"Kau sudah oke kan?" tanya Jacob saat sudah duduk di kursi sebuah restoran bersama Stela Wen.
Stela Wen mengangguk.Tidak lama kemudian pesanan pun datang. Mereka tidak melanjutkan obrolan melainkan menikmati makan siang lebih dulu. Barulah setelah makan habis tak tersisa dan hanya menyisakan minuman saja, Jacob yang masih khawatir buka suara lagi."Menurutmu, apa mereka sudah menjalin hubungan yang lama?" tanya Jacob.Stela Wen mendesah dan angkat bahu. "Aku tidak bisa memastikan. Hanya saja, sudah dua bulanan ini Alex lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Mungkinkah …"Jacob menyesap minumannya lalu mengecap-ngecap bibirnya. "Bisa jadi. Aku masih tidak habis pikir Emma bisa berbuat demikian. Kurasa dia tidak punya otak."Stela Wen terdiam lalu meneguk minumannya hingga habis. "Aku juga bingung. Aku hanya kecewa karena semua kuketahui saat Anniversary satu tahun pernikahanku."Jacob nampak ikut prihatin. "Lalu, setelah ini apa yang akan kau lakukan?""Entahlah." Stela Wen angkat bahu. "Aku tidak ada bukti untuk membuatnya mengaku."Baru selesai Stela Wen berkata demikian, terlihat Jacob tertegun. Pandangan ia lurus menuju sesuatu yang sepertinya berdiri tak jauh di belakang posisi Stela Wen duduk. Stela Wen yang merasa penasaran, segera memutar pandangan ke arah belakang.Begitu pandangannya mendapati dua orang tengah masuk sambil bergandeng tangan, saat itu juga Stela Wen kembali terduduk dan menangkup mulut. Jacob yang tahu Stela Wen merasa terkejut, segera ikut membungkuk supaya dua orang itu tidak mengetahuinya."Kau benar," lirih Jacob.Stela Wen sudah mengepalkan kedua tangannya. Ia teringat kalau harusnya hari ini ia pergi bersama Alex untuk menebus kesalahan karena ia melupakan hari jadi pernikahan mereka. Sayangnya, Stela Wen kembali kecewa karena lagi-lagi Alex berbohong. Dia yang katanya pergi ke kantor untuk meeting, ternyata malah berkencan dengan Emma.“Aku sudah tidak tahan lagi!” Stela Wen menggebrak meja lalu beranjak pergi.“Tunggu, Stela!” cegah Jacob.Sayangnya, Jacob kurang cepat mencegah Stela Wen. Stela Wen kini benar-benar menghampiri dua orang yang sudah membuat dadanya terasa terbakar.“Sayang ...” pekik Alex begitu didatangi Stela Wen secara tiba-tiba. Tangan yang semula menggenggam lengan Emma, kini langsung terlepas. Raut panik tergambar jelas di wajah Alex.“Sedang apa kau di sini?” tanya Alex.Stela Wen mendecih lalu melirik ke arah Emma terlihat santai tanpa merasa bersalah. Jacob yang berdiri di belakang Stela Wen, mencoba waspada supaya tidak terjadi apa-apa dengan Stela Wen.“Harusnya aku yang tanya. Sedang apa kau di sini dengan dia?” tanya Stela Wen balik. Ia mengacungkan jari telunjuk tepat di depan wajah Emma yang acuh.Emma terdengar mendecih dan membuang muka membuat Stela Wen semakin geram.“Kami hanya makan siang bersama,” ujar Alex berbohong. “Kebetulan tadi kita bertemu.”Sudah terlanjur marah, Stela Wen tersenyum getir. “Kau pikir aku percaya? Cih!”Kalimat bernada cukup tinggi itu berhasil menarik perhatian para pengunjung. Sekitar sepuluh orang pengunjung yang duduk di bangku masing-masing, kini mulai penasaran dengan pertikaian mereka.“Kau tidak percaya padaku?” tanya Alex.Stela Wen kembali tersenyum getir. “Aku tahu perbuatan kalian di belakangku. Jangan mengelak lagi. Ingat, bukankah kau hari ini harusnya ada acara bersamaku? Beralasan sibuk di kantor, ternyata kau sibuk bersama selingkuhanmu.”Plak! Satu tamparan mendarat di pipi Stela Wen.“Jaga bicaramu!” Rasanya begitu panas. Jacob yang kaget bahkan sampai menjerit dan menutup bibir dengan satu telapak tangannya. Sementara para pengunjung restoran, mereka hanya tertegun tanpa berbuat apa pun. Selain karena tak mau ikut campur, itu juga bukan urusannya.Stela Wen memegangi pipinya yang perih. “Tega kau menamparku demi membela dia?” bola matanya nanar begitu tajam menatap Alex.“Jangan memperlakukan dirimu di tempat umum,” kata Alex. “Sebaiknya kau pulang dan merenung.Dasar gila! Stela Wen sungguh tak habis pikir dengan perkataan Ru Fei yang seolah merasa paling benar di sini. Siapa yang salah, siapa yang dimaki.Sebelum beranjak pergi, Stela Wen maju dan berjinjit. Ia berdiri mengimbangi Alex. “Untuk apa aku malu. Jelas-jelas kau yang berselingkuh.”Setelah itu Stela Wen meraih tangan Javob dan beranjak meninggalkan restoran tersebut. Cengkeraman yang kuat, Jacob yakin kalau Stela Wen sedang menahan tangis supaya tidak membludak.Begitu Stela Wen sudah menjauh, Alex tiba-tiba menggeram membuat para pengunjung kembali dibuat terkejut setelah tamparan tadi. Alex sampai menendang kaki meja dan membuat Emma terjungkat kaget.Karena tidak mau tempatnya menjadi pusat keributan, menejer restoran sampai turun tangan dan meminta mereka segera angkat kaki. “Kenapa kau harus marah?” tanya Emma bingung. “Kau membuatku takut.”Alex terduduk di jok mobil lalu bersandar dan menangkup kepala hingga rambutnya tersapu ke belakang menampilkan keningnya yang lebar. Ia membuang napas beberapa kali dan belum memperdulikan Emma yang duduk di sampingnya.“Bukankah dalam waktu dekat ini kita akan memberi tahu Stela Wen tentang hubungan kita?” tanya Emma lagi. “Aku pikir bahkan kau sudah bicara dengan dia.”Alex mendengkus lalu memukul bundaran setir. “Kau pikir mengakui semua ini mudah, ha?”“Memang apa yang sulit?” sahut Emma cepat. “Kita sudah berhubungan cukup lama, harusnya saat ini kau memutuskan untuk segera menikahiku.”“Aku tahu. Tapi aku ...”“Kau masih mencintai dia. Benar begitu?” Emma mendecih lalu melengos. “Aku sudah tahu."Alex tidak berkata apa-apa lagi. Ia mendengkus sekali lagi lalu menyalakan mesin mobilnya dan segera pergi.“Sudahlah, tidak usah kau tangisi pria itu.” Di sudut taman, Jacob tengah menenangkan Stela Wen yang sedang menangisDi bawah pohon beringin, Stela Wen duduk sambil memeluk kedua lututnya dengan kuat.“Satu tahun kita menikah, tega sekali dia berkhianat,” kata Stela Wen dalam isak. “Dia pikir aku apa? Kurang apa aku?”“Kau mungkin tidak memiliki kekurangan. Em ... hanya saja kau itu bodoh.”Di hadapan Stela Wen, berdiri sosok pria berjas hitam dengan kaca mata tersangga rapi di tulang hidungnya yang mancung. Stela Wen yang terkejut, sudah mendongakkan wajah, pun dengan Jacob.“Si-siapa kau?” tanya Stela Wen sesenggukan.“Apa kau sungguh lupa?” Pria itu menyeringai.Jika Stela Wen melihatnya ngeri, Jacob yang penggila pria berpawakan tinggi justru terpesona.“Aku bahkan sangat mengenalmu.” Pria itu berkata lagi.Stela Wen mengusap air matanya sambil berdiri. Ia mencoba mengamati sebagian wajah pria itu yang pandangannya tertuju ke arah jalanan.“Siapa kau?” Stela bertanya lagi.“Kalau kau tidak ingat, ya sudah.” Dia angkat kedua bahu. “Huh, aku bahkan sudah mengetahui segala tentangmu, termasuk bagian dalam tubuhmu.”“A-Apa?” Stela Wen ternganga dan membelalakkan mata, pun dengan Jacob.Sebelum Stela Wen tersadar dan berencana hendak mengejar pria itu, pria itu sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil.“Hei!” teriak Stela hingga tubuhnya mencondong.Mobil itu melaju meninggalkan Stela Wen yang dirundung pertanyaan.***Hari pernikahan pun datang. Stela dan Peter sudah siap dibimbing sang Pendeta untuk mengucapkan ikrar janji suci. Acara digelar dengan sederhana yang hanya menghadirkan pihak keluarga dan tamu bisnis saja.Dari balik kain putih berbahan tutu, Peter bisa melihat wajah Stela yang dirias begitu cantik. Sederhana dan terlihat elegan di padukan dengan gaun putih yang menutupi kedua kaki."Kau sangat cantik," kata Peter. Di balik kain tersebut, Stela hanya tersenyum.Detik berikutnya, pengucapan ikrar janji pun terlontar. Pemasangan cincin bergantian dan riuh tepuk tangan mulai terdengar. Mereka berdua kini sudah sah menjadi sepasang suami istri.Rasa bahagia dan haru, dirasakan semua orang yang hadir. Kedua orang tua Stela dan Peter mereka bahkan sampai tidak sadar menitikkan air mata."Selamat untuk kalian berdua." Kata Jane serasa memeluk mereka berdua.Mereka yang lain pun bergantian memberi ucapan selamat.Pagi berlalu meninggalkan acara sakral yang kini sudah beralih ke rumah s
Bill tidak pernah main-main dengan perkataannya. Menyangkut pelecehan pada Stela, semua bukti sudah ada dan Alex harus berakhir hidup di jeruji besi sesuai dengan ketentuan dari pengadilan. Asal keluarga aman, Bill rela melakukan apa saja.Satu tahun Bill diam tanpa berkomunikasi dengan putri dan cucunya, tak lain karena hanya sekedar ingin membuktikan bahwa keluarga Alex memang buruk. Belum lagi keburukan masa lalunya dengan Muchtar. Semua ada jalan cerita masing-masing."Kau sudah merasa tenang sekarang, bukan?" tanya Peter sambil menunduk menyusuri wajah Stela yang kini sedang bersandar di pundaknya. "Aku akan terus menjagamu sampai kapanpun."Stela mendongak dan tersenyum. "Terima kasih kau sudah datang dalam kehidupanku."Sesaat keduanya terdiam menikmati pemandangan air danau yang jernih nan tenang. Hanya sedikit bergelombang saat beberapa daun kering berjatuhan tertiup angin.Sudah lama Stela tidak berkunjung ke tempat ini. Tiada yang berubah selain bertambah terasa nyaman
"Kau baik-baik saja?" tanya Louis dengan napas masih memburu usai menghajar Alex.Berdiri di samping mobilnya, Stela masih sesenggukan sambil mencengkeram kerah bajunya dengan kuat. Sementara Alex sudah melesat pergi dalam keadaan babak belur."Sebaiknya aku antar kau pulang."Stela terpaksa meninggalkan mobilnya di jalan, ia ikut mobil Louis. Setidaknya bersama Louis lebih aman saat ini. "Di mana rumahmu?" tanya Louis sebelum melajukan mobilnya."Putar balik, rumahku ada di jalan sana," jawab Stela lemas.Louis sesekali melirik Stela yang tengah bersandar sambil memandangi ke luar jendela. Wajahnya masih masam dan ada raut kecemasan.Mobil Louis sudah masuk ke pekarangam rumah Stela sekitar pukul tuju malam. Stela yang masih tertegun, bahkan tidak sandar kalau mobil sudah berhenti di halaman rumah. Pikiran Stela masih melayang-layang teringat akan perbuatan Alex yang begitu keji.Louis turun lebih dulu. Ia memutari mobil lalu berpindah ke pintu samping di mana ada Stela yang
Stela tentunya sangat penasaran dengan apa yang kakek dan keluarga Peter bicarakan, Setela obrolan terakhir dirumah saat makan siang. Saat beberapa menit hampir masuk ke kompleks perumahan, Stela berhenti dulu di pom bensin. Baru saja hendak turun dari mobil, ponsel di dalam tas berdering. Pintu yang sudah terbuka sebagian pun Stela tutup kembali."Nomor siapa ini?" Wajah Stela berkerut heran. Seseorang menelpon tapi nomor tersebut tidak terdaftar di kontaknya."Halo, siapa ini?" sapa Stela kemudian."Temui aku di restoran cepat saji.""A-Angela?" pekik Stela."Tidak usah kaget begitu, aku hanya ingin bicara denganmu."Sambungan terputus, Stela urungkan niat pergi ke toilet dan segera putar balik."Untuk apa dia bertemu denganku?" batin Stela.Tidak mau berpikiran yang macam-macam, Stela terus melajukan mobilnya hingga akhirnya sampai di tempat yang dituju.Setelah mencangklong tasnya, Stela pun bergegas turun dari mobil. Di depan sana, di tempat restoran cepat saji, sepertin
Sepulangnya dari tempat Peter, Stela menceritakan semuanya pada ibu dan kakeknya. Tepat jam makan siang, mereka mengobrolkannya di meja makan, tapi tanpa ada Bowen karena dia sedang sibuk mengurusi panen perkebunannya . Untuk Bill, tentu merasa senang dan langsung setuju jika Stela menikah dengan Peter. Namun, sebagai Ibu yang sempat membuat Stela menderita, Janete tidak langsung mengatakan setuju."Apa kau yakin, Sayang?" tanya Janete khawatir."Belum tahu, ibu," sahut Stela usai meneguk air putih. "Aku hanya merasa nyaman saat bersama Peter.""Kalau kau minta pendapat kakek, tentu saja Kakek setuju," timbruk Bill yang lebih dulu selesai menghabiskan makan siangnya. "Kakek sudah lama mengenal keluarga Peter."Janete kembali ikut bicara. "Bukan ibu tidak merestui, ibu hanya tidak ingin kau sakit hati lagi."Kalimat Janete membuat Stela merasa ragu. Meski selama ini Stela tahu Peter usil, tapi dia sangat baik. Hanya saja, tiada yang tahu bagaimana tentang isi hatinya. Bisakah Pete
Emma kembali dengan tangan hampa. Percuma saja berdebat dengan Louis kalau memang Emma juga bersalah dalam ini. Mulanya Emma pikir Louis mencintainya, tapi saat melihat murka dan penjelasan Louis, ya, menang semua hanya permainan belaka. Tidak jauh berbeda seperti saat pertama Emma kembali pada Alex.Sudah sampai di rumah, ruangan nampak sepi. Lampu-lampu juga sudah dimatikan. Ketika masuk ke dalam kamar, Alex masih belum ada di sana. Emma yakin Alex masih berada di kamar lantai dua.Hati rasanya dongkol, tapi Emma tidak berani berbuat apa-apa saat ini. Jika mendekat, Alex mungkin saja akan kembali mengamuk.Di tempat Louis, Chloe sudah keluar dari persembunyiannya. Wajahnya masih terlihat masam seperti saat pertama tadi baru ke sini."Kau sudah tahu alasan kenapa aku bersama Emma kan?" kata Louis coba menjelaskan.Chloe tersenyum kecut. "Jika semua atas nama dendam, apa harus sampai kau bercinta dengannya?""A,aku …" Louis mendadak diam."Katakan saja kau menikmati saat itu,"