Share

Gentar

              Gayatri memandangi potret seorang anak memakai seragam TK yang duduk di ayunan, potret satu-satunya yang ia miliki. Setelah pembicaraan terakhirnya dengan Eliot, laki-laki tersebut mengiriminya pesan yang terasa bagai palu hukuman dari hakim. Eliot menuliskan, Pilar menolak jangan coba temui lagi.

                “Kenapa kamu tidak terobos saja sih, Gaya?” tanya seorang yang duduk di samping Gayatri.

                “Dan buat Pilar jadi semakin membenci aku? tidak! aku hanya ingin melihatnya saja, tidak apa-apa asal dia tidak menangis karena melihat aku.” Gayatri tersenyum membelai layar ponselnya.

                “Kamu sudah menjelaskan alasan kamu ke Kanada dulu?” tanya wanita di samping Gayatri yang tidak lain adalah managernya selama di Kanada.

Gayatri menggeleng. “Alasan apa pun itu tetap salah meninggalkan anak dan suami. Sudah kamu diamlah, sudah pada keluar itu anak-anak.”

                “Ya Tuhan kita bagai penguntit tahu enggak.” Wanita muda tersebut turun dari mobil untuk melaksanakan tugas dari Gayatri.

                Di dalam mobil Gayatri berdebar-debar menunggu tidak sabar, ini sangat menegangkan. Ia harus sangat hati-hati agar Pilar tidak menyadari keberadaannya di dalam mobil Volvo milik sahabat sekaligus managernya.

                Tidak sampai sepuluh menit terlihat Rachel, sang manager menegur seorang siswi dengan balutan sweater biru langit dan menggendong ransel hitam. Tampak menyapa dan bercakap sebentar sebelum Gayatri melihat Pilar tersenyum kecil, Pilar tersenyum. Tidak pernah ia lihat sebelumnya senyuman Pilar, sejak tiga kali pertemuannya dengan Pilar tidak sekalipun Pilar memberinya senyuman.

                Cepat Gayatri mengangkat kamera yang sudah ia persiapkan untuk memotret gadis remaja berambut panjang diikat satu dan tampak mengenakan kaca mata. Baru pertama kali pula Gayatri melihat Pilar berkaca mata.

                “Dapat?” tanya Rachel begitu sudah kembali duduk di balik kemudi.

Gayatri mengangguk. “Dia tersenyum.”

                “Iya Pilar anak kamu tersenyum karena aku bilang aku tahu dia pemenang juara lomba Matematika tingkat Nasional karena anak aku juga ikut dan tidak menang.” Rachel menghidupkan mobil untuk meninggalkan lokasi sekolah Pilar.

                “Kalian membicarakan itu? terus apa lagi?” tanya Gayatri.

                “Aku bilang bolehkan berkenalan dan dia dengan senang hati memperbolehkan, dia baik ternyata ya,” tukas Rachel.

                “Dia memang baik, lembut hatinya. Dia hanya membenci aku, pada yang lainnya dia ramah,” lirih Gayatri penuh kesedihan.

                Rachel tidak menjawab melainkan membelai bahu Gayatri memberikan penguatan pada sang sahabat.

                “Kamu baru berusaha menemuinya satu bulan, aku yakin dengan kamu yang tidak pantang menyerah ... pintu maaf Pilar akan terbuka dan menerima kamu kembali.” Rachel mengatakan kemungkinan menurut ia pribadi.

                “Aku tidak berani berharap sejauh itu, dia tidak histeris melihat aku saja sudah syukur. Aku baru tahu jika dia mengalami trauma parah Chel, dan aku tidak ingin menambah kenangan buruk lagi di kepalanya.” Gayatri menyudahi memandangi kameranya yang ia bidik berkali-kali sosok Pilar dengan kaca mata dan senyuman, cantik sekali.

                “Trauma parah? Maksud kamu?” Rachel kaget.

                “Parah ... sangat parah ... hingga nyaris meninggal .... “

                Gayatri akhirnya bercerita menyalin cerita dari Eliot, beberapa kali Rachel melebarkan mata dan tercengang akan semua cerita sahabatnya.

                “Itulah alasan aku tidak akan lagi menemuinya tanpa persetujuan Pilar sendiri. Biarlah aku mendapatkan balasan atas perbuatan aku. Pilar sehat saja sudah cukup.” Gayatri mengakhiri dengan menyusut sudut matanya yang basah.

                “Karena Pilar juga kamu menolak ajakan menikah Valdo?” tanya Rachel.

                “Kita tidak pernah ada hubungan apa-apa, ok? aku tidak ingin menikah dengan siapapun lagi. Aku hanya ingin diizinkan mendampingi tumbuh kembang Pilar. Kamu jangan aneh-aneh tanyanya,” dumel Gayatri.

                Rachel sontak tertawa lepas, ia tahu sebenarnya jika Gayatri tidak tertarik dengan laki-laki manapun yang menyukai bahkan terang-terangan mengajaknya menikah. Namun menggoda Gayatri amat menyenangkan untuk Rachel.

                Satu minggu sudah berlalu dari terakhir Gayatri mendatangi sekolah Pilar bersama Rachel. Sekarang dia berada di dalam mobil miliknya dan menunggu pintu gerbang tinggi di buka. Ia kembali ke sekolah Pilar untuk melihat wajah putrinya. Akan tetapi sampai siswa terakhir keluar, Gayatri belum melihat Pilar. Memutuskan keluar dari mobil akhirnya memberanikan diri bertanya pada seorang sekuriti mengenai Pilar.

                “Pilar? Kurang tahu saya Bu, dia masuk apa enggak. Sudah coba dihubungi?” tanya sekuriti.

                “Ya sudah Pak terima kasih.” Gayatri langsung meninggalkan sekolah Pilar dengan kecewa karena tidak bisa melihat paras cantik putrinya.

                Gayatri pernah nekat mendatangi kediaman rumah Eliot dahulu saat ia masih tinggal bersama. Namun ternyata sudah pindah, sekarang dia tidak tahu di mana keberadaan Eliot dan Pilar. Gayatri juga sudah pernah ke kantor Eliot dahulu, namun ternyata Eliot sudah sangat lama tidak bekerja di sana. Dengan desah kecewa, Gayatri melajukan mobilnya kembali ke kediamannya.

                Di depan ponselnya Gayatri ragu-ragu ingin menghubungi Eliot guna menanyakan kabar Pilar. Ia yakin Eliot tidak akan membalas seperti yang sudah-sudah. Tapi Gayatri sungguh ingin tahu kebar mengenai Pilar.    Maka memberanikan diri, ia kembali mengirimi Elipt sebaris pesan. Setelah menunggu sampai tiga puluh menit tidak ada balasan, Gayatri mendesah panjang. Kembali pesannya tidak dibalas oleh mantan suaminya.

                “Gayatri, kamu sudah menerima email kontrak terbaru dari Carlos?” tanya Rachel saat Gaya memasuki ruangannya pada sebuah kantor agensi ternama.

                “Sudah di kirim? Aku belum lihat, nanti aku cek.” Gaya menjawab malas dan menjatuhkan badan di sofa tosca ruangan Rachel.

                “Enggak bertemu?” tanya Rachel setelah memperhatikan paras sendu Gayatri.

                “Iya, sepertinya enggak sekolah,” jawab Gayatri pelan.

                “Sudah tanya bapaknya?” Rachel bangun dan menghampiri Gayatri.

                “Mana mau balas bapaknya, tidak bisakah kamu melacak rumah mereka Chel?” Gayatri bertanya lemas.

                “Bisa, tapi ... kamu siap mendapatkan penolakan lebih menyakitkan dari yang sekarang kamu terima?” tegas Rachel.

                “Asal aku tahu keadaannya baik-baik saja, sepertinya aku sanggup,” jawab Gayatri.

                “Baiklah, nama lengkap Pilar sama Eliot?” Rachel kembali menuju mejanya di mana seperangkat komputer canggih berada di sana.

                “Zailen Pilar Dirgantara, Eliot Dirgantara.” Gayatri menyebutkan cepat.

                “Hafal amat nama mantan suami?” sindir Rachel.

                “Nama belakang dia ada di nama belakan anak aku, bagaimana enggak hafal,” dengus Gayatri.

                Rachel bukannya takut akan omelan Gayatri tapi justru melepas tawa berderai-derai tidak peduli akan mata Gayatri yang melotot lebar.

                “Astaga Gaya!” seru Rachel.

                “Ada apa?” Gayatri langsung melompat dari sofa dan berlari ke samping Rachel yang melotot di depan layar komputernya.

                “Mereka satu perumahan sama kamu, Astaga ... pemilik gedung AgroLan Company. Astaga perusahaan itu perusahaan Multilateral nomor satu di Indonesia. Gila Gaya ini gila,” seru Rachel heboh.

                “Apanya yang gila?” Gayatri menjadi tiba-tiba bodoh seketika.

                “Jelas ini gila, yang kamu hadapi adalah orang nomor tiga terkaya di Indonesia dengan perusahaan mengakar dari Sabang sampai Merauke bahkan sudah merambah Eropa. Ancamannya sudah pasti tidak omong kosong jika kita mengusiknya.” Rachel berbicara dengan sangat cepat dan tanpa menurunkan volume tingginya.

                “Aku tidak takut, aku kaget tentu saja. Eliot dulu ... hanya pekerja kantoran biasa. Tapi aku tidak gentar harus menghadapinya untuk bisa melihat anak aku.” Gayatri berbicara seberani itu sesungguhnya berlainan dengan isi kepalanya yang menciut ketakutan, mantan suaminya sekarang adalah seorang Milyader?

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status