Home / Romansa / Setelah Perceraian / Bab. 6 Bahagia Bertiga.

Share

Bab. 6 Bahagia Bertiga.

Author: Novica Ayu
last update Last Updated: 2021-05-26 20:12:47

Deru mobil berhenti pada sebuah rumah kecil. Dengan atap genteng berwarna merah terbuat dari tanah. Dindingnya masih berupa susunan bata dan semen yang belum dicat, tak mengurangi rasa syukur kami pada Tuhan. Pintunya telah terbuka, mungkin Simbok atau Lilik telah berada di dalam.

Rumah Kecil dan sederhana, namun di dalamnya terdapat sejuta rasa bahagia. Saat pasangan lain banyak yang menanti hadirnya buah hati, atau masih menumpang pada orangtuanya. Aku telah memiliki semua itu. Rasa syukur membuat kita selalu merasa cukup.

"Akhirnya kita sampai, kita pulang, nak," bisikku lirih pada Anton yang tertidur dalam gendongan, ia hanya menggeliat. 

Mas Harto membuka pintu mobil, ia mengambil Anton dari dalam gendonganku. Menuntunku turun perlahan dari mobil. Saat kakiku telah menginjak tanah dan siap menggendong Anton, diberikannya bayi kecil itu dalam rengkuhanku lagi. 

"Eh, sudah datang …," Simbok berseru dan melangkah dari pintu. 

"Cah Ganteng ... cucunya Mbok udah pulang, sini-sini," Simbok berkata, sambil berjalan mendekat. Tak sabar melihat dan menggendong cucu laki-lakinya. Aku tersenyum melihat tingkah Simbok, saat menjenguk di rumah sakit ia hanya menatap iba pada bayiku. Belum berani menggendongnya.

Mas Harto mengambil beberapa barang bawaan kami lalu menaruhnya di teras. Kemudian berbalik dan melakukan pembayaran pada supir. 

"Terimakasih ... besok-besok kalo butuh mobil lagi, cari saya saja Pak." Pak supir yang merupakan tetangga itu, berterimakasih dan meminta izin pulang. Ada keperluan lain katanya.

"Siap, Pak!" jawab suamiku.

Kami melangkah ke dalam rumah, tak sabar untuk membaringkan badan di kasur empuk sendiri. Setelah semalaman terjaga menunggui Si Bayi kecil di rumah sakit.

Pada siang dan sore harinya beberapa tetangga berdatangan, menjengukku dan jagoan kami. Sebuah tradisi di kampung kecil ini, bila ada tetangga yang punya hajat, sakit, baru melahirkan atau membutuhkan pertolongan, kami akan bergantian datang untuk membantu.

Mbok Nah, dan Lilik yang sedari pagi sudah sibuk, membersihkan rumah dan memasak beberapa menu untukku telah pamit pulang. Selepas isya' kami masuk kamar, lelah seharian menemui beberapa tetangga sekitar juga teman yang datang menjenguk.

Kuelus pipi halus itu, perpaduan wajah Mas Harto dan wajahku tergambar pada raut Anton kecil. Senyumku merekah, teringat perjuangan ketika melahirkan dan masa-masa kehamilan. Semua rasa lelah itu terbayar, ketika melihat jagoanku lahir.

Mas Harto mendengkur halus, ia tertidur. Kelelahan seharian mengurus banyak hal untuk kami. Tak sengaja mataku menangkap pantulan bayangan kami dalam cermin. Senyumku kembali merekah, ada aku, Anton kecil juga suamiku. Andaikan pantulan bayangan itu bisa abadi, atau tercetak dalam kertas.

Akan kubingkai, kugantung di langit tinggi. Semoga harapan dan doa melambung hingga rumah Tuhan.

πŸ’žπŸ’žπŸ’ž

Masa cuti hamilku telah selesai, tiga bulan terhitung sejak kehamilan akhir hingga Anton berusia dua bulan lebih. Kini aku sudah kembali bekerja lagi. Pada pagi hari, Anton dirumah bersama Bapaknya. Saat Mas Harto akan bekerja, ia akan mengantar jagoan kami untuk diasuh Mbok Nah.

Terpaksa, aku memberikan susu formula agar Anton terpenuhi gizinya. Sejak kembali bekerja, aku tak bisa memberi asi eksklusif pada bayiku. Sekitar pukul tiga atau empat pagi aku sudah bangun, memasak nasi dan mencuci piring. Lalu bersiap menunggu angkutan di tepi jalan raya yang akan membawaku ke pabrik. Pukul tiga atau empat sore aku sudah tiba di rumah, jika lembur selepas magrib aku baru sampai rumah kembali.

Pada awal kembali bekerja, payudaraku sempat membengkak. Asi di dalamnya, berlimpah dan tak tersalurkan. Jangan tanya bagaimana aku menahan rasa sakit itu. Sedih, ketika teringat bayiku yang seharusnya masih minum Asi.

"Ning, bajumu basah itu lo!" bisik Mbak Juminah yang duduk di sebelahku.

"Aduh, Mbak! asiku netes terus ini," lirihku. Terlalu berkonsentrasi bekerja, aku tak menyadari seragam di sekitar payudaraku basah.

"Sumpal sapu tangan, Ning!" perintah Mbak Juminah saat itu. Tangannya menyodorkan sapu tangan miliknya di bawah meja.

Kuambil sapu tangan itu, kumassukkan dalam saku rok. Segera aku meminta ijin pergi ke kamar mandi pada Mandor bagianku. 

Di dalam kamar mandi, kuperas sebentar bagian baju yang basah. Warna kekuningan masih tersisa di bajuku, sapu tangan kusumpal di atas puting susu. Semoga sapu tangan ini mampu menahan deras asi yang keluar.

Saat pulang bekerja tak lupa aku membeli sayuran, dan beberapa makanan untuk oleh-oleh Simbok yang sudah menjaga Anton. Mungkin tak seberapa dibandingkan pengorbanannya untuk merawat anakku. Tapi apa mau dikata, gaji harianku belum cukup untuk dibagi.

"Assalamualaikum, mbok … mbok …." Aku mengucap salam sambil melangkah masuk ke rumah Simbok sore itu. Kuletakkan sayur, dan beberapa roti goreng di meja dapur.

"Wa-alaikum salam. Di kamar, sini Ning!" Simbok menjawab salamku, suaranya berasal dari dalam kamar.

Perlahan aku berjalan menuju kamar Simbok, ada rasa rindu tertahan setelah seharian bekerja tak bertemu bayi kecilku. Dua sudut di bibir terangkat naik, ketika menjumpai dua orang yang sangat kusayang di dalam kamar.

"Gantengnya anak ibu, sudah mandi, sudah wangi. Sini-sini sayangku …." 

Rasa lelah seharian bekerja sirna. Saat kujumpai Anton yang sedang bermain dengan Simbok di kamar. Nampaknya baru saja dimandikan. Saat kugendong masih terlihat bedak bayi memenuhi wajah, wangi minyak kayu putih bercampur minyak telon tercium hidung.

"Anton habis banyak susune, tinggal segitu di plastik!" Sambil menunjuk plastik susu dalam kotaknya Simbok berkata.

"Iya, besok tak beli sekotak lagi!" jawabku, sambil menimang Anton dalam gendongan, kucium dia beberapa kali.

"Pulang dulu ya, Mbok!" pamitku kemudian. Sambil berjalan menuju rumahku yang terletak di kebun belakang menghadap sawah.

Simbok telah membagi kebun belakang untuk rumah anak-anaknya. Sehingga walaupun kami telah berumah tangga hubungan dan jarak tetap saling dekat satu sama lain. Kami enam bersaudara, tiga laki-laki dan tiga orang perempuan.

πŸ’žπŸ’žπŸ’ž

Uang yang didapat Mas Harto dari bekerja di proyek, sebagian diserahkan padaku. Sebagian lagi digunakan untuk membeli kebutuhan renovasi rumah. Sedikit demi sedikit kami memperbaiki rumah, menjadi lebih layak dan bagus.

"Dek, ini uang buat kamu. Gajian minggu ini uangnya sebagian buat beli semen sekarung sama pasir ya?" Mas Harto  memberi beberapa sisa lembaran berwarna biru.

"Iya Mas," jawabku sambil tersenyum. Bagiku tak masalah berapapun uang yang sanggup dia beri. Selama aku masih kuat bekerja, akan kubantu dia mencukupi kebutuhan rumah.

Untungnya, kami tidak perlu menambah banyak biaya untuk menyewa tukang membangun rumah ini. Mas Harto dan mertuaku cekatan dalam urusan membangun rumah. Mertuaku ikut membantu pembangunan rumah ini dulu.

Perlahan dinding rumah yang sebelumnya masih berupa bata merah dan semen. Kini telah diplester, beberapa hari ke depan jika semen sudah mengering suamiku akan melanjutkan untuk mem-plamir.

Pelan tapi pasti, kebahagiaan kami mulai tersusun nyata. Sebuah rumah sederhana, dan canda tawa mengisi tiap harinya.

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah PerceraianΒ Β Β 33. Melarikan Diri.

    πŸ’”πŸ’”πŸ’” Harto ingin bertemu dengan Siti Kalyra, wanita yang beberapa bulan ini dekat dan selalu dalam pikirannya. Seakan-akan sosok wanita itu di depan mata, tersenyum dan memanggil-manggil Harto. Kuda besi tunggangan Harto berjalan perlahan menuju rumah Kalyra. Di sebuah warung kecil tepi area persawahan, ia melihat beberapa temannya sedang duduk mengobrol. Lama tak bersua dengan teman-temannya ia membelokkan stang motor. "Hei, guk!" Setengah berteriak seorang laki-laki yang sedang duduk di depan warung mengangkat tangannya menyapa. Saat motor telah terparkir sempurna, Harto segera berjalan menuju mereka, menyalami. "Kemana aj

  • Setelah PerceraianΒ Β Β Bab. 32 Siti Kalyra.

    πŸ’”πŸ’”πŸ’”Tut … tut … tut!Terdengar benda pipih yang ditempelkan di telinganya terputus dari sambungan telepon. Dilemparkannya benda pipih itu di atas kasur.[Gimana, Mas? Akta rumahnya ketemu?] Tulis Kalyra pada layar pesan itu.Tak berapa lama gawai Kalyra kembali berbunyi.[Belum.] Setelah membaca satu kata yang tertulis wajah Kalyra terlihat memerah. Menahan amarah."Dasar, lelaki bodoh!" umpatnya."Masak suruh cari barang-barang berharga saja tidak bisa. Bisa rugi aku kalau tidak mendapatkan apa-apa darinya."

  • Setelah PerceraianΒ Β Β Bab 31. Mencari Yang Tersisa.

    πŸ’”πŸ’”πŸ’”"Bapak akan tinggal di rumah ini sementara waktu, kasihan kalau rumah ini dibiarkan kosong tak berpenghuni," jawab Harto. Senyumnya mengembang, terlihat senang.Entah sebenarnya apa dan bagaimana isi hati juga otak dari Harto. Setelah tertangkap basah berduaan dengan seorang perempuan hingga dibawa ke balai desa, ia juga berbuat onar beberapa kali pada tengah malam, mengamuk dan mengancam Hening hingga ketakutan, hingga akhirnya Hening sakit-sakitan.Surat cerai telah turun beberapa bulan sebelum Hening mengembuskan napas terakhir. Surat itu telah memutus hubungan antara Hening dan Harto, ia sudah tak berhak atas rumah itu. Seharus

  • Setelah PerceraianΒ Β Β Bab 30. Kalung Hening.

    πŸ’”πŸ’”πŸ’”"Pak, anterin Ibuk beli mas-masan di pasar," pinta Hening beberapa hari setelah menerima uang pensiun dari pabrik tempatnya bekerja."Disimpan di Bank aja, Buk!" usul Harto ketika itu.Mata Harto menatap tajam istrinya.Melihat suaminya tidak menyetujui pemikirannya, Hening mengurungkan niatnya pergi ke pasar untuk membeli perhiasan.Hening yang sudah mandi dan bersiap mengambil bedak di meja rias, terdiam mendengar kata-kata tegas suaminya yang seperti memberi perintah. Terlihat tidak setuju jika akan membeli perhiasan.Ditaruhnya kembali benda bulat dengan kaca itu, tak jadi disapukan beda

  • Setelah PerceraianΒ Β Β Bab 29. Topeng Itu.

    πŸ’”πŸ’”πŸ’”Takdir adalah misteri, ketetapan Tuhan yang harus dijalani tanpa kita tahu pasti kapan akan pergi atau kembali.Pada akhirnya semua manusia akan kembali. Mengakhiri perjalanannya di dunia ini. Siap atau tidak, bersedia atau menolak. Semua akan terjadi bila masanya.Napas Hening telah berhenti, sore tadi ia telah dikebumikan. Bunga berwarna-warni bertaburan di atas gundukan tanah merah itu. Sesuatu yang berbeda, ada setangkai mawar merah tergeletak di antara bunga setaman itu.Aini memetiknya ketika berjalan menuju pekuburan tadi. Tering

  • Setelah PerceraianΒ Β Β Bab 28. Tentang Kepergian.

    πŸ’”πŸ’”πŸ’”Aini mematikan panggilan, menaruh gawai pada saku celananya. Ia mendekat pada Nur Laila, mengelus-elus pundak sepupunya yang terlihat bergetar hebat.Kehilangan selalu menyakitkan terlepas siap ataupun tidak. Kematian tetap menjadi sesuatu yang menakutkan bagi setiap orang.Dua orang perempuan berbaju putih itu maju, melaksanakan prosesi pembersihan pada tubuh Hening yang mulai dingin.Anton, Nur Laila, dan Aini menepi memberi kesempatan pada mereka untuk melaksanakan tugas."Benar kata Kakaknya Ahmad jika Ibuk, kuat dan mampu bertahan melewati hari ini ia akan sembuh, namun jika tidak siang selepas duhur, sebelum asar Ibuk, akan

  • Setelah PerceraianΒ Β Β Bab 27. Batas Waktu.

    πŸ’”πŸ’”πŸ’”Hidup itu terlalu singkat, untuk digunakan membenci. Jangan menghabiskan energi dengan membenci orang-orang yang telah menyakiti, karena kita diturunkan dari langit sana, sekedar turun minum. Saat dahaga hilang, kita akan terbang melayang kembali pulang. Sesaat yang terasa lama.Setiap manusia hanya menunggu giliran untuk kembali, boleh jadi sekarang giliran mereka, besok bisa jadi giliran Hening dan lusa adalah giliranmu. Setidaknya lebih baik pergi lebih dulu. Agar tak perlu menangisi orang yang belum tentu kehilanganmu.Hening ingin segera pergi, raganya sudah tak kuat menanggung rasa sakit, berkali ia menyebut nama Tuhan, lalu

  • Setelah PerceraianΒ Β Β Bab 26. Semakin Sakit.

    πŸ’”πŸ’”πŸ’”Sayup-sayup suara sirine mobil, telah berhenti. Tak berapa lama Suara pintu mobil dibuka, lalu ranjangku diturunkan dari dalam mobil.Aku hanya terbaring lemas menahan rasa sakit di sekitar panggul. Lemah dan tak berdaya hanya pasrah menurut kemana ranjang dibawa.Ranjang bergerak dengan cepat menyusuri koridor rumah sakit, nyata atau hanya ilusi kulihat Mas Harto tetap menggenggam jemariku mengikuti arah kemana ranjang menggelinding.Seperti adegan-adegan drama di salah satu stasiun televisi yang sering kutonton. Dimana pemeran protogo

  • Setelah PerceraianΒ Β Β Bab 25. Surat Rujukan.

    πŸ’”πŸ’”πŸ’”"A-air …," desisku. Betapa aku sangat merasa kehausan. Kerongkongan terasa kering. Entah kapan terakhir kali aku minum.Lilik yang tanggap langsung mengambilkan segelas air putih di atas nakas, kemudian menyangga kepalaku agar bisa minum.Pelan kunikmati air putih itu, seteguk dua teguk, tak terasa air dalam gelas tandas kuminum."Ini, dimana?" gumamku."Ini klinik Dokter Bobby mbak," jawab Lilik menjelaskan.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status