“Dia bukan siapa-siapa, Tuan Glenn. Lihat saja pakaiannya, mana mungkin tamu pernikahan datang dengan pakaian seperti itu,” jawab Alfie yang cerdik mengalihkan perhatian Glenn.
Alfie berhasil meyakinkan Glenn yang mau mengikuti untuk duduk di meja VVIP yang telah dia siapkan. Sayangnya, langkah mereka kalah cepat dari Rebecca yang berhasil lolos dari kedua pria berbadan tegap itu.
Rebecca berdiri tegak di hadapan Rowena dengan segelas wine di tangan kanan yang dia ambil dari pelayan saat berjalan menghampiri. Rasa sakit hati yang menguasai membuat Rebecca terfokus hanya pada Rowena dan Elvis. Dia mengabaikan yang lainnya. Bahkan pada Nelson yang menarik dan berbisik-bisik mengusirnya pun dia abaikan.
Perasaan Rebecca hari itu sudah tidak lagi bisa terbendung. Emosi, marah, kecewa telah melebur menjadi satu. Dia datang ke sini, bukan bermaksud untuk meluapkan kemarahan karena tak terima, melainkan dia khusus datang untuk mengucapkan selamat atas pernikahan mantan kekasihnya dan saudara tirinya itu. Ingin rasanya Rebecca tertawa akan takdir kehidupannya.
Sementara itu, Glenn yang dia belakangi sedang mengamati Rebecca dengan penasaran. Ada senyar yang menarik jiwa Glenn meskipun wanita itu memiliki karakter kasar dan aura keras kepala yang sangat kuat.
“Selamat atas pernikahan kalian,” ucap Rebecca dengan senyum yang dirinya paksakan. Meskipun senyuman itu terpaksa, tapi nyatanya Rebecca mampu menampilkan senyuman anggun di balik sesak di hatinya.
“Kami tidak butuh ucapan selamat dari dirimu. Sebaiknya kau pergi dan jangan buat keributan.” Elvis mengusir Rebecca dengan kejam. Manik mata pria itu memancarkan jelas kebencian dan rasa marah. Otak Elvis tidak lagi mengingat kenangan manis dengan Rebecca, melainkan hanyalah kejadian di mana Rebecca telah berselingkuh darinya.
Rebecca tertawa mengejek bisikan Elvis yang mengusirnya. “Tapi adikku sangat membutuhkan ucapan selamat dari kakaknya. Benar kan, Rowena–adikku sayang?”
Rowena tersenyum kaku padahal di dalam hati ia sudah berdecak kesal. Sosok rival di kehidupannya itu masih saja mengusik di tengah kebahagiaannya. “Kenapa Kakak melakukan ini? Kakak harus menerima kenyataan–”
“Bagaimana denganmu yang menerima barang bekas dariku?” Rebecca menyela sinis dengan nada malas yang meremehkan. “Kau suka yang seperti itu, kan? Ya ... ambil dan nikmati saja. Aku sangat berterima kasih, berkat campur tanganmu aku bisa terhindar dari orang-orang munafik,” lanjutnya sinis dengan mata menyorot tajam kepada Elvis.
Gelas wine di tangan telah Rebecca pindahkan ke tangan Rowena. Dia yang tersenyum lembut kepada saudara tirinya kembali berucap, “Selamat atas pernikahanmu. Aku doakan kau tidak bahagia selamanya. Silahkan nikmati wine-nya. Tapi hati-hati, aku telah mencampurkan obat perangsang ke dalamnya.”
Ucapan kejam yang tak berperasaan itu membuat Rowena terkejut hingga ketakutan. Tanpa sadar dia menjatuhkan gelas wine yang tumpahannya menodai gaun putih itu. Memerah seperti darah seolah menandakan kesucian pernikahan yang dirampas itu akan ternodai keji.
“Ayo pergi, Rebecca! Sudah cukup kau mencoreng nama baikku.” Nelson terpaksa membentak lalu menyeret Rebecca yang puas menghancurkan pernikahan itu. Dia diperlakukan seperti orang asing. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengakui apalagi membela keberadaanya.
Harga dirinya benar-benar diinjak keji, tetapi Rebecca berusaha tidak ingin terlihat hina oleh mata-mata yang menyoroti dirinya begitu rendahan. Dia tidak takut pada sorot mata tajam Rowena yang menusuknya dengan ekspresi dendam yang tidak ditutup-tutupi. Bahkan Rebecca berani menentang Nelson yang memaksanya untuk segera pergi ke Skotlandia.
“Kau berani membantahku?”
“Daddy yang mengajariku.”
“Rebecca!” Nelson membentak kejam sampai urat-urat di lehernya menegang kaku. Tangannya pun ikut bereaksi ingin melayang keras ke pipi Rebecca, namun tiba-tiba kaku di udara.
Rebecca sangat sakit hati sampai terasa nyeri ke tulang-tulangnya melihat sikap arogan Nelson. Dia kecewa, tak setitik pun Rebecca mendapati sorot tulus seorang ayah kepada putrinya. Yang Rebecca dapatkan hanya kilatan sinis penuh segenap kebencian yang mengerikan.
Dia adalah putri kandungnya. Anak perempuan yang di dalam tubuh kurus itu mengalir darah Nelson. Tapi bagaimana bisa Nelson tidak menunjukkan seberkas kasih ayah terhadap putrinya?
“Aku tidak menyayangimu, Daddy,” ujar Rebecca bersungguh-sungguh, lalu pergi begitu saja meninggalkan pesta.
Keributan yang telah teratasi itu berhasil menembus kesadaran Glenn yang masih berdiri. Diam-diam dia memahami situasi dari perkataan-perkataan yang ditangkap oleh telinga.
Seperti potongan puzzle, dia menyusunnya dengan baik meski ada beberapa bagian yang tidak menutupi. Namun kecerdasannya mampu membaca situasi sehingga dia bisa menyimpulkan sendiri di dalam pikirannya.
Wanita yang dia gagahi itu bukanlah wanita sembarangan. Melainkan putri seorang pengusaha makanan yang cukup terkenal. Selain itu wanita yang akhirnya dia ketahui bernama—Rebecca itu sedang patah hati paling mendalam akibat batal menikah oleh kesalahan fatal yang memalukan.
Glenn tersenyum jengkel saat firasatnya mengatakan mengenai malam panas itu bersinggungan dengan kehancuran Rebecca. Dia tidak lagi merasa nyaman dan berkeinginan segera angkat kaki dari acara itu.
“Situasinya tidak mendukung, saya untuk berlama-lama. Ini pertama kalinya saya disambut dengan hal memalukan seperti ini.” Liciknya Glenn mencari-cari alasan yang menyudutkan Alfie.
“Tuan Glenn, saya minta maaf. Saya harap Anda tidak tersinggung.” Alfie segera meminta maaf pada Glenn atas apa yang telah terjadi.
Glenn tak menggubris ucapan Alfie, dia segera angkat kaki tanpa kompromi pada siapapun yang membujuknya untuk menetap. Lewat ekpresi kejam dan langkah yang arogan Glenn menegaskan dirinya yang terhina oleh perlakuan si pemilik acara.
Dia sedikit mengenyampingkan efek dari pembatalan projek bisnis yang diputuskan secara mendadak. Selain itu membina hubungan kerjasama dengan orang-orang bad vibes seperti Dalton hanya akan merusak kesejahteraan bisnis yang susah payah Glenn bangun.
“Tuan Glenn–”
“Wanita tadi adalah wanita yang sama malam itu. Dia adalah wanita yang aku pikir kau siapkan untuk menemaniku. Dia juga yang membuat hidungku berdarah pagi tadi.”
Eric membeliak terkejut oleh pengakuan bosnya. Lidahnya ingin berkata-kata tetapi tidak diberi kesempatan oleh Glenn.
“Segera cari tahu tentang wanita itu. Karena–”
Mulut Glenn yang ingin bertitah terhambat oleh notifikasi telepon masuk di handphone-nya. Glenn memasang wajah malas dan ingin me-reject telepon masuk itu. Tetapi logika menyadarkan untuk tidak membuat masalah pada si penelepon.
Itu telepon dari neneknya.
“Granny ...” Glenn menyapa berusaha ramah, meski tersirat jengkel dan kesal.
“Besok kau pulang, kan? Aku telah mengatur kencan buta untukmu. Dia putri sulung pengusaha farmasi. Anaknya cantik, aku sudah melihat fotonya. Dia juga sekolah di Harvard sama sepertimu, Glenn. Jadi pastikan besok malam kau bisa dinner bersama wanita itu.”
Langkah Glenn terhenti tepat di detik neneknya berkata-kata. Bukan karena dia berkeinginan ingin tenang meladeni percakapan neneknya yang selalu memaksa dirinya untuk ikut kencan buta.
Tetapi Glenn menangkap keberadaan seseorang yang menarik untuk diperhatikan. Dia adalah Rebecca–yang bersandar pasrah pada sebuah tembok menyudut di daerah lobby hotel.
Wanita galak yang tadi mengamuk dan menunjukkan sisi keras kepala itu terlihat rapuh. Wajahnya sudah basah oleh airmata dan memucat seolah dia sudah kehilangan energi.
Glenn menipiskan bibir dan mengunci tatapannya pada Rebecca. Benaknya sudah terisi oleh sebuah rencana yang bisa menyelamatkan dirinya dari desakan neneknya.
“Glenn! Kau tidak punya mulut, ya?!” suara bentakan neneknya sempat menyakiti telinga Glenn.
“Aku tidak bisa datang ke kencan buta itu besok malam.”
“Kau lupa, Glenn? Aku tidak akan mau makan dan lebih baik mati jika kau masih keras kepala seperti ini!” ujar neneknya menggunakan ancaman yang berulang kali dikatakan.
“Granny ...”
“Apa?!”
“Aku sudah memiliki calonku sendiri, karena itu aku tidak bisa datang besok malam,” ucap Glenn membujuk tenang namun penuh rencana tak terduga.
“Ternyata kau tidak begitu galak seperti tadi pagi.”Pernyataan dari suara yang familiar bersamaan dengan kehadiran pantofel hitam di depan mata mengalihkan Rebecca dari kesedihannya. Dengan mata yang sembab–efek dari menangis, Rebecca mengangkat pandangan mata untuk memastikan seseorang yang berdiri sejajar di depannya.Rebecca mendengkus kesal. Di depannya terdapat pria menyebalkan yang menatapnya disertai seringai sinis dengan kedua tangan terlipat di dada. Pria yang pagi tadi mengancam Rebecca, pria yang sama yang berkali-kali Rebecca hindari dan merusak kedamaian hidup Rebecca.“Ternyata kau wanita cengeng,” ucap Glenn mengeluarkan kata-kata yang sengaja memancing emosi Rebecca.Rebecca menghela napas dalam-dalam sembari mengabaikan keberadaan Glenn. Dia berusaha keras menenangkan emosi dan membungkam mulutnya tidak terprovokasi oleh ejekan Glenn.Energinya sudah terkuras habis setelah tadi dia puas memuntahkan kekesalan hati. Emosinya juga masih berantakan pasca berdebat hebat d
Keheningan menyapa Rebecca yang baru saja membuka mata. Tidak ada satu pun orang berada di kamar itu selain dia. Dia juga tidak terlalu terkejut mengetahui keberadaannya di rumah sakit. Dia masih bisa mengingat bagaimana tubuhnya yang melemah hingga tidak sadarkan diri.Hanya saja, dia bertanya-tanya di dalam hati. Apakah pria menyebalkan itu yang membawanya ke rumah sakit?Rebecca keluar dari kamar inapnya untuk menuju meja informasi. Selain ingin mencari tahu pemikirannya itu, dia juga berencana ingin menghubungi Jolie menggunakan telepon rumah sakit. Sahabatnya itu pasti cemas mencari-cari dirinya.Namun yang dia dapatkan adalah mengenai keberadaannya di rumah sakit milik Elvis. Raut wajah Rebecca langsung berubah di kala menyadari bahwa dirinya berada di rumah sakit milik mantan kekasihnya. Desas-desus tentang dirinya berselingkuh pastinya sudah terdengar oleh banyak orang.Pandangan keji orang-orang yang mengenal dirinya memaksa Rebecca untuk keluar dari rumah sakit itu. Luka di
“Welcome home, Sweetheart.”Pelukan hangat Gina Harper menyambut Rebecca yang baru saja tiba di kediaman orangtua Jolie. Ibu kandung dari Jolie Harper itu membelai sayang Rebecca, menciumi Rebecca penuh kasih seperti anak kandung sendiri.Gina sama bersedih seperti Jolie saat mengetahui kabar buruk yang menimpa Rebecca. Sehingga ketika tahu Jolie dan Rebecca terbang malam itu juga ke London, dia langsung memerintahkan sopir untuk menjemput keduanya.Selama ini hubungan antara Rebecca dengan keluarga Jolie sangatlah dekat. Tidak heran jika setiap kali Rebecca datang ke London, pastinya dia mendapatkan sambutan hangat dari keluarga sahabat baiknya itu.Deheman ayahnya Jolie yang menginterupsi membuat Rebecca melepaskan diri dari pelukan hangat Gina. Dia tidak lupa untuk menyapa tuan rumah yang sama ramah seperti Gina, sebelum akhirnya mereka masuk ke dalam kediaman mewah itu dan menduduki ruangan keluarga.“Kami turut prihatin atas kabar buruk yang menimpamu, Sweetheart.” Gina bersuara
Satu bulan telah berlalu dari malam menyakitkan yang Rowena lalui. Telinganya masih saja terngiang-ngiang mengenai Elvis yang mengigau nama Rebecca. Hati yang tersayat sakit begitu sulit menghilangkan tingkah laku kejam Elvis setiap kali dia menyetubuhi Rowena dalam keadaan mabuk. Rowena pun tidak bertindak tegas. Dia mengenyampingkan harga diri karena telah dibutakan cinta terhadap Elvis. Seluruh jiwa dan raganya telah disserahkan seutuhnya pada Elvis meski dia tahu di dalam hati suaminya itu masih terdapat sosok saudara tirinya itu. Bagi Rowena semua itu bukan salah Elvis. Melainkan Rebecca yang merebut Elvis dari dirinya. Sehingga lewat usahanya untuk menjadi istri sempuruna, Rowena berusaha untuk menyingkirkan sosok saudari tiri yang paling dibenci itu. Sayangnya, usahanya masih belum membuahkan hasil. Elvis masih saja bersikap dingin dalam pernikahan yang berlandas formalitas itu. Sikapnya selalu saja sama setiap kali terbangun sehabis menjamah tubuh Rowena. Elvis selalu mengh
“Kecelakaan?” ucap Glenn tersontak kaget mengulangi kabar buruk dari Eric yang menghubungi via telepon.Wajah tampannya yang menegang menyita perhatian ayahnya yang duduk di hadapannya saat melakukan makan siang bersama di sebuah restoran. Dibandingkan menunjukkan kepeduliannya pada Eric yang selalu loyalitas melayani dirinya, saat itu Glenn lebih menunjukkan kekesalan atas kabar buruk yang diterima.Batinnya telah merutuki diri yang menyesal tidak membawa serta Eric dalam schedule makan siang bersama ayahnya yang menjabat sebagai presiden direktur di Medico Hospital.“Cepat selesaikan masalah kecelakaan itu. Setengah jam lagi aku ada rapat dengan klien penting. Kita langsung bertemu di tempat meeting saja dan kau tidak usah menjemputku,” titah Glenn tak terbantahkan yang langsung memutuskan sambungan telepon secara sepihak.Handphone yang tidak sampai dua menit menempel di sisi kiri telah diletakkan kasar ke atas meja. Makanan yang sudah setengah dinikmati pun tidak lagi menarik nafs
Rebecca mempercepat langkah kaki ketika keluar dari mobilnya. Dia begitu tergesa-gesa menghampiri Jolie, takut Jolie akan marah dikarenakan sudah cukup lama menunggu kedatangannya di restoran itu.Rebecca pun tidak mengabari Jolie mengenai kecelakaan kecil yang menghambat kedatangannya itu. Dia merasa tidak enak hati pada Jolie yang selalu dibuat cemas olehnya.Selain tidak enak hati, Rebecca mengenal sifat Jolie yang mudah sekali panik. Jika sudah panik, pasti Jolie akan berujung pada sifat-sifatnya yang berlebihan. Dan Rebecca tidak mau sampai Jolie terkena serangan panik, hanya karena dirinya.Situasi tak terduga didapati Rebecca setibanya di dalam restoran. Di tengah langkah yang melambat dan napas agak terengah-engah, Rebecca memicing tajam pada Jolie yang tersenyum ramah sembari melambaikan tangan ke arahnya. Lebih tepatnya Rebecca memicing tajam pada beberapa piring yang diangkut oleh seorang pelayan.Hah! Sungguh menyesal Rebecca terburu-buru untuk tiba di sana. Sementara Joli
Matahari yang sudah meninggi menjadi alasan terbesar Rebecca terburu-buru berbenah diri. Dia bangun kesiangan akibat bisikan yang merasukinya untuk berlama-lama di ranjang tidur.Kenyamanan ranjang tidurnya benar-benar menenangkan tubuhnya yang lemas tak bertenaga. Selain itu rasa pusing yang kembali menyerang kepala ikut membuai Rebecca. Alhasil, wajah pucatnya ditutupi oleh make up tipis seadanya dan melewatkan sarapan paginya.Beruntungnya kesialan di pagi yang kesiangan itu tidak bertubi-tubi menghampiri Rebecca. Dia cukup mudah menemukan taksi dikarenakan mobilnya masih dalam perbaikan. Tetapi Rebecca tidak bisa menghindari situasi lalu lintas cukup merayap pada jam orang-orang keluar beraktifitas.“Jangan sampai aku terlambat lagi,” gumamnya bernada kesal ketika keluar dari taksi yang dinaiki. Perhatian Rebecca teralihkan oleh notifikasi telepon masuk dari nomor yang tidak terdaftar maupun dikenali. Wanita cantik berpenampilan modis itu mengabaikan telepon masuk itu. Dia memili
Berisiknya suara pintu ruangannya yang terbuka memantik api kekesalan di jiwa Glenn. Dia yang sedang fokus pada pekerjaannya telah menunjukkan wajah marah begitu mengerikan–siap menghardik si pelaku keributan.Kilatan mata yang memerah marah tiba-tiba meredup saat melihat si pelaku keributan datang menghampiri dia. Glenn terkesiap, sebab si pelaku keributan lebih berkuasa atas dia. Pun merupakan seseorang yang setengah mati Glenn hindari beberapa waktu belakangan itu.“Seperti ini attitude wakil presiden direktur menyambut kedatangan komisaris utama?” sindir Emilia Romanov–neneknya Glenn yang menusukkan tatapan tajam kepada Glenn.Glenn menelan saliva di dalam keheningan mulutnya. Dia memahami tujuan kedatangan Emilia yang sangat bersinggungan atas perbuatannya. Sudah pasti hal itu tidak memiliki keterkaitan dengan pekerjaan. Dugaannya sudah kencang menjurus pada keputusannya yang selalu menghindari Emilia sejak sebulan lebih lamanya.“Ada urusan apa Granny datang ke ruanganku?” tanya