Halwa memutar bahu kanan dan kirinya secara bergantian untuk merenggangkan otot-ototnya, dan saat ia tengah merenggangkan lehernya, seseorang mengulurkan minuman dingin dari arah belakangnya, membuat Halwa seketika itu juga balik badab ke arah orang itu,
"Victor ... ""Ambillah, kamu pasti lelah," ujarnya sambil tersenyum lembut.Halwa mengulurkan tangannya untuk mengambil minuman itu, "Apa kamu sudah lama menunggu?" tanyanya. Ia telah terbiasa dijemput Victor setelah jam tugasnya selesai."Euummm lumayan lama hingga aku bisa melihat kelihaianmu dalam menangani lonjakan pasien tadi," jawabnya sambil menyusuri jas snelli halwa yang terdapat banyak noda darah.Halwa melihat sekilas jas kebesarannya sebelum kedua bahunya terkulai lemah, ada kecelakaan yang membuat sebagian korban dilarikan ke rumah sakitnya. Untungnya tidak ada yang meninggal."Ya, hari yang melelahkan ... " desahnya sebelum menenggak minuman itu."Masih ja"Tuan Edzhar sudah sampai, Tuan!" seru Max."Biarkan dia masuk!" perintah Victor sambil berdiri dari kursi kebesarannya, lalu pindah duduk ke sofa kulit warna putih, tempat biasa ia menyambut tamu-tamunya.Max berbicara sebentar dengan anak buahnya di earphonenya, hingga pintu ruang kamar kerjanya mengayun terbuka, dan edzhar berderap maju mendekati Victor."Di mana kamu sembunyikan istriku?" tanyanya tanpa mau berbasa-basi terlebih dahulu."Istri? Memang kau masih punya istri?" ledek Victor sambil bersandar pada sofanya dan melipat kedua tangannya di atas dadanya. Ia menatap sahabatnya itu dengan tatapan mencemooh."Jangan main-main denganku, Vic!" geram Edzhar."Aku tidak ada waktu main-main denganmu, Ed. Kalau kedatanganmu ke kantorku hanya untuk menanyakan Aira, aku tidak bisa menjawabnya, karena aku juga tidak tahu di mana dia berada saat ini!"Edzhar kembali berderap maju mendekati Victor, ia berdiri menjulang di d
Dengan kasar Victor mendorong Edzhar hingga pria itu kembali terduduk di sofanya,"Kalau kau tidak mengusirnya malam itu, kejadian buruk itu tidak akan pernah terjadi ... ""Kau tadi bilang padaku kalau kau belum pernah melihat Edson, tapi kau ada bersamanya saat setelah Halwa melahirkan, bagian mana yang merupakan kebohonganmu, Vic?" tanya Edzhar sambil menyipitkan kedua matanya.'Sial! Aku memang tidak pandai berbohong!' umpat Victor dalam hati.Sambil terus memasang wajah tak terbacanya, Victor duduk di kursi tepat di depan Edzhar, yang masih terus saja menatapnya dengan tatapan penuh selidik."Vic ... ""Ok, baiklah! Seseorang mengirimkan pesan singkat padaku beserta dengan foto-foto Aira yang tengah terluka parah, Max!"Max yang sedari tadi hanya bisa berdiri diam saat melihat dua sahabat itu ribut, kini bergerak mendekati Edzhar, dan menyerahkan tabletnya pada pria itu.Edzhar nampak tidak tercengang saat
"Berita apa yang ingin kau sampaikan tadi, Yas?" tanya edzhar setelah sampai di Apartmentnya sambil melepas dan melempar asal jasnya. Tapi Edzhar yakin, apapun yang ingin disampaikan Yas, pasti sama dengan apa yang menjadi kecurigaan Edzhar saat ini. "Saya sudah berhasil mendapatkan track record dari nomor ponsel Nona Tita yang lama, Tuan. Dan banyak pesan singkat untuk Marcus, dengan kata-kata vul9ar. Yang berarti Nona Tita telah menyelingkuhi anda," jawab Yas. Ya, Edzhar memang sudah menduganya, itu makanya ia tidak terlihat kaget lagi dengan berita yang asisten pribadinya itu sampaikan. Atau memang selama ini tanpa sadar ia percaya dengan apa yang pernah diceritakan Halwa tentang perselingkuhan Tita itu? Hanya saja logikanya yang selalu ia kedepankan. Logika yang telah menyesatkan dan menghancurkan pernikahannya dengan wanita yang paling ia cintai itu. Edzhar menghempaskan dirinya di atas sofa panjanga, la
"Karena aku cemburu padanya, Ed! Dia selalu mendapatkan apa yang dia mau! Bahkan termasuk mendapatkanmu!""Hanya karena itu kau berniat jahat padanya?" tanya Edzhar lagi."Halwa telah merebut pria yang aku cintai!" jawab Tita sebelum tangisnya kembali pecah."Lebih baik kau simpan saja air matamu itu, Ta! Aku tidak akan tersentuh dengan air matamu itu! Dan kau tidak mencintaiku, tapi Marcus! Kau telah selingkuh dengannya!""Memangnya kenapa kalau aku selingkuh dengannya? Toh aku hanya jalan saja tanpa melakukan apapun! Kau tahu sendiri siapa yang telah mengambil mahkotaku! Dan jangan sok suci, kaupun selingkuh dengan Halwa, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau kalian berc1uman di pertunjukan laser show!""Kami tidak c1uman, sialan!" geram Edzhar."Mana aku tahu selanjutnya kalian kemana lagi! Aku sudah terlanjur kecewa dengan kalian! Jadi aku langsung pergi saat itu juga."Edzhar nampak menyipitkan kedua matany
"Tuan, bangun Tuan!" seru Yas sambil mengguncang bahu Edzhar yang tertidur di sofa panjangnya."Hmmm, ada apa Yas? Apa wanita sialan itu sudah pergi?" tanya Edzhar setengah mengantuk."Belum, Tuan. Tapi di bawah ada pihak berwajib, mereka meminta izin Tuan untuk menangkap Nona Tita." jawab Yas, membuat rasa kantuk Edzhar seketika menghilang."Atas dasar apa?" tanyanya lagi sambil melesat berdiri."Maaf, seharusnya saya memberitahu anda terlebih dahulu sebelum menyampaikan laporan ini pada Anne anda. Saya hanya tidak menyangka kalau Anne anda akan langsung memanggil pihak berwajib.""Katakan saja intinya, Yas. Tuduhan apa yang telah dijatuhkan pada wanita itu? Dan kenapa Anne yang melaporkannya ke pihak berwajib?""Biar pihak berwajib saja yang akan menerangkannya pada anda nanti, Tuan. Saya takut, jika anda tidak muncul juga di bawah, Anne anda akan bersikap kalap pada Nona Tita.""Kenapa rumah ini tidak pernah tenang?"
Hari-hari berikutnya Edzhar lewati dengan menyibukkan dirinya di kantor. Ia terus bekerja seolah-olah akan mati kelaparan esok harinya kalau ia tidak melakukan itu.Semua semata-mata hanya sebagai pelarian dirinya saja dari masalah hidupnya, juga rasa bersalahnya pada Halwa yang terus saja datang menghantuinya. Dan di atas semua itu, ucapan Halwa yang selalu terngiang di telinganya itulah yang membuatnya semakin terjatuh ke lubang penyesalan yang terdalam.'Seandainya ada reinkarnasi di dunia ini, aku hanya berharap aku tidak akan pernah bertemu denganmu lagi. Beribu kali siklus kehidupan pun berulang, aku akan tetap memanjatkan permohonan yang sama, semoga aku tidak bertemu kamu lagi!"Kata-kata itulah yang selalu terngiang di telinganya, tiap kali Edzhar sedang sendiri seperti saat ini.Edzhar meletakkan penanya, lalu bersandar pada kursi kebesarannya sambil menekan pelipisnya dengan jari telunjuk dan juga ibu jarinya,"Ya, kamu memang
"Kontraksiku sudah mulai sering, sebentar lagi anak ini akan segera lahir. Cepat suruh orangmu itu ke rumah Edzhar sekarang!" seru Tita pada Marcus.Itulah rencana mereka saat Tita akan melahirkan, mereka akan membuat Edzhar percaya kalau anak yang tengah dikandung Halwa bukanlah anaknya, melainkan anak dari sipir penjara. Marcus bahkan sudah membayar seseorang untuk mengedit foto Halwa dan juga sipir penjara itu, sebagai bukti kuat kalau pria itu benar ayah biologis dari sikembar.Saat Halwa keluar dari rumah Edzhar, Marcus dan anak buahnya akan memukuli Halwa hingga cukup sabagai alasan segera dilakukannya operasi caesar untuk mengeluarkan anak-anaknya, yang akan Tita ambil salah satunya.Rencana yang sudah tersusun rapi melalui pesan singkat Tita dan Marcus."Tenang saja, kami sedang dalam perjalanan ke rumah itu," sahut Marcus."Ingat, setelah kamu menukar bayi kita dengan putri Halwa, segera singkirkan wanita itu dan putran
Sesampainya di rumah, Edzhar langsung bergegas ke kamar Vanessa, yang untungnya putrinya itu belum tidur dan tengah bermain breast dengan suster Mia dan juga Anne Neya, hingga Edzhar langsung memeluk dan menggendongnya. "Tinggalkan kami, Mia!" seru Anne Neya pada suster Mia yang langsung mengangguk dan keluar dari kamar Vanessa. Anne Neya tahu, putranya itu pasti butuh waktu berdua saja dengan Vanessa. Sambil tersenyum lembut melihat ayah dan anak itu, anne Neya balik badan tapi Edzhar mencegahnya, "Tetaplah di sini, Anne," pinta Edzhar dengan suara parau dan berba;lik ke arah Annenya itu. "Dugaanmu benar, Anne. Vanes adalah putriku dengan Halwa," desahnya bersamaan dengan bulir air mata yang mengalir keluar dari kedua matanya. "Benarkah?" tanya anne Neya sambil menangkup mulutnya dengan kedua tangannya. "Ya!" jawab Edzhar sambil menc1umi wajah putinya itu. Anne Neya menghampiri
Edzhar menahan pintu kamar tempat Vanessa tertidur, dengan plester kompres demam yang menempel pada keningnya. Dengan langkah pelan dan kedua mata yang sudah dibanjiri air matanya itu, Halwa mendekati putrinya yang entah kenapa terlihat rapuh itu,"Vanessa ... " gumamnya lirih.Halwa nangis sesengukan sambil berlutut di samping tempat tidur Vanessa, tangannya yang gemetar meraih tangan mungil putrinya itu, yang terlihat jauh lebih kecil dari tangan putranya, Edson."Vanessa, putriku ... " desahnya sambil menciumi punggung tangan putrinya itu yang masih terasa hangat.Ia menempelkannya di pipinya, merasakan hawa panas yang mengalir dari telapak tangan Vanessa ke pipinya. Sementara tangan lainnya membelai lembut rambut putrinya itu.Tadi di sepanjang jalan Halwa sudah menyiapkan dirinya untuk tidak nangis, untuk terus terlihat kuat saat bertemu dengan putrinya nanti. Karena seorang anak bisa merasakan juga kesedihan ibunya, terutama anak ba
"Membicarakan apa? Menjelaskan apa?" tanya Halwa bingung."Vanessamu dan Edzhar masih hidup, Ay ... "Halwa mengerutkan keningny, ia merasa sangat bingung, luar biasa bingung. Ia menatap penuh mata tunangannya itu,"Vic, jangan becanda ini tidak lucu!" keluhnya.Meski bibirnya mengeluarkan keluhan itu, jantungnya mulai berdebar dengan sangat cepat selama ia menunggu balasan dari tunangannya itu."Apa aku terlihat tengah becanda, Ay? Apa aku pernah becanda jika menyangkut orang yang aku kasihi? Yang kamu sayangi?" tanya Victor dengan nada lembut, tidak sedikitpun ia marah dengan kecurigaan Halwa padanya.Halwa menggelengkan kepalanya, ia munduru beberapa langkah ke belakangnya,"Itu tidak mungkin ... Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri vanessaku itu sudah tidak bernapas, Vic!" sangkalnya, ia menangkup mulutnya dengan kedua mata yang membola,"Itu tidak mungkin ... " lanjutnya, air mata mulai membasahi kedua
"Poppa ... Aku punya dedek!" pekiknya dengan riang dan Victor mengangguk, ia pun menghapus air mata di sudut matanya. Ia dan juga sahabatnya yang lain, sama terharunya saat melihat pertemuan ayah dan anak itu yang mengharu biru. Edson kembali ,mengalihkan perhatiannya ke Edzhar, "Jadi kapan aku bisa ketemu sama dedek Vanessa?" tanyanya dengan nada tidak sabar. "Secepatnya ... " jawab Edzhar. Ia tidak bisa menjanjikan kapannya, karena ia juga belum tahu Halwa bersedia bertemu dengannya atau tidak. Tapi seandainya pun Halwa tidak mau bertemu dengannya, ia akan tetap mempertemukan Edson dengan saudarinya, meski putranya itu tidak mengetahui kalau Vanessa adalah adik kandungnya. Edzhar mengangkat dan menggendong Edson, lalu beralih menatap Victor, "Apa Halwa bersedia bicara denganku?" tanyanya. "Satu-satu, Ed. Membawa Edson padamu saja sudah membuatku d
Edson baru akan menghampiri Victor ketika Halwa menggendongnya, dan tanpa repot basa-basi lagi, ia langsung membawa putranya itu kembali masuk ke dalam Villa. "Aku akan bicara dengan Aira sebentar!" seru Victor lalu berdiri dan segera menyusul tunangannya itu. "Ay, tunggu Ay!" Halwa menghentikan langkahnya, ia memberikan tatapan dongkolnya pada Victor, "Kenapa pria itu masih berada di sini? Kenapa kamu bersikap baik padanya?" cecarnya. "Kalian di sini rupanya? Tamu-tamu sudah mencari kalian, ayo ke belakang lagi!" seru mama sambil menarik lengan Halwa. "Poppa ... " rengek Edson mengangkat kedua tangannya minta digendong Victor. "Berikan Edson padaku, kamu temani tamu-tamu saja terlebih dahulu yaa," bujuk Victor. "Sebentar, Ma. Ada yang ingin aku bicarakan pada Victor dulu," ujar Halwa sambil melepaskan lengannya dari genggaman mamanya itu. "Tapi tamu-tamu ... "
"Jadi insiden kapal pesiar itu sengaja direncanakan Tita untuk menjebak Aira?" tanya Victor setelah Edzhar selesai menceritakan semuanya.Tragedi itulah awal dari penderitaan Halwa. Ia lolos dari perangkap jahat Tita, tapi malah jatuh ke dalam jerat Edzhar. Victor yakin betul, saat mengetahui semua kebenaran itu, pasti Edzhar tersiksa oleh rasa bersalahnya.Bagaimana tidak? pria itu dengan kejam telah melakukan hal buruk pada Halwa, membuat Halwa tersiksa lahir dan batin, menjadikan dua bulan hidup wanita itu laksana berada di dalam neraka."Ya ... Kalian pasti menertawakan kebodohanku, ya kan? Tertawa dan hina saja aku, kalian tidak salah, aku memang terlalu mudah dibodohi wanita itu," desah Edzhar sambil menatap sendu satu-persatu sahabatnya itu."Tidak ada satupun dari kami yang akan menertawakanmu, Ed. Di banding orang lain, kami yang paling tahu betapa pandai dan cakapnya kau dalam hal apapun, ya kecuali dalam hal asmara. Kau pintar dengan se
"Halwa ... " panggil seseorang dari arah belakangnya, membuat langkah Halwa terhenti.Aroma yang pernah sangat Halwa kenali dulu menyeruak masuk memenuhi indra penciumannya, membuat Halwa seolah-olah Tersihir hingga punggungnya seketika itu juga membeku."Aku sangat merindukanmu," ujar Edzhar setelah sampai di samping Halwa."Edzhar ... " desah Halwa. Ia menatap penuh wajah yang tidak pernah ia lihat lagi selama tiga tahun ini, lalu hatinya kembali merasa sakit, hingga Halwa bergegas meninggalkannya.Halwa berpikir setelah bertahun-tahun terlewati, ia akan bisa menatap Edzhar tanpa merasakan kesakitannya yang dulu, dan menganggap pria itu layaknya sahabat Victor yang lainnya.Tapi ternyata ia salah ... Cukup melihat wajah itu satu kali, dan luka di hatinya langsung kembali terbuka lebar. Pria itu adalah sumber dari segala kesakitannya."Halwa tunggu!" cegah Edzhar sambil menahan lengannya."Lepas, Ed!" teriak Halwa samb
Pagi itu seperti biasa, selesai sarapan pagi Edzhar mengajak Vanessa main di halaman belakang. Membiarkan putrinya itu berlarian kesana-kemari mengejar kupu-kupu, sambil terus mengawasinya. Tidak lama kemudia terdengar notif pesan singkat di ponselnya, kedua matanya membulat saat membaca pesan singkat itu. 'Besok pagi Halwa dan Victor akan bertunangan di Paris. Tepatnya di X Villa!' Edzhar segera menghubungi nomor asing itu, tapi tidak tersambung, sepertinya siapapun yang memberi informasi ini menggunakan nomor sekali pakai untuk menghubunginya. "Yas!" teriak Edzhar, lalu menatap suster Mia, "Kamu, jaga Vanessa sebentar!" serunya dan suster Mia mengangguk. "Ya, Tuan?" "Majukan jadwal ke Parisnya hari ini! Halwa dan Victor akan bertunangan besok!" perintahnya. "Bertunangan? Anda kata siapa, Tuan?" tanya Yas. Alih-alih menjawab, Yas malah menyerahkan p
Hari kedua mereka di Paris, Victor mengajak Halwa dan juga Edson ke Penthouse orang tuanya, yang terletak di kawasan The Champs-Elysees, yang juga dikenal sebagai The Most Beautiful Avenue of the World, jalan paling indah sedunia. Kawasan tempat kalangan jetset juga selebrity ternama dan kaum sosialita menghamburkan uang mereka di sana, dengan berbagai macam barang dari brand ternama yang berada di sepanjang jalan itu. Edson nampak tertidur di pundak Victor saat mereka memasuki Apartment dan menuju lift pribadi yang akan membawa mereka ke lantai teratas Apartment ini, dimana Penthouse orang tua Victor berada. "Aku gugup, Vic!" aku Halwa, tangannya yang sudah mulai keluar keringat dingin, saling bertautan dengan telapak tangan Victor. "Sstt, santai saja. Seperti yang sudah pernah aku bilang padamu, mereka tidak akan mencampuri urusan pribadiku. Lagipula siapa yang akan menolak mendapatkan wanita secantik dan secerdas dirimu
Halwa menatap nanar Edson yang tengah jongkok di depan makam saudari kembarnya, Vanessa. Jemari mungil anak itu menyentuh batu nisan bertuliskan nama saudarinya itu.Ia sengaja mengajak Edson ke makam Vanessa hari ini, karena besok mereka akan berangkat ke Paris, acara lamaran akan dilangsungkan di sana, karena kedua orang tua Victor sedang berada di sana."Kenapa dedek meninggal?" tanya Edson.Sebenarnya itu pertanyaan yang selalu diulang Edson tiap kali Halwa mengajaknya ke makam Vanessa. Meski begitu Halwa tetap menjawabnya.Halwa ikut jongkok di samping Edson, lengannya merangkul bahu kecil putranya itu,"Amma melahirkan kalian secara prematur, dan dedek Vanes tidak bisa bertahan lama," jawabnya dengan suara parau.Halwa seolah-olah kembali ke saat paling menyakitkan di dalam hidupnya itu, saat melihat tubuh mung1l putrinya yang sudah tidak bernyawa, belum lagi suara tangisannya yang hingga kini masih terus hadir di dalam mim