“Aku enggak membuntuti kamu,” sanggah Gayatri kuat.
“B 5632 ZX adalah plat mobil yang kemarin diam lebih dari sepuluh menit di depa rumah aku. Dan mobil volvo itu milik Rachel Ariani Putri yang mana adalah manager dari seorang model bernama Gayatri. Masih mau mengelak?” desak Eliot tanpa memberi ampun. Gayatri menghela nafas panjang, menggaruk keningnya yang tidak gatal sebelum ia menjawab tuduhan Eliot. Belum ia memberikan penjelasan, Eliot sudah kembali memberinya peringatan. “Jika sekali lagi kamu menguntit saya apalagi Pilar, jangan salahkan aku jika agensi kamu saya tuntut bukan hanya kamu dan Rachel. Dengarkan itu baik-baik.” Eliot memberikan ancaman dengan rahang mengetat sempurna dan langsung membalikkan badan dan meninggalkan Gayatri yang tergagap tidak diberikan kesempatan menjelaskan. Sepeninggal Eliot, Gayatri menghela nafas panjang dan meneruskan memasuki taksi. Moodnya semakin jelek karena tuduhan serta ancaman dari Eliot. Padahal ia masih ada sehari lagi pemotretan di sekitar hotel tempatnya mennginap. “Aku mau tidur jangan bangunkan aku sampai besok.” Gayatri berpesan pada Rachel setelah sampai hotel. “Kenapa? enggak enak badan?” tanya Rachel cemas. “Enggak, hanya mengantuk dan aku ingin tidur panjang biar besok segar.” Gayatri mengeluarkan sebuah botol kecil dari dalam tasnya dan langsung ditahan oleh Rachel. “Kenapa minum obat tidur? Kamu sudah lama enggak minum ini.” Rachel mengambil botol obat di tangan Gayatri.Gayatri kembali mengambil botol obatnya. “Hanya kali ini, aku sudah sangat jauh lebih baik. Dan lagi jadwal aku sekarang enggak segila saat di Kanada, kamu jangan cemas ya.” “Gara-gara surat dari Pilar ya?” tebak Rachel. “Enggak ... kamu jangan terus menuduh jelek anak aku ya Chel, aku pangkas gaji kamu jadi setengah nanti.” Gayatri melebarkan mata setelah berhasil mengambil dua butir obat tidur. Rachel kembali tertawa dan mengangkat kedua tangannya tanda menyerah, memilih meninggalkan kamar dan duduk di sofa melihat hasil pemotretan hari itu. Gayatri sendiri segera merebahkan badan menemaramkan lampu dan mencoba tidur setelah meminum obat. Pada kenyataannya bukan langsung tidur meskipun sudah meminum obat, pikiran Gayatri jauh melayang pada ucapan dingin Eliot. Tuduhan kejamnya yang menyakitkan dan ancamannya yang ia yakin akan terwujud. Tanpa sadar sudut matanya basah sebelum ia terlelap, sesakit inikah meraih kembali cinta anaknya. Keesokan harinya Gayatri mengesampingkan semua beban pikirannya dan kembali profesional dalam pekerjaannya. Ia akan menyelesaikan semuanya hari ini dan langsung kembali ke Jakarta tanpa ingin ke mana-mana lagi. Sementara di kediaman rumah Eliot, Pilar memandangi kado pemberian dari Rachel sekian lama. “Boleh Papa masuk?” tanya Eliot setelah mengetuk pintu kamar Pilar. Pilar memberikan izin Eliot masuk, sepulang dari Bandung Eliot masih harus bertemu dengan beberapa klien dan saat ia sampai rumah ternyata Pilar sudah terlelap. Jadilah keesokan harinya baru ia menemui Pilar, namun begitu ia membuka pintu setelah diizinkan, Eliot justru melihat Pilar tengah memandangi beberapa buku serial anak-anak di meja belajarnya. “Kamu beli buku cerita anak-anak?” Pertanyaan pertama Eliot saat melihat apa yang sedang Pilar pandangi. “Hadiah Pa, Papa sampai semalam ya?” Pilar bangun dari duduk dan memeluk papanya erat dan mendapatkan kecupan dalam di kepalanya. “Iya kamu sudah mengorok,” ledek Eliot.Pilar mencubit perut Eliot sebal. “Aku enggak mengorok.” Eliot tertawa kecil sebelum merangkum wajah Pilar dan ia daratkan kembali kecupan di keningnya. Duduk di ranjang besar putrinya, Pilar sendiri kembali duduk di kursi meja belajarnya. “Hadiah dari siapa? kok kasih buku cerita anak-anak?” tanya Eliot kembali. “Aku belum cerita tentang Tante Rachel ya sama, Papa?” Pilar antusias menggeser kursi ke arah Eliot serta melipat kakinya. “Tante Rachel?” Eliot langsung mengerutkan dahi dalam. “Iya jadi aku punya kenalan baru Pa, sebenarnya pas awal nyamperin aku, aku agak takut. Eh ternyata anaknya ikut Olimpiade Matematika bareng aku yang tahun kemarin. Dan sekarang sedang sakit jalani perawatan.” Pilar mulai bercerita awal mula pertemuannya dengan Rachel dan Eliot mendengarkan tanpa menginterupsi. Melihat bagaimana pancaran bahagia di mata Pilar ketika menceritakan sosok tante Rachel, membuat Eliot sangat ingin tahu apakah Rachel yang menemui putrinya adalah Rachel yang sama dengan yang ada di kepalanya. “Kamu buat surat untuk anaknya tante Rachel?” Eliot semakin serius mendengarkan cerita panjang Pilar. “Iya, aku enggak punya kado apa pun untuk membalas pemberian tante Rachel. Jadi aku buatkan surat buat kasih semangat ke Gaya,” jawab Pilar. “Siapa namanya?” seru Eliot langsung kaget.Pilar meringis kecil. “Namanya Gaya, Papa enggak salah dengar.” “Jangan temui dia lagi ya, kalau datang lagi ke sekolah kamu, tolak. Jika dia memberikan apa pun tolak juga, jangan berhubungan dengan tante Rachel itu.” Eliot langsung mengambil langkah tegas karena ia yakin sekali Rachel yang di maksud Pilar adalah manager Gayatri. “Kenapa?” Pilar bertanya dengan raut wajah berubah langsung sedih. “Papa belum bisa menjelaskan sekarang, Papa akan memastikan dahulu benar atau tidak. Tapi Papa minta jika dia menemui kamu lagi, jangan mau. Sepertinya Papa tahu siapa Rachel.” Eliot melunakkan wajahnya karena raut berbinar-binar yang beberapa menit lalu ia lihat di wajah putrinya lenyap seketika. “Tante Rachel jahat? Musuh bisnis Papa?” tuntut Pilar ingin mendapatkan jawaban. “Bukan ... hari ini Papa akan pastikan ya. Nanti Papa akan ceritakan sama kamu semuanya.” Eliot membelai paras cantik Pilar. “Kenapa enggak cerita sekarang saja? kalaupun Papa mau memastikan lagi, aku sudah enggak penasaran. Kenapa Pa?” Pilar memaksa Eliot bercerita. Eliot menghela nafas panjang, ia sesungguhnya sedih melihat raut kecewa di wajah Pilar saat ia mengatakan jangan lagi menemui Rachel. Namun jika memang benar ia adalah Rachel yang sama, maka Eliot tidak ingin Pilar dibohongi terlalu lama dan akan jauh lebih menyakitkan jika mengetahuinya kelak. “Baiklah Sayang, akan Papa beritahukan, tapi bisa tolong gambarkan paras tante Rachel yang menemui kamu?” Eliot kembali bertanya.Pilar tampak berpikir sejenak. “Wajahnya ada bulenya sedikit, tapi rambutnya hitam dan ikal panjang sepunggung. Tinggi sekali soalnya aku hanya sedadanya. Oh ada bekas luka kecil di pelipis kanan. Dan punya gigi gingsul satu di ... kanan.” Eliot bangun dan menuju meja belajar Pilar sebelum menghidupkan laptop dan berkutat beberapa saat di sana sebelum menyingkir agar Pilar melihat apa yang ingin ia tunjukan. “Ini?” tanya Eliot. “Iya benar,” seru Pilar.Eliot mendesah panjang. “Berarti memang benar orangnya sama. Jangan temui dia lagi ya, Nak. Karena dia adalah Manager mama kamu di agensi. Kamu bisa rangkai sendiri kemungkinan mengapa ia tahu-tahu mendekati kamu dengan cerita anaknya yang sakit.”“Dapat salam dari Gilbert,” seringai Rachel kala datang ke kediaman Gayatri yang sedang tidak ada jadwal dan berniat malas-malasan di rumah. “Kaya anak remaja saja kirim salam,” dengus Gayatri dengan raut bosan. “You know i mean,” kekeh Rachel. “Sudah ditolak berkali-kali enggak menyerah juga. Untung proyek sama dia sudah selesai. Kamu enggak shoping? Jangan bilang ke sini bawa kerjaan. Aku mau enggak produktif dulu please.” Gayatri melempar Rachel yang justru tertawa mendengar penolakan jelas darinya. “Aku numpang molor, gila punggung aku capek sekali tapi malas ke salon. Di rumah ada saja yang mengganggu. Enggak boleh tinggal di apartemen tapi enggak pernah bisa bobok cantik tanpa gangguan.” Rachel merebahkan tubuh di samping Gayatri dengan posisi telungkup setelah menanggalkan semua pakaiannya dan menyisakan sepasang pakaian dalam berwarna hitam. “Bukannya senang rumah kamu ramai, coba li
“Tolong dengarkan dulu penjelasan Tante, Pilar.” Rachel tidak akan melepas Pilar begitu saja dengan kesalah pahaman. “Aku tidak butuh penjelasan apa pun,” jawab Pilar. “Kamu harus tahu alasan mama kamu pergi,” seru Rachel saat melihat Pilar tidak menggubrisnya dan melanjutkan langkah menuju sebuah mobil yang kemungkinan mengantarnya. Langkah Pilar terhenti, membalikkan badan dan memandang penuh kemarahan pada sosok Rachel. “Kamu tidak tahu alasan mama kamu pergi saat itu, Pilar. Kamu mau mendengarkan penjelasan Tante? Tante sungguh minta maaf sudah membohongi kamu untuk hadiah ini dan cerita tentang anak Tante. Bisa kita bicara sebentar?” Rachel kembali berjalan pelan mendekati Pilar yang sudah berdiri di ambang pembatas pagar rumah Gayatri. “Aku tidak ingin tahu dan tidak mau tahu. Meninggalkan anak kecil usia lima tahun sendirian adalah kejahatan yang tidak akan bisa aku maafkan sampai kap
“Loh memang enggak bisa di cancel dulu Mbak tadi pesanan saya?” tanya Pilar. “Enggak bisa Dek, sistem komputer kami sudah diprogram seperti itu. Tidak apa-apa ini dibawa rotinya. Selamat sarapan ya.” Kasir memberikan pesanan Pilar dengan senyuman lebar. “Aku bagaimana mengucapkan terima kasih sama orangnya Mbak?” Pilar masih bengong bingung. “Tadi sudah saya gantikan mengucapkan terima kasih, kamu sedang izin keluar kelas kan tadi katanya. Sana lekas balik ke sekolah dan lekas dimakan selagi hangat,” tambah Kasir. Akhirnya Pilar mengucapkan terima kasih dan segera keluar dari toko roti langganannya. Ia memang sedang izin keluar karena kepentingan melengkapi data untuk Olimpiade berikutnya dan ia minta diturunkan di toko roti tersebut oleh bus sekolah yang jaraknya lumayan dekat dengan sekolahnya. Pilar sampai lupa mematikan panggilan dan dari tempatnya tengah meeting, ia diam mendengarkan semua percakapan Pi
“Lepas berengsek!” Rachel memukul punggung Fernan dengan catokan yang ia sambar cepat hingga terdengar debum keras dan cekalan di tangan Gayatri terlepas. “Hei Rachel kurang ajar kamu berani memukul saya!” bentak Fernan sudah hendak meraih kerah baju Rachel namun Gayatri langsung menarik tubuh Rachel ke belakang agar terhindar dari cengkeraman Fernan. “Perlakuan mu menunjukkan kualitas kamu, tunggu tuntutan dari saya secara pribadi karena sudah melakukan penyerangan.” Gaya mendorong dada Fernan yang wajahnya sudah merah padam. Fernan yang mendapatkan ancaman dari Gayatri semakin meradang, ia hendak kembali melayangkan tangannya namun terhenti di udara oleh sebuah seruan suara berat di ambang pintu ruang make up. “Fernan!” seru suara berat di sana yang ternyata adalah manager hotel yang meminta Gayatri menjadi model promosi hotel tersebut. “Eh Pak Manuel.” Fernan langsung menurunkan tangannya
“Duduk Eliot, kita mulai saja acara makan malam ini. Oh iya perkenalkan dulu ini Manager Clairisia Hotel Pak Manuel. Ini Ibu Rachel manager salah satu model kita Gayatri, dan yang ini Silvi serta Revina. Mereka sudah sangat bekerja keras untuk persiapan opening kita nanti dua bulan lagi.” Roy memperkenalkan semua isi kursi yang melingkari meja besar mereka. Eliot menyalami satu persatu yang disebutkan oleh Roy, bahkan ringan saja Eliot menyalami Rachel dan Gayatri seolah mereka baru pertama kali bertemu selayaknya yang lainnya. Setelah menyalami semuanya, Eliot duduk di samping Risa yang memang sudah dipersiapkan untuknya. Makan malam dijalani Gayatri dengan keramahan palsu, ia berusaha biasa saja karena memang mereka tidak ada lagi hubungan apa-apa. Namun mendengar tawa Risa beberapa kali terpecah saat berbincang pelan dengan Eliot membuat Gayatri tidak nyaman sedikitpun. “Gaya ... bolehkan kita berfoto. Aku sangat ingin
“Mau makan apa aku ambilkan.” Rachel menawari Gayatri sarapan setelah berjuang menarik keluar dari kamar, sejak kembali mengambil ponsel semalam, Gayatri tidak mau menurunkan kakinya dari kasur hingga matahari hampir di atas kepala. “Apa saja Chel, aku sesungguhnya tidak lapar dan kalaupun lapar bisa bawa kamar saja.” Gayatri mendesah kecil menyandarkan punggung di salah satu kursi restoran samping hotel yang belum beroperasi tersebut. “Kamu mau mengeram terus, menghasilkan telur tidak? sudah lupakan apa pun yang sedang kamu pikirkan. Kamu sakit kelaparan memang yang mengurusi siapa? aku! ok! jadi lebih baik sakit di Jakarta dari pada di sini. Habis ini kamu libur dua minggu silakan mengeram dalam kamar kamu.” Rachel menepuk bahu Gayatri dan bangun meninggalkan sang model tanpa menunggu balasan dari ucapannya. Gayatri terkekeh kecil akan penuturan Rachel yang diucapkan dengan ketus, jika tidak mengenal wanita tersebut sudah
“Lepas Eliot, kamu menyakiti Gayatri.” Rachel berusaha menarik tangan Eliot yang mencengkeram lengan Gaya kuat. “Ini sudah sangat keterlaluan, kamu mau membunuh Pilar? Hah? jawab!” sentak Eliot tidak menghiraukan seruan Rachel yang menariknya kuat. “Kamu yang bisa membunuh Gayatri jika tidak kamu lepaskan! Gayatrilah yang menolong hidup Pilar asal kamu tahu Eliot,” seru Rachel membantah tuduhan jahat dari Eliot. “Persetan dengan kalian berdua! sumpah mati kalian akan saya tuntut hingga pengadilan. Jangan berani masuk ke kamar Pilar jika tidak ingin saya bunuh.” Eliot menyentak tubuh Gayatri dengan mata berkilat-kilat penuh emosi membara. Gayatri terdorong hingga membentur tembok lorong rumah sakit, Rachel mengumpati Eliot yang langsung masuk dan menutup pintu ruang rawat Pilar di depan hidung mereka. Meraih bahu sahabatnya yang masih pucat karena mencemaskan Pilar, bertambah ketakutan oleh sikap kasar Eliot.
Eliot menuju restoran tempat Pilar mengalami alerginya, Eliot meminta diputarkan cctv. Pihak restoran sudah meminta maaf padanya dan mengatakan mereka sungguh tidak tahu jika putrinya mempunyai alergi almond karena tidak bilang. Eliot tidak mempermasalahkan itu karena memang Pilar yang teledor kali ini. “Saya yang melihat sendiri kalau mulut putri bapak di masuki jari ibu Gayatri sampai beberapa kali Pak, memang muntah banyak sekali baru dibawa ke rumah sakit,” terang seorang waiter yang membantu mengangkat Pilar ke taksi serta menemani Eliot menyaksikan cctv. “Iya Mas terima kasih ya sudah membantu anak saya, dia sudah jauh lebih baik sekarang sedang pemulihan. Sudah bayar belum ya makanan anak saya, maaf sudah dua hari saya baru ke sini karena saya menemani anak saya dulu,” papar Eliot. “Iya sama-sama Pak, kami semua juga sangat panik lihat putri Bapak kesusahan nafas. Semuanya sudah dibayar ibu Gayatri. Ibu Gayatri juga