“Senyum-senyum terus dapat chat cinta dari siapa?” tanya seorang fotografer pada Gayatri saat tengah istirahat mengganti setting background pemotretan mereka. “Tahu saja aku dapat chat cinta, dari rahasia,” jawab Gayatri dengan kekeh kecil. “Wow bau-bau sebar undangan ini,” ledek sang fotografer. Gayatri tertawa geli tanpa memberikan jawaban pasti, ia tidak akan mengumbar kehidupan pribadinya dengan siapapun terkecuali Rachel. Sudah satu minggu semenjak pertemuannya dengan Pilar, ia menerima chat sekali dalam sehari dan selalu pukul tiga tepat. Sepertinya itu jam pulang sekolah putrinya. “Gayatri, katanya sepulang pemotretan kita diminta ke kantor dulu. Satu jam lagi selesai kan ya?” Rachel menghampiri dengan mengangsurkan ponsel sang model. “Ada apa? aku ingin berendam padahal,” desah Gayatri. Rachel mengedikan bahunya karena hanya itu pesan yang ia terima dari agensi. Gayat
“Tidak bisa yang lain saja Chel?” tanya Gayatri. “Kamu yakin mau menolak? kita enggak akan bersinggungan dengan Eliot. Kalau kemarin kan kemari karena asistennya sakit. Dia terlalu sibuk untuk menunggui model foto. Tapi kalau memang kamu tidak bisa fokus, aku akan membuat drama sebagai alasannya.” Rachel menyeringai lebar di akhir kalimat. Gayatri diam sejenak, ia bukan lagi mengejar harta jadi misalpun ia melepas kerja sama tersebut, bukan masalah baginya. Namun ia adalah seorang profesional, harusnya ia bisa mengabaikan kenyataan bahwa ada masa lalu di antara ia dan Eliot. “Ok baik, aku akan terima. Kontraknya sudah ada di tangan kamu?” tanya Gayatri. Rachel tersenyum, ia yakin Gayatri bukan orang yang mencampur adukan pekerjaan dengan masalah pribadi. Ia sangat tahu bagaimana semangat Gayatri untuk mencapai posisi saat ini. setelah kesepakatan terjadi, rencana pelaksanaan akan segera terjadi. Gayatri memb
“Aku dipanggil ke ruangan Direktur utama? Ada apa?” Gayatri kaget ketika dihampiri seorang laki-laki berpakaian rapi mengenakan jas hitam dengan pantofel hitam mengilat, mengenalkan diri sebagai asisten sang Direktur. “Benar Ibu Gayatri sama ibu Rachel, saya yang akan membantu mengurus kehilangan Ibu tadi pagi. Tapi sebelumnya Pak Eliot ingin mengetahui kejadian rincinya karena terjadi di lingkungan kantor beliau,” terang sang asisten. “Oh masalah itu, baiklah.” Gayatri mengangguk menyetujui, ia dan Rachel mengikuti langkah asisten Eliot menuju ruangan di mana ia dipanggil. Rachel menelusuri matanya pada ruangan besar dengan kaca-kaca besar, tidak banyak barang di sana. Hanya ada satu set sofa kulit coklat tua untuk menerima tahu dan satu set meja kerja hitam polos lengkap dengan kursi besar berputarnya. Ketika mereka dipersilakan masuk, Eliot tengah menerima panggilan telepon dan dengan isyaratnya meminta para tamunya dud
“Hallo ... hallo,” panggil Pilar. “Hai Pilar ... ini aku tante Rachel.” Rachel akhirnya yang bersuara setelah menyentuh icon pengeras suara karena Gayatri masih belum bereaksi saking kagetnya. “Oh tante Rachel, ada apa tante?” Pilar bertanya pelan. “Ini mama kamu mau tanya, apa kamu ada waktu luang untuk bertemu?” Pertanyaan Rachel membuat Gayatri semakin melebarkan mata dengan mencubit lengan sahabatnya yang sangat usil itu. “Tanya apa?” tanya Pilar. Gayatri mematikan icon pengeras suara dan menempelkan ponsel ke telinga sebelum Rachel bicara macam-macam. “Hallo Pilar maaf tadi tante Rachel bercanda. Kamu sudah pulang les?” Gayatri memutar percakapan dengan halus. “Kok tahu aku sedang les?” Pilar bertanya balik. Gayatri menunduk menyesal karena pertanyaannya justru memancing curiga bagi Pilar. Sedangkan di sampingnya, Rachel justru terkekeh mel
Gayatri mengangguk dengan segaris senyum yang ia paksakan, perih terasa seluruh badannya mendengar pertanyaan gadis remaja yang lahir dari rahimnya lima belas tahun lalu. “Kamu tidak salah dengan bertanya seperti itu, aku tidak mencari pembenaran sekali lagi aku tegaskan. Dari segi manapun aku tetap salah dan aku menyesalinya seumur hidup aku. Alasan utama aku nekat ke Kanada dan meninggalkan kamu adalah karena jauh sebelum aku menikah dengan papa kamu, aku sedang merintis karier menjadi model.” Gayatri menyingkirkan piring kecil dan gelas di depannya di samping serta meletakan kedua tangannya bertautan di atas meja. “Sungguh aku tidak pernah menyesal menikah dan memiliki kamu. Kamu adalah anugerah luar biasa yang pernah aku miliki seumur hidup aku. Aku hamil kamu hanya selang satu bulan setelah pernikahan, yang mana mengandung itu artinya aku harus berhenti berkarier. Yang awalnya hanya cuti sampai tiga bulan pasca melahirkan, jadi panja
“Pilar benar lima belas tahun bukan sih? jangan-jangan kamu lupa umurnya?” Rachel bertanya seraya memberikan segelas air minum pada Gayatri yang baru selesai bercerita mengenai percakapan luar biasanya dengan Pilar. “Kamu memang ada gila-gilanya. Mana mungkin aku lupa kapan anak aku lahir, mulesnya saja dua hari dua malam,” sembur Gayatri tanpa ampun. Rachel meringis geli akan amukan amarah dari sahabatnya, ia kembali mendesah panjang seraya menjatuhkan badan di samping Gayatri yang memeluk bantal sepanjang bercerita. “Soalnya agak seram ya cara berpikir Pilar melampaui orang dewasa, kok bisa dia mencerca kamu sampai segitunya. Tahu sih dia membela papanya, tapi dari cara dia tanya sama kamu itu ... kaya who is she? She is not 15. Apa mungkin bapaknya yang mengajari bicara seperti itu?” Rachel memberikan praduganya mengenai cara berpikir Pilar yang menurutnya tidak akan terjadi pada gadis seusianya. “Mungkin
Gayatri masih membeku sekujur badannya akan sebuah keajaiban yang terjadi belum lama setelah ia terbangun dari ketidaksadarannya. Tangis pelan dari Pilar bahkan tidak bisa membuatnya sadar dengan wajah syoknya. Rachel langsung menarik tangan berbalut infus Gayatri untuk membalas pelukan Pilar, pada awalnya terasa amat kaku sampai beberapa detik kemudian senyuman Gayatri terlukis indah dengan mata basah. “Maafkan aku, Ma,” lirih Pilar dengan suara pelan. “Kamu tidak salah Sayang, kamu tidak salah. Aku yang salah,” jawab Gayatri parau. Mama dan putrinya tersebut saling berpelukan erat dengan diiringi sedu sedan tangisan keduanya, Gayatri yang menghujani Pilar dengan ucapan terima kasih dan kecupan dalam bertubi-tubi pada kepala dalam pelukan. Pilar yang memeluk hingga meremas baju rawat Gayatri pada bagian punggung tidak lagi mengeluarkan suaranya. Menenggelamkan wajah pada ceruk leher Gayatri. Rachel sendiri m
“Pulang ya, besok kamu sekolah.” Eliot membelai kepala Pilar. “Mama sama siapa yang jaga?” Pilar bertanya dengan telapak tangannya yang masih digenggam Gayatri. “Aku sama tante Rachel. Nanti ke sini lagi, sedang ambil baju ganti. Kamu pulang saja sudah sore,” tutur Gayatri lembut. Pilar mengangguk kecil, usai kejadian mengagetkan lataran Pilar mengigau dengan sangat kencang cenderung menjerit histeris. Eliot langsung berlari ke ranjang Pilar untuk membangunkannya, begitu matanya terbuka, pandangan itu membeliak menyusuri setiap sudut ruangan. Bila biasanya ketika Pilar mengigau dan terbangun akan memeluk sang papa yang berusaha menyadarkannya, lain cerita sekarang. Eliot masih membelai lembut wajah Pilar yang matanya masih melirik kanan kiri tidak beraturan. Ketika netra keabuan itu melihat paras cemas Gayatri, sontak ia langsung mendorong dada Eliot dan turun dari ranjang untuk kemudian berlari menyongsong