Home / Romansa / Setelah Perceraian / Bab. 7 Rezeki Tak Terduga.

Share

Bab. 7 Rezeki Tak Terduga.

Author: Novica Ayu
last update Last Updated: 2021-05-26 20:17:21

Malam sunyi ditemani indah cahaya rembulan, kami tenggelam dalam lautan gelora asmara. Dua jiwa merengkuh kenikmatan surga di peraduan cinta. Berlabuh mengarungi asmaraloka dengan bahtera birahi.

"Dek, bangun nanti terlambat!" Sentuhan hangat di pipi perlahan-lahan menarikku ke dunia nyata. Sayup kudengar suara lelaki memanggil namaku.

"Ning, bangun ning!"

Kukerjap-kerjapkan mata beberapa kali lalu memicingkan mata pada jarum jam di dinding. Hampir subuh ternyata, tubuhku masih enggan bangkit dari kasur empuk, bangkit dari mimpi indah tepatnya. Pergumulan panas kami semalam terbawa sampai alam mimpi.

Sejak ada Anton, kami jarang melakukan hubungan badan. Terlebih dia suka rewel pada malam hari. Semalam tidurnya sangat pulas. Tidak menangis saat haus ataupun buang air kecil. Sehingga kami punya sedikit waktu untuk melepas rindu.

"Ning, males kerja, Mas!"

Aku masih menggeliat di balik selimut. Ada rasa lelah dan bosan hampir tiap hari bekerja. Kurengkuh bayi kami mendekat dalam pelukan, matanya terpejam ia tertidur pulas. 

"Apa mau kuantar?" Mas harto menawarkan akan mengantar berangkat kerja.

"Ndak usah, Mas. Ning naik angkutan saja. Kasian Anton kalau ditinggal, Simbok juga repot kalau sepagi ini harus ngurus dia," jawabku sambil memberikan beberapa alasan, agar suamiku tak perlu mengantar.

Aku berpaling menatap wajah bayiku yang sudah semakin besar. Memindai wajahnya yang pulas tertidur, lalu mengelus-elus rambutnya yang sedikit ikal.

"Ibuk, pengen nemenin Anton tapi ibuk harus kerja buat masa depan kamu, kita semua nak," bisikku di telinga Anton yang masih tertidur pulas. Kukecup pipinya yang halus. Kusibakkan selimut, berdiri lalu menuju kamar mandi.

Usia Anton kini menginjak satu tahun, ia mulai belajar berjalan, berpegangan pada kursi atau lemari lalu melangkah beberapa kali. Walaupun terjatuh dan menangis, dia selalu mencoba berdiri lagi.

Simbok yang mulai renta kadang kewalahan menjaganya. Ia merangkak kesana kemari tak mau diam.

"Anton, ndak bisa diam sekarang, Ning. Kalau minta titah gak diturutin nangis dia," adu Simbok padaku suatu sore saat pulang dari pabrik.

"Namanya juga anak laki-laki, Mbok! pasti gak bisa diem," jawabku ketika itu.

💞💞💞

[Mas, tolong jemput Ning sekarang di depan pabrik.] 

Kuketik pesan singkat pada layar gawai lalu kukirim pada nomor di selembar kertas.

"Makasih ya, Mbak, sudah boleh pinjam telepone genggamnya," ucapku pada Mbak Juminah, seorang rekan kerja yang berbaik hati meminjamkan gawainya. Tempat duduk kami bersebelahan saat bekerja.

Bukan aku tak sanggup membeli gadget sendiri, namun jemariku tak pandai mengoperasikan benda pipih itu. Pernah suatu hari Mas Harto mengajari cara mengetik pesan singkat. Beberapa kali mencoba aku tetap lupa caranya.

Beruntung Mbak Juminah berbaik hati meminjamkan gawainya, aku hanya tinggal mengetik pesan dan memasukkan  nomor Mas Harto.

Deretan angka yang kucatat pada selembar kertas, kusisipkan dalam dompet dan selalu kubawa untuk berjaga-jaga jika ada hal penting.

Benda pipih di saku Mbak Juminah berbunyi. Ia merogoh saku dan mengambilnya. Ditekan-tekan beberapa kali, lalu ditatapnya layar gawai. Mungkin ada pesan masuk, balasan dari suamiku.

"Dibales Ok, sama suamimu. Sudah sana pulang, maaf gak bisa antar sampai depan," ucapnya.

"Iya, gak apa-apa, Mbak. Makasih, ya?" 

Aku mengucapkan terimakasih sekaligus berpamitan padanya. Hari ini badanku terasa lemas, kepala juga pusing. Setelah jam istirahat aku meminta izin dari mandor bagian untuk pulang lebih awal.

Berjalan perlahan menuju pintu gerbang, kutahan rasa pusing di kepala. Tekanan darahku mungkin turun lagi. Sesampainya di pintu gerbang kutengok ke kanan dan kiri, tak nampak sosok yang sedang kutunggu.

Kuputuskan duduk di pinggir trotoar sambil menunggu. Setengah jam kemudian Mas Harto datang, aku melambaikan tangan dan berdiri, ia membunyikan klakson, dan mengarahkan motor menuju tempatku.

"Kenapa pulang awal?" tanyanya.

"Kepala Ning, pusing, badan lemes rasanya," jawabku lalu naik di boncengan motor.

"Mau periksa ke dokter sekalian?" tanyanya lagi, menawarkan untuk mengantar ke dokter langganan.

"Boleh, kalau Mas gak keberatan." Kueratkan pegangan pada pinggangnya. 

💞💞💞

Sesampainya di dokter langganan, kusampaikan keluhan penyakit yang kurasa. Ia mengambil alat untuk mengecek tekanan darah. Melilitkannya di atas lengan siku kananku. Beberapa kali ia terus memompa udara, hingga lilitan di lengan menjadi sangat erat.

"Tekanan darahnya normal, Bu," jelas Bu Dokter Ida senyumnya selalu tersungging saat memeriksa.

"Kapan terakhir Ibu menstruasi?" tanyanya kemudian.

"Ta-tanggal menstruasi?" ucapku terbata kembali mengulangi pertanyaan Dokter cantik itu.


Sial, aku lupa kapan terakhir kali aku kedatangan tamu. 

Setiap hari sibuk bekerja, membuatku lupa mengingat kapan terakhir kali aku menstruasi. Seingatku, sekitar tiga bulan lalu ketika membeli pil KB disini, itu adalah seminggu setelah aku selesai datang bulan.

Segera kubuka tas, memasukkan tangan ke dalamnya. Kubuka resleting, lalu merogoh ke dalamnya.

"Astaghfirulloh …," lirih kuberucap.

Mataku menatap pil KB berbentuk tablet dengan tiga puluh lima butir pil itu nyaris utuh. Baru beberapa butir yang kosong dari tempatnya.

"Coba kita tes urine, ya, Bu." Ia menyodorkan wadah kecil berwarna putih berbentuk bulat dari plastik.

"Silahkan Ibu, buang air kecil lalu tampung sedikit airnya dalam wadah ini." Dokter Ida, menunjukkan letak kamar mandi. Aku bergegas menuju ruangan kecil di ujung koridor tempat praktek ini.

Aku melewati Mas Harto, yang duduk menunggu di depan ruang periksa. Saat ia melihatku keluar ruangan, berjalan menuju ruangan kecil di ujung koridor. Keningnya berkerut, seakan-akan bertanya apa yang sedang kulakukan.

Selesai melakukan yang diarahkan Dokter Ida, segera aku kembali menuju ruangan praktek tadi. Kuberikan wadah tadi padanya.

"Ini, Bu!" 

Perempuan cantik berumur sekitar empat puluhan ini membuka bungkus lalu memasukkan ujung alat tes kehamilan ke dalam wadah berisi air seniku tadi.


Tak berapa lama, dikibas-kibaskan sisa air yang menempel pada ujungnya. Bu bidan cantik itu menunggu tanda merah di alat test kehamilan terlihat dengan jelas. Tak lama ia tersenyum lalu melirikku sekilas.

"Selamat ya, hasilnya positif , Ibu sedang hamil," ucapnya memberi selamat.

Aku mematung. Terdiam tanpa kata kemudian mengernyit, bingung harus bagaimana. Sedikit terkejut mengetahui hasil tes. Entah harus merasa senang atau sebaliknya? 

"Gimana Dek, hasil pemeriksaannya?sakit apa katanya." Mas Harto melongok dari pintu yang terbuka. Entah ia sudah mendengar perkataan Dokter Ida, atau memastikan pendengarannya.

"A-aku ha-hamil, Mas…," terbata aku menjawab pertanyaan Mas Harto.

"Mas Harto tersenyum, menampakkan sederet gigi putih." Ia terlihat senang.

"Rezeki takkan tertukar, cukup kita harus terus bersabar. Rezeki tak perlu dicari, bila masanya akan datang sendiri." Kata-kata Simbok terngiang di telinga. Bagaimana ia memberi nasihat juga penyemangat kepada anak-anaknya agar tak putus asa dalam mencari rezeki.

Dalam perjalanan pulang menuju rumah, kueratkan pelukanku pada pinggang Mas Harto. Antara ragu, juga senang menerima kehamilanku ini. Bagaimana nasib Anton yang masih kecil dan adiknya nanti, jika sekarang saja aku jarang mengurusi mereka.

Sanggupkah aku merawat dua orang balita sekaligus, sambil tetap bekerja? duh Gusti, berilah kekuatan padaku untuk tetap kuat menjalani hari demi anak-anakku nanti.

Tolong aku gusti!

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nur Elifa
rezeki itu Ning.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Setelah Perceraian   33. Melarikan Diri.

    💔💔💔 Harto ingin bertemu dengan Siti Kalyra, wanita yang beberapa bulan ini dekat dan selalu dalam pikirannya. Seakan-akan sosok wanita itu di depan mata, tersenyum dan memanggil-manggil Harto. Kuda besi tunggangan Harto berjalan perlahan menuju rumah Kalyra. Di sebuah warung kecil tepi area persawahan, ia melihat beberapa temannya sedang duduk mengobrol. Lama tak bersua dengan teman-temannya ia membelokkan stang motor. "Hei, guk!" Setengah berteriak seorang laki-laki yang sedang duduk di depan warung mengangkat tangannya menyapa. Saat motor telah terparkir sempurna, Harto segera berjalan menuju mereka, menyalami. "Kemana aj

  • Setelah Perceraian   Bab. 32 Siti Kalyra.

    💔💔💔Tut … tut … tut!Terdengar benda pipih yang ditempelkan di telinganya terputus dari sambungan telepon. Dilemparkannya benda pipih itu di atas kasur.[Gimana, Mas? Akta rumahnya ketemu?] Tulis Kalyra pada layar pesan itu.Tak berapa lama gawai Kalyra kembali berbunyi.[Belum.] Setelah membaca satu kata yang tertulis wajah Kalyra terlihat memerah. Menahan amarah."Dasar, lelaki bodoh!" umpatnya."Masak suruh cari barang-barang berharga saja tidak bisa. Bisa rugi aku kalau tidak mendapatkan apa-apa darinya."

  • Setelah Perceraian   Bab 31. Mencari Yang Tersisa.

    💔💔💔"Bapak akan tinggal di rumah ini sementara waktu, kasihan kalau rumah ini dibiarkan kosong tak berpenghuni," jawab Harto. Senyumnya mengembang, terlihat senang.Entah sebenarnya apa dan bagaimana isi hati juga otak dari Harto. Setelah tertangkap basah berduaan dengan seorang perempuan hingga dibawa ke balai desa, ia juga berbuat onar beberapa kali pada tengah malam, mengamuk dan mengancam Hening hingga ketakutan, hingga akhirnya Hening sakit-sakitan.Surat cerai telah turun beberapa bulan sebelum Hening mengembuskan napas terakhir. Surat itu telah memutus hubungan antara Hening dan Harto, ia sudah tak berhak atas rumah itu. Seharus

  • Setelah Perceraian   Bab 30. Kalung Hening.

    💔💔💔"Pak, anterin Ibuk beli mas-masan di pasar," pinta Hening beberapa hari setelah menerima uang pensiun dari pabrik tempatnya bekerja."Disimpan di Bank aja, Buk!" usul Harto ketika itu.Mata Harto menatap tajam istrinya.Melihat suaminya tidak menyetujui pemikirannya, Hening mengurungkan niatnya pergi ke pasar untuk membeli perhiasan.Hening yang sudah mandi dan bersiap mengambil bedak di meja rias, terdiam mendengar kata-kata tegas suaminya yang seperti memberi perintah. Terlihat tidak setuju jika akan membeli perhiasan.Ditaruhnya kembali benda bulat dengan kaca itu, tak jadi disapukan beda

  • Setelah Perceraian   Bab 29. Topeng Itu.

    💔💔💔Takdir adalah misteri, ketetapan Tuhan yang harus dijalani tanpa kita tahu pasti kapan akan pergi atau kembali.Pada akhirnya semua manusia akan kembali. Mengakhiri perjalanannya di dunia ini. Siap atau tidak, bersedia atau menolak. Semua akan terjadi bila masanya.Napas Hening telah berhenti, sore tadi ia telah dikebumikan. Bunga berwarna-warni bertaburan di atas gundukan tanah merah itu. Sesuatu yang berbeda, ada setangkai mawar merah tergeletak di antara bunga setaman itu.Aini memetiknya ketika berjalan menuju pekuburan tadi. Tering

  • Setelah Perceraian   Bab 28. Tentang Kepergian.

    💔💔💔Aini mematikan panggilan, menaruh gawai pada saku celananya. Ia mendekat pada Nur Laila, mengelus-elus pundak sepupunya yang terlihat bergetar hebat.Kehilangan selalu menyakitkan terlepas siap ataupun tidak. Kematian tetap menjadi sesuatu yang menakutkan bagi setiap orang.Dua orang perempuan berbaju putih itu maju, melaksanakan prosesi pembersihan pada tubuh Hening yang mulai dingin.Anton, Nur Laila, dan Aini menepi memberi kesempatan pada mereka untuk melaksanakan tugas."Benar kata Kakaknya Ahmad jika Ibuk, kuat dan mampu bertahan melewati hari ini ia akan sembuh, namun jika tidak siang selepas duhur, sebelum asar Ibuk, akan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status