sejak awal kau mengejekku!”
“Aku benar, bukan? Pagi tadi kau terlihat galak, tapi saat ini kau menangis seperti anak kecil. Kalau bukan cengeng, lalu apa namanya?” balas Glenn begitu angkuh.
Kalimat kejam yang Glenn cetuskan itu mengundang jemari-jemari Rebecca untuk mengepal kencang. Sesuatu telah menghasut pikiran Rebecca untuk menampar pria berhati dingin itu. Dengan seenak hati Glenn berkata-kata yang membuat darah Rebecca mendidih.
“Sebaiknya kau pergi. Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu.” Rebecca setengah melirih saat bersuara. Bahkan nadanya melambat dikarenakan tubuhnya berangsur-angsur semakin tidak bertenaga.
“Kau harus ikut denganku, Rebecca Clovin.”
Rebecca tertegun menatap Glenn. Benaknya dihantui pertanyaan, bagaimana pria itu mengetahui namanya? Padahal mereka tidak saling mengenal.
Mulut yang ingin mencecar terhalangi oleh dentuman menyakitkan di kepala. Efek sakit itu begitu hebat sampai menggerogoti habis tenaga Rebecca yang tersisa.
Perlahan-lahan pandangannya mulai kabur. Rebecca mati-matian mensugesti diri untuk tetap bertahan sampai Jolie tiba. Dia sekuat tenaga berdiri tegak di tengah-tengah napas mulai terengah-engah pelan.
Keadaan Rebecca itu tak mempengaruhi emosi Glenn. Kenyataan Rebecca benar-benar mengacuhkan dirinya menghabiskan sisa-sisa kesabaran yang dimiliki pria tampan dalam balutan setelan jas hitam itu.
“Oke, aku to the point saja.” Glenn bersuara datar tanpa ekspresi. “Aku tidak akan menuntutmu yang menyelinap masuk ke kamarku dan penyerangan pagi tadi. Tapi, kau harus tetap mengganti rugi.”
Kening Rebecca mengerut menatap lekat Glenn. “Kau butuh uang? Sebutkan berapa nominal yang kau inginkan. Aku akan mengganti kerugianmu.”
Glenn berdecak kesal. “Aku tidak membutuhkan uangmu!”
“Lalu kalau bukan uang, apa yang kau inginkan?” tanya Rebecca seraya menatap lekat Glenn.
Glenn melangkah mendekat, mengikis jarak antara dirinya dan Rebecca. “Aku ingin kau melakukan sesuatu. Sangat mudah.”
Rebecca sedikit kikuk tak nyaman di kala Glenn berada di dekatnya. “Kau ingin aku melakukan apa?”
Glenn tersenyum penuh kemenangan. “Mudah saja, sebagai gantinya kau harus mau berpura-pura menjadi seseorang yang dekat denganku.”
Ucapan Glenn terhenti oleh Rebecca yang terhuyung ke tubuhnya. Keadaan wanita itu semakin melemah seiring suhu tubuhnya memanas tak normal. Rebecca terpaksa mencengkram kencang lengan Glenn untuk dijadikan pegangan.
Tidak satu kata pun ucapan Glenn tadi menyangkut di pikiran Rebecca. Wanita itu sudah kehilangan tenaga sehingga ucapan Glenn seperti suara berisik yang menyakiti kepalanya.
Situasi panik menyerang Glenn yang menangkap Rebecca. Dia memeluknya sangat hati-hati. Jantungnya berdebar cemas saat suhu tubuh panas Rebecca yang tidak normal menyebar ke kulit telapak tangannya.
“Kau kenapa? Hei! Jawab aku! Sadarlah!” kepanikan Glenn menepuk-nepuk pipi Rebecca yang tidak sadarkan diri di pelukannya.
Dari kejauhan Erick yang sejak tadi mengawasi segera mendekati Glenn. Namun baru beberapa jarak dia berlari mendekati, Glenn sudah lebih berjalan cepat sembari menggendong Rebecca.
“Ke rumah sakit terdekat sekarang juga. Cepat!” titah Glenn menghardik tegas Eric tanpa peduli pada apapun.
Situasi panik itu sempat menjadi tontonan singkat bagi orang-orang di sekitaran lobby. Termasuk Jolie yang baru saja tiba ingin menghampiri Rebecca. Sayangnya saat itu dia hanya melihat punggung pria berjas hitam yang menggendong seorang wanita.
“Rebecca di mana? Sebelum aku ke toilet dia ada di sini,” Jolie bermonolog sendiri sembari celingukan mencari-cari Rebecca. “Atau mungkin dia menunggu di parkiran, ya? Aku cari ke sana saja,” lanjutnya memutuskan pergi melewati akses yang berbeda.
***
Omega Hospital menjadi tujuan terdekat bagi Glenn menyelamatkan Rebecca. Dia terpaksa melarikan Rebecca ke rumah sakit itu karena situasi terdesak. Meski dia tahu masalah baru akan muncul, dia tidak bisa berbuat banyak pada keadaan Rebecca yang semakin memprihatinkan.
Dugaannya itu tepat terjadi. Seorang dokter senior di rumah sakit itu mengenali Glenn yang merupakan pebisnis terpandang di dunia medis. Kedatangannya membawa Rebecca begitu kencang mengundang pertanyaan.
Sebab, Rebecca sangat dikenal oleh mereka sebagai mantan calon menantu pemilik rumah sakit itu. Telah tersebar rumor yang menyudutkan Rebecca berselingkuh dari dokter di rumah sakit itu.
Sebuah opini muncul dan menuduh Glenn sebagai selingkuhan Rebecca. Keyakinan itu semakin kencang berputar-putar saat Glenn dengan setia menemani Rebecca yang mendapatkan pertolongan dari dokter senior itu.
Hah, sial! Padahal itu Glenn lakukan karena Rebecca meremas kencang beberapa jemari Glenn. Wanita itu mengigau akibat demam tinggi.
“Stress berat yang berkepanjangan menjadi penyebab utama demam tinggi yang diderita oleh pasien. Selain itu, tubuh pasien seperti terkejut oleh sesuatu yang baru dilakukan pertama kali.”
Mungkinkah bersinggungan dengan percintaan panas mereka beberapa malam yang lalu?
Deheman beratnya menenangkan Glenn atas diri yang merasa bersalah. Dia berusaha tenang di hadapan dokter yang menerangkan penyebab tumbangnya Rebecca.
“Mungkin saja,” Glenn menanggapi tenang. “Aku juga tidak tahu pasti keadaan wanita ini. Aku hanya menolong dia yang pingsan.”
Statement singkat itu menegaskan jika Glenn tidak memiliki hubungan seperti yang dituduhkan. Dia membersihkan namanya lewat kebohongan.
“Pasien masih butuh penanganan lebih lanjut, jadi kami memutuskan untuk memindahkan pasien ke kamar inap,” ucap dokter senior itu yang tidak dibantah oleh Glenn, sampai pada akhirnya dia berpamitan pergi.
Di kamar inap, Glenn masih belum dibuat tenang. Demam tinggi yang berangsur-angsur turun membuat tubuh Rebecca basah oleh keringat dingin. Kaos putih yang melekat di tubuh sudah basah oleh keringat dingin yang membanjiri. Dengan terpaksa Glenn harus mengganti pakaian Rebecca dengan piyama pasien yang telah diberikan oleh perawat.
“Kau selalu saja merepotkanku,” Glenn menggerutu kesal, sementara tangannya sudah meremas kencang piyama pasien.
Sebenarnya, Glenn bisa saja meminta bantuan dari perawat untuk mengganti pakaian Rebecca. Namun, dia teringat oleh percintaan panas mereka beberapa malam lalu. Sudah pasti kissmark hasil gigitan liarnya di tubuh Rebecca masih membekas.
Dan benar saja! Ketika Glenn memberanikan diri untuk melepaskan kaos putih itu, matanya tersaji pemandangan sensual di mana payudara indah Rebecca masih ternodai oleh kissmark yang menggelap agak memudar.
“Tuan Glenn–”
“Berhenti di sana!” Glenn melarang cepat Eric yang masuk ke kamar tanpa mengetuk terlebih dahulu.
Dia segera memasang badan untuk menutupi tubuh Rebecca yang setengah bertelanjang. Lantas setelahnya dia cepat-cepat memakaikan piyama itu ke tubuh Rebecca.
“Kau sudah selesaikan semua administrasi perawatan wanita ini?” tanya Glenn sembari menyelimuti Rebecca yang masih tidak sadarkan diri.
“Sudah. Saya juga merahasiakan mengenai Anda yang bertanggung jawab atas biaya perawatan.”
“Bagus!” Glenn memuji tenang, tapi tidak untuk matanya yang tak berekspresi menatap Rebecca. “Atur kepulanganku malam ini juga. Kesialanku semakin bertambah jika terlalu sering bertemu dengan wanita merepotkan ini!” Nadanya menggeram kesal.
Keheningan menyapa Rebecca yang baru saja membuka mata. Tidak ada satu pun orang berada di kamar itu selain dia. Dia juga tidak terlalu terkejut mengetahui keberadaannya di rumah sakit. Dia masih bisa mengingat bagaimana tubuhnya yang melemah hingga tidak sadarkan diri.Hanya saja, dia bertanya-tanya di dalam hati. Apakah pria menyebalkan itu yang membawanya ke rumah sakit?Rebecca keluar dari kamar inapnya untuk menuju meja informasi. Selain ingin mencari tahu pemikirannya itu, dia juga berencana ingin menghubungi Jolie menggunakan telepon rumah sakit. Sahabatnya itu pasti cemas mencari-cari dirinya.Namun yang dia dapatkan adalah mengenai keberadaannya di rumah sakit milik Elvis. Raut wajah Rebecca langsung berubah di kala menyadari bahwa dirinya berada di rumah sakit milik mantan kekasihnya. Desas-desus tentang dirinya berselingkuh pastinya sudah terdengar oleh banyak orang.Pandangan keji orang-orang yang mengenal dirinya memaksa Rebecca untuk keluar dari rumah sakit itu. Luka di
“Welcome home, Sweetheart.”Pelukan hangat Gina Harper menyambut Rebecca yang baru saja tiba di kediaman orangtua Jolie. Ibu kandung dari Jolie Harper itu membelai sayang Rebecca, menciumi Rebecca penuh kasih seperti anak kandung sendiri.Gina sama bersedih seperti Jolie saat mengetahui kabar buruk yang menimpa Rebecca. Sehingga ketika tahu Jolie dan Rebecca terbang malam itu juga ke London, dia langsung memerintahkan sopir untuk menjemput keduanya.Selama ini hubungan antara Rebecca dengan keluarga Jolie sangatlah dekat. Tidak heran jika setiap kali Rebecca datang ke London, pastinya dia mendapatkan sambutan hangat dari keluarga sahabat baiknya itu.Deheman ayahnya Jolie yang menginterupsi membuat Rebecca melepaskan diri dari pelukan hangat Gina. Dia tidak lupa untuk menyapa tuan rumah yang sama ramah seperti Gina, sebelum akhirnya mereka masuk ke dalam kediaman mewah itu dan menduduki ruangan keluarga.“Kami turut prihatin atas kabar buruk yang menimpamu, Sweetheart.” Gina bersuara
Satu bulan telah berlalu dari malam menyakitkan yang Rowena lalui. Telinganya masih saja terngiang-ngiang mengenai Elvis yang mengigau nama Rebecca. Hati yang tersayat sakit begitu sulit menghilangkan tingkah laku kejam Elvis setiap kali dia menyetubuhi Rowena dalam keadaan mabuk. Rowena pun tidak bertindak tegas. Dia mengenyampingkan harga diri karena telah dibutakan cinta terhadap Elvis. Seluruh jiwa dan raganya telah disserahkan seutuhnya pada Elvis meski dia tahu di dalam hati suaminya itu masih terdapat sosok saudara tirinya itu. Bagi Rowena semua itu bukan salah Elvis. Melainkan Rebecca yang merebut Elvis dari dirinya. Sehingga lewat usahanya untuk menjadi istri sempuruna, Rowena berusaha untuk menyingkirkan sosok saudari tiri yang paling dibenci itu. Sayangnya, usahanya masih belum membuahkan hasil. Elvis masih saja bersikap dingin dalam pernikahan yang berlandas formalitas itu. Sikapnya selalu saja sama setiap kali terbangun sehabis menjamah tubuh Rowena. Elvis selalu mengh
“Kecelakaan?” ucap Glenn tersontak kaget mengulangi kabar buruk dari Eric yang menghubungi via telepon.Wajah tampannya yang menegang menyita perhatian ayahnya yang duduk di hadapannya saat melakukan makan siang bersama di sebuah restoran. Dibandingkan menunjukkan kepeduliannya pada Eric yang selalu loyalitas melayani dirinya, saat itu Glenn lebih menunjukkan kekesalan atas kabar buruk yang diterima.Batinnya telah merutuki diri yang menyesal tidak membawa serta Eric dalam schedule makan siang bersama ayahnya yang menjabat sebagai presiden direktur di Medico Hospital.“Cepat selesaikan masalah kecelakaan itu. Setengah jam lagi aku ada rapat dengan klien penting. Kita langsung bertemu di tempat meeting saja dan kau tidak usah menjemputku,” titah Glenn tak terbantahkan yang langsung memutuskan sambungan telepon secara sepihak.Handphone yang tidak sampai dua menit menempel di sisi kiri telah diletakkan kasar ke atas meja. Makanan yang sudah setengah dinikmati pun tidak lagi menarik nafs
Rebecca mempercepat langkah kaki ketika keluar dari mobilnya. Dia begitu tergesa-gesa menghampiri Jolie, takut Jolie akan marah dikarenakan sudah cukup lama menunggu kedatangannya di restoran itu.Rebecca pun tidak mengabari Jolie mengenai kecelakaan kecil yang menghambat kedatangannya itu. Dia merasa tidak enak hati pada Jolie yang selalu dibuat cemas olehnya.Selain tidak enak hati, Rebecca mengenal sifat Jolie yang mudah sekali panik. Jika sudah panik, pasti Jolie akan berujung pada sifat-sifatnya yang berlebihan. Dan Rebecca tidak mau sampai Jolie terkena serangan panik, hanya karena dirinya.Situasi tak terduga didapati Rebecca setibanya di dalam restoran. Di tengah langkah yang melambat dan napas agak terengah-engah, Rebecca memicing tajam pada Jolie yang tersenyum ramah sembari melambaikan tangan ke arahnya. Lebih tepatnya Rebecca memicing tajam pada beberapa piring yang diangkut oleh seorang pelayan.Hah! Sungguh menyesal Rebecca terburu-buru untuk tiba di sana. Sementara Joli
Matahari yang sudah meninggi menjadi alasan terbesar Rebecca terburu-buru berbenah diri. Dia bangun kesiangan akibat bisikan yang merasukinya untuk berlama-lama di ranjang tidur.Kenyamanan ranjang tidurnya benar-benar menenangkan tubuhnya yang lemas tak bertenaga. Selain itu rasa pusing yang kembali menyerang kepala ikut membuai Rebecca. Alhasil, wajah pucatnya ditutupi oleh make up tipis seadanya dan melewatkan sarapan paginya.Beruntungnya kesialan di pagi yang kesiangan itu tidak bertubi-tubi menghampiri Rebecca. Dia cukup mudah menemukan taksi dikarenakan mobilnya masih dalam perbaikan. Tetapi Rebecca tidak bisa menghindari situasi lalu lintas cukup merayap pada jam orang-orang keluar beraktifitas.“Jangan sampai aku terlambat lagi,” gumamnya bernada kesal ketika keluar dari taksi yang dinaiki. Perhatian Rebecca teralihkan oleh notifikasi telepon masuk dari nomor yang tidak terdaftar maupun dikenali. Wanita cantik berpenampilan modis itu mengabaikan telepon masuk itu. Dia memili
Berisiknya suara pintu ruangannya yang terbuka memantik api kekesalan di jiwa Glenn. Dia yang sedang fokus pada pekerjaannya telah menunjukkan wajah marah begitu mengerikan–siap menghardik si pelaku keributan.Kilatan mata yang memerah marah tiba-tiba meredup saat melihat si pelaku keributan datang menghampiri dia. Glenn terkesiap, sebab si pelaku keributan lebih berkuasa atas dia. Pun merupakan seseorang yang setengah mati Glenn hindari beberapa waktu belakangan itu.“Seperti ini attitude wakil presiden direktur menyambut kedatangan komisaris utama?” sindir Emilia Romanov–neneknya Glenn yang menusukkan tatapan tajam kepada Glenn.Glenn menelan saliva di dalam keheningan mulutnya. Dia memahami tujuan kedatangan Emilia yang sangat bersinggungan atas perbuatannya. Sudah pasti hal itu tidak memiliki keterkaitan dengan pekerjaan. Dugaannya sudah kencang menjurus pada keputusannya yang selalu menghindari Emilia sejak sebulan lebih lamanya.“Ada urusan apa Granny datang ke ruanganku?” tanya
“Siapa dia?” bisik Emilia yang penasaran pada Glenn ketika Rebecca diminta untuk menunggu di ruangan tunggu.Glenn menarik pandangannya dari menatap kepergian Rebecca bersama Eric. Batinnya berdecak kesal mendapati Emilia tersenyum manis menantikan jawabannya.“Hanya tamu biasa,” jelasnya singkat.“Benarkah?” seru singkat Emilia tak mempercayai. “Tadi aku sempat bertanya padanya, dia mengatakan kedatangannya ke sini bukan untuk pekerjaan–”“Dia menabrak mobilku yang dibawa oleh Eric beberapa hari lalu.” Terpaksa Glenn menceritakan sedikit fakta tujuan kedatangan Rebecca.Tetapi pernyataan itu membuat Emilia tertawa dan bersemangat untuk menggoda Glenn. “Kenapa bukan Eric saja yang mengurusnya? Kenapa harus kau yang menghubunginya dan memintanya untuk datang ke sini? Kenapa juga kau menahannya untuk menemuimu? Apa karena aku yang masih ada di ruanganmu dan kau tidak ingin aku bertemu dengan wanitamu?”“Dia bukan wanitaku!” Glenn menggeram kesal mendengar ucapan konyol sang nenek.Dan s