Share

Bab 3

Author: Lanita
Aku sedang menatap kontrak manajemen yang dikirimkan lewat ponsel. Tiba-tiba, WhatsApp-ku menerima pesan suara dari Cannie. Dengan suara manja, dia berkata, "Maaf ya, Kak Nancy. Kak Renzo bersikeras datang ke rumahku untuk menjagaku. Karena aku, jadwal pamerannya jadi terhambat. Kakak jangan sampai menyalahkannya."

Maksud hatinya terlalu jelas. Aku sudah lelah menanggapi, tetapi pandanganku jatuh pada foto profil WhatsApp barunya. Saat kuperbesar, terlihat sepasang tangan bernoda cat di jari-jarinya, sedang menyentuh wajah Cannie yang merah-merah karena biduran. Tangan itu sangat kukenal ... itu adalah tangan Renzo.

Ternyata dia benar-benar peduli pada Cannie. Aku menutup gambar itu, lalu diam-diam mengganti foto profilku dari foto pernikahan kami menjadi burung bebas yang sedang terbang.

Hari terakhir pameran kota.

Berhubung harus mengurus sisa pekerjaan logistik, aku terus berada di belakang panggung. Saat akhirnya aku pergi ke depan untuk ikut berfoto bersama, kulihat Renzo sudah merangkul Cannie dan berdiri di posisi tengah.

Para jurnalis serentak memuji, "Kelihatannya hubungan Pak Renzo dan istri luar biasa sekali ya. Dengar-dengar, kalian sudah menikah tujuh tahun tapi masih tetap mesra."

"Istri Pak Renzo kelihatan sangat muda. Katanya studio milik Pak Renzo dikelola sama istrinya, bahkan pameran ini pun dia yang rancang sepenuhnya. Benar-benar perpaduan sempurna antara kecantikan dan kecerdasan."

Keduanya jelas mendengar pujian itu, tapi tak seorang pun yang meluruskannya. Hingga ketika Cannie melihatku, tiba-tiba matanya berkaca-kaca, lalu dia jatuh berlutut di depanku.

"Kak Nancy, aku nggak sengaja! Aku hanya belum sempat menjelaskan! Semua yang dimiliki Renzo sekarang adalah berkat Kakak. Aku nggak berani merebut jasamu!"

Tindakan mendadak itu membuat suasana menjadi canggung. Keheningan hanya dipecah oleh suara jepretan kamera. Renzo berdiri melindungi Cannie di depannya tanpa ragu. "Nancy, apa kamu harus seagresif ini?"

"Kontribusi Cannie dalam pameran kali ini cukup banyak. Aku membawanya tampil ke depan, cuma sekadar memberi kesempatan pada pendatang baru." Dia merendahkan suaranya, lalu melanjutkan, "Sekarang ini acara terbuka, jangan bikin keributan."

Aku tidak sedang ribut dan mulai sekarang pun tidak akan pernah lagi. Dengan senyum sopan yang terlatih, aku membantu Cannie berdiri, lalu memperkenalkannya kepada media. Akhirnya, keributan kecil itu berakhir dalam kedamaian yang munafik.

Selesai wawancara, aku mengeluarkan ponsel untuk memesan tiket pesawat. Namun, Renzo tiba-tiba meraih ponselku. "Kamu pesan tiket? Tiket ke luar negeri? Kenapa aku nggak tahu?"

Dia melontarkan tiga pertanyaan sekaligus. Alisnya mengernyit rapat, suaranya penuh keterkejutan. "Kapan aku punya pameran di Paris? Kenapa kamu nggak kasih tahu aku duluan?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Rasa Itu Sirna   Bab 12

    Pameran global Juan berjalan dengan sangat sukses. Tak lama kemudian, kami sampai di bandara.Saat dia menuntun koperku keluar dari bandara, kami langsung dikerumuni para wartawan. Beberapa dari mereka jelas ingin menggali gosip tentang aku dan Renzo, tetapi semua berhasil dihalangi Juan.Tiba-tiba, sosok yang tampak letih muncul sambil memegang sebuah lukisan. Itu adalah Renzo. Dia tampak kumal dengan jenggot tak terurus.Lukisan itu adalah "Matahari Terbenam di Paris" yang kusobek sendiri saat meninggalkan studionya. Namun, sekarang sudah direkatkan kembali satu per satu dengan lem.Tak peduli pada tatapan semua orang, Renzo berlutut di depan kami dan memohon, "Nancy, masih ingat janji kita dulu? Itu salahku, aku yang menghancurkannya. Aku menggeledah tempat sampah dan begadang sebulan penuh untuk merekatkannya kembali!""Lihat, aku sudah melakukan semua ini untukmu. Lukisan sudah kembali seperti semula. Kita juga bisa memperbaiki hubungan kita, 'kan?"Memperbaiki hubungan? Mataku te

  • Setelah Rasa Itu Sirna   Bab 11

    Yang tidak pernah aku sangka adalah, Renzo justru meninggalkan kekacauan di dalam negeri dan mengejarku sampai ke Paris.Dia langsung menerobos masuk ke studio, lalu menghantam Juan dengan satu pukulan. "Bajingan! Jadi kamu yang menggoda istriku!"Aku segera berlari menarik Renzo, tetapi dia merengkuhku erat-erat."Nancy, ternyata kamu masih peduli padaku. Lihat, aku mengejarmu sampai Paris demi kamu. Ayolah, maafkan aku. Kita mulai dari awal lagi ya?"Aku mendorongnya. "Nggak! Perjanjian cerai sudah ditandatangani. Aku dan kamu nggak ada hubungan lagi.""Nggak! Aku nggak akan mengurus prosedur perceraian itu.""Kalau kamu nggak urus, aku akan menggugat ke pengadilan. Renzo, kita nggak bisa kembali lagi.""Nggak! Nggak! Nggak!" Renzo mencengkeram rambutnya sambil meraung, lalu tiba-tiba merangkulku dan berusaha memaksaku berciuman dengannya.Aku sangat muak, tetapi sama sekali tidak bisa melepaskan diri darinya. Akhirnya, Juan yang melayangkan satu pukulan hingga Renzo terkapar.Aku bu

  • Setelah Rasa Itu Sirna   Bab 10

    Di dalam negeri, Renzo juga seorang pelukis dengan popularitas tinggi. Begitu berita itu menjadi trending topic, citranya langsung runtuh.Begitu citra seorang pelukis hancur, jangankan mencari investor, lukisan pun tidak ada yang mau beli lagi.Bahkan karya yang sebelumnya sudah terjual dituntut pengembalian uang oleh pembeli. Renzo pun harus membayar ganti rugi dengan jumlah fantastis karena melanggar kontrak.Seorang mantan rekan kerja dari studionya diam-diam memberitahuku bahwa sekarang Renzo setiap hari memasang wajah masam. Tidak peduli bagaimana Cannie berusaha menempel dengan sikap manis dan penuh kepura-puraan, dia tetap diabaikan.Tak lama kemudian, Renzo menyuruh Cannie pergi menghadiri jamuan untuk mencari investor, bahkan menyuruhnya berpakaian lebih terbuka.Tentu saja Cannie yang menjaga citra polos itu menolak. Alhasil, Renzo langsung menamparnya dan mengusirnya.Tak punya pilihan lain, Cannie pun akhirnya pergi. Kebetulan, seorang bos berusia 50-an tahun bernafsu pada

  • Setelah Rasa Itu Sirna   Bab 9

    Aku pergi mencuci muka. Begitu kembali, aku langsung melihat ada tujuh hingga delapan studio yang mengirim undangan agar aku menjadi manajer mereka.Aku membalas dengan sopan, bahwa aku sudah menjadi manajer Juan. Balasan yang muncul di bawah semuanya penuh dengan doa dan dukungan.[ Pak Juan memang sangat berbakat. Kalau bisa kerja sama dengan Kak Nancy, masa depan kalian pasti tak terbatas! ][ Kudengar Pak Juan sebentar lagi akan mengadakan pameran global. Mengundang Kak Nancy di momen seperti ini, jelas akan membuat kariernya naik ke tingkat yang lebih tinggi lagi! ][ Aku cuma ingin bilang ... Kak Nancy sangat kasihan waktu bersama Renzo. Padahal semua urusan diurus olehnya, tapi saat bersama Renzo, dia seperti alat saja. Terakhir kali aku bahkan melihat Kak Nancy diperlakukan buruk oleh asisten studio. ][ Jangan dibahas lagi, waktu itu Cannie sempat mengganti kontrak diam-diam saat Kak Nancy nggak ada. Hasilnya, salah ketik satu angka nol, bikin bos sampai marah besar. ][ Kak N

  • Setelah Rasa Itu Sirna   Bab 8

    Pengirim pesan itu tentu saja adalah Renzo.[ Nancy, apa maksudmu? Kamu menyuruh pengacara menuntut cerai dariku? ][ Berani sekali kamu! Kalau bukan karena aku, mana mungkin kamu bisa hidup senyaman ini, mana mungkin punya karier seperti sekarang? ][ Kamu pasti cuma pura-pura. Kalau benar-benar mau cerai, kenapa kamu sendiri nggak muncul? ][ Terus, apa maksud dari foto profilmu itu? Kamu dari dulu memang ingin menggantinya supaya aku memperhatikanmu, 'kan? Karena aku sibuk melukis dan nggak sempat melihat, kamu jadi bikin keributan sebesar ini hanya untuk menarik perhatianku? ]Melihat deretan pesan yang rapat itu, hatiku terasa dingin. Renzo yang dulu pernah kucintai dengan sepenuh hati di masa muda, sejak kapan berubah menjadi orang seperti ini?Aku sudah tidak punya kata-kata lagi untuknya, jadi hanya membalas.[ Sebaiknya kamu baca baik-baik surat perjanjian cerai yang dikirim pengacara. Kamu sudah tanda tangan. Sisanya hanya urusan prosedur. ]Beberapa menit kemudian, keheninga

  • Setelah Rasa Itu Sirna   Bab 7

    Sepanjang perjalanan, aku merasa luar biasa rileks. Meskipun pesawat sempat berguncang, aku tetap tidur dengan nyenyak.Setelah mendarat dan keluar dari imigrasi, aku langsung melihat pelukis pendatang baru yang menjemputku sendiri, yaitu Juan.Harus diketahui, selama dua tahun belakangan ini, Juan bukan hanya melejit di luar negeri, tetapi juga sudah hampir menyaingi Renzo di dalam negeri.Bisa dibilang, dia adalah pendatang baru yang paling membuat Renzo waspada."Akhirnya kamu datang! Aku percaya dengan kamu sebagai manajerku, karierku pasti bisa naik ke tingkat yang lebih tinggi lagi." Juan berkata dengan antusias, lalu memelukku dengan hangat, bahkan memberi salam khas Prancis dengan cipika-cipiki.Aku tahu itu hanya ungkapan ramah. Namun, menghadapi kedekatan dari pria asing, wajahku tetap memerah tanpa bisa dikendalikan.Bagaimanapun, meskipun sudah saling mengenal sepuluh tahun, Renzo bahkan malas menyentuhku dengan satu jari pun.Dia selalu berkata, "Nancy, kamu tahu 'kan, sua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status