Share

MERTUA TOXIC

Author: Sri_Eahyuni
last update Last Updated: 2024-03-28 19:54:24

Tiga kunci dalam pernikahan ialah senyum istri, do'a istri dan keikhlasan istri.

Senyum istri adalah Rezki suami, do'a istri itu kesalamatan suami sedangkan keikhlasan hati istri adalah kunci suksesnya seorang suami.

Maka dari itu janganlah seorang suami menyia-nyiakan bidadari yang sudah engkau pilih sebagai pelengkap hidupmu.

--------

"Sayur mayur, murah meriah..!" teriak penjual sayur yang sudah datang. Ibu-ibu segera menghampiri tak ketinggalan juga, bu Fatma.

"Kalian lihat deh si Mira, dia itu jorok banget masa baju kotor seperti itu di taruh di kursi," ucap bu Fatma dengan suara yang sengaja di keraskan.

"Eh iya, iya. Nggak nyangka ternyata Mbak Amira jorok banget orangnya," balas salah satu ibu-ibu itu.

Amira yang mendengar bahwa dirinya di bicarakan mengurungkan niat untuk berbelanja. Hatinya terasa kesal, capek, dan sakit bercampur aduk menjadi satu.

Hidup berdampingan dengan ibu mertua yang toxic tidaklah mudah. Selama empat tahun Mira memendam perasaan sedihnya sendiri, saat ia mengeluh kepada sang suami pasti Irfan akan membalas, "Maklum orang tua memang seperti itu".

Saat membersihkan rumah, tepat di bagian rak sepatu Mira tak sengaja menemukan uang di dalam sepatu Irfan yang sudah jarang dipakai.

"Uang! Banyak sekali, astaga," gumam Mira dengan kedua mata yang melotot.

"Ini pasti uangnya bang Irfan. Bisa-bisanya dia menyimpan uang di sini kalau di gondol tikus bagaimana coba," gumamnya lagi. Saat Mira menghitung lembaran uang merah itu ternyata ada sepuluh lembar. Selama menjadi istrinya Irfan, dirinya belum pernah memegang uang sebanyak itu.

"Bolehlah aku jadi tuyul di rumah sendiri?" Mira menyeringai licik. Ya, ia tahu apa yang harus di lakukannya.

Amira tidak bisa menahan senyum nakal yang melintas di pikirannya. Rasa penasaran dan kegembiraan campur aduk dalam dirinya, ia tidak menyangka akan menemukan uang sebesar itu di dalam sepatu Irfan. Pikiran-pikiran jahil mulai terbesit dalam benaknya, ide nakal untuk mengejutkan suaminya itu terus menggelitik di dada.

Tanpa ragu lagi, Amira segera menyembunyikan uang tersebut di tempat yang aman. Kemudian, ia memutuskan untuk berpura-pura tidak mengetahui apa pun tentang uang tersebut.

Sore hari setelah memandikan Celin dan memakaikan baju, badan Mira terasa kaku punggungnya terasa pegal. Ia memilih merebahkan tubuhnya di kursi sofa sebentar dan memejamkan kedua mata untuk menikmati rasa sakitnya. Setelah sakitnya mereda ia berencana akan segera mandi sebelum Irfan pulang.

"Amira..!" Terdengar lengkingan yang begitu keras membuat Mira yang baru saja memejamkan mata terlonjak kaget.

"Tidur terus kerjaanmu!! Lihat ini rumah bagaikan kapal pecah, aku baru pulang kerja badan rasanya capek sampai rumah bukannya senang justru kepalaku semakin pening melihat rumah dari pagi sampai sore sangat berantakan, kamu malah enak-enakkan ngebo terus!!" Maki Irfan di ambang pintu. Raut wajahnya memerah seperti menahan amarah dan emosinya yang sangat besar, rahangnya juga terlihat mengeras tanda bila lelaki itu sudah di puncak kemarahan.

Amira segera membuka mata dan duduk untuk mengumpulkan nyawanya, ia baru sadar ternyata ketiduran, sebelum memandikan putrinya rumah sudah bersih. Namun ternyata saat ia tertidur Celin memberantakkan lagi semua mainannya. Sungguh ia tak bisa berkata-kata apalagi, badannya terasa capek sekali setelah seharian mengurus rumah dan mengurus anak yang lagi aktif-aktifnya.

"Mira, mana makanan reques abang?! Abang kan minta di masakin rendang kenapa yang ada cuma mie instan." Teriak Irfan dari dapur. Rupanya ia mengomel sembari melangkah menuju dapur untuk mencari makan.

"Sama saja, Bang, itu mie juga rasa rendang kok," balas Mira. Ia segera bangkit dari duduknya meski kepala terasa berputar dirinya tetap membereskan mainan Celin.

Bruak....

Mira sungguh shock saat piring berisi mie goreng rasa rendang itu dilemparkan ke arahnya. Piring itu pecah dan mienya tercecer kemana-mana, untung saja pecahan piring itu tak mengenai tubuhnya ataupun tubuh Celin.

"Seharian ngapain saja kerjaan kamu, masak nggak becus, merawat diri juga nggak pecus. Ngaca sana lihat tubuhmu yang kumal dan rambut yang acak- acakkan di tambah lagi bau keringat kamu, bikin aku mual dan semakin jijik denganmu!" bentak Irfan. Amira tak kuasa membendung air mata, ia menangis terisak.

"Makan tuh rendangmu!!" ujar Irfan menginjak mie rendang dengan sepatunya dan menendang mie itu hingga mengenai wajah sang istri.

"Keterlaluan kamu, Bang," balas Mira. Namun Irfan sama sekali tak merasa iba dan ia bergegas masuk ke dalam kamar.

Seharian ini Mira belum sempat mandi, apalagi sekedar menyisir rambut ia tak sempat. Celin yang begitu aktif tak bisa berdiam diri, selalu ada saja tingkah Celin yang membuat sang Ibu kawatir dan tak bisa meninggalkannya walau sekedar untuk mandi. Bahkan perut Mira pun berbunyi keroncongan, ia belum sempat makan siang karena lupa.

Tadi pagi Amira tak jadi belanja setelah mendengar omongan Ibu mertuanya yang menyakitkan. Maka dari itu ia memutuskan untuk membeli mie instan saja, saat akan memasak kebetulan gas juga habis. Mau tak mau ia memasaknya dengan magicom. Sambil berlinangan air mata Amira membersihkan mie yang kotor itu dan membuangnya ke tempat tong sampah.

"Abang mau kemana??" tanya Mira. Ia heran saat melihat Irfan sudah rapi dan wangi sembari membawa kontak motornya.

"Mau keluar cari angin, sumpek dan mual aku di rumah terus!" jawab Irfan dengan ketus. Ia sama sekali tak memandang sang istri yang masih terisak.

"Ya- Yah, itut. Yah... itut," rengek Celin. Anak kecil itu mengulurkan kedua tangannya meminta di gendong sang ayah. Namu Irfan dengan tega tak memperdulikan tangisan dan rengekan Celin.

Amira sama sekali tak tahu Irfan akan pergi kemana, padahal ia berharap Irfan mau menjaga Celin walau hanya sebentar supaya dirinya bisa segera mandi. Amira memilih menenangkan Celin yang masih menangis dan memberikan susu formula agar tangisnya mereda.

"Dedek Celin yang cantik di sini sebentar ya jangan ke mana-mana, Bunda mandi sebentar ya," ujar Mira. Tangis Celin sudah mereda dan ia juga sudah tenang kepada setelah mengedot dan menonton kartun upin dan ipin di televisi.

Saat dirasa Celin sudah anteng, Mira bergegas menyambar handuk dan membawanya ke kamar mandi. Ia akan segera mengguyur tubuhnya dengan air dingin agar pikirannya juga menjadi dingin.

Huaa.... hua....huawaaa..

Baru saja Amira mengguyur tubuh sudah terdengar tangisan Celin yang begitu keras. Ia segera memakai sabun dengan cepat dan mengguyurnya dengan air lagi, setelah itu ia bergegas keluar setelah menutup tubuhnya dengan handuk.

"Astaga, Sayang, kamu ngapain lagi sih..." ucap Mira. Ia berlari menghampiri Celin yang sedang menjerit kesakitan.

"Celin..!" panggil Mira. Panik, itulah yang dirasakan Mira saat tubuh putrinya tak terlihat namun tangisnya terdengar begitu menyayat hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Part Ending

    "Raka, kamu beneran ngasih ini semuanya buat kami?" tanya Amira setelah ia melihat mas kawin yang diberikan suaminya."Iya, Mir. Semuanya buat kalian, dan masih banyak lagi yang akan aku berikan buat kalian salah salah satunya kasih sayang," balas Raka."Masya Allah, Raka. Aku enggak meminta harta yang berlimpah, aku hanya meminta kasih sayang dan tanggung jawabmu, tetapi kenapa kamu memberiku sebanyak ini. Dari mana kamu dapatkan ini, Rak? Bahkan kamu bisa menyiapkan semuanya sebaik ini. Apa jangan-jangan kamu keluarga Sultan?" tanya Amira dengan kedua mata yang berkaca-kaca.Setelah selesai akad mereka naik ke atas panggung untuk sesi pemotretan dan lainnya."Iya, semua yang mengurus orang-orangku dari Bali. Hartaku di Bali sangat berlimpah dan aku yakin tidak akan habis di makan tujuh belas turunan. Kamu jangan ngomong kayak gitu, kamu dan anak-anak segalanya untukku. Jadi milikku juga jadi milikmu," ucap Raka menghapus air mata Amira yang mulai berjatuhan."Jangan nangis, Mir. Nan

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Ikatan Baru

    Hari Minggu yang dinanti akhirnya tiba. Di sebuah ruangan dengan cermin besar berhias lampu, Amira duduk tenang, matanya menatap pantulan wajah yang perlahan berubah semakin memukau di tangan MUA terbaik yang telah dipilih oleh anak buah Raka. Jemarinya yang halus menyentuh gaun yang menjuntai indah, seolah merasakan kehangatan hari istimewa yang sudah di depan mata.Sementara itu, di sudut lain ruangan, Celine, putrinya yang ceria, tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Gadis kecil itu duduk dengan riang saat dirinya dipakaikan gaun yang membuatnya tampak seperti seorang putri dari negeri dongeng. Senyumnya mengembang, matanya berbinar, membayangkan momen di mana ia akan berjalan di samping Amira, dan akhirnya, memiliki seorang ayah. Hari ini bukan hanya hari untuk Amira, tapi juga untuk Celine, yang merasa dunia kecilnya kini lengkap dan penuh cinta.Jantung Amira berdegup semakin cepat seiring waktu berlalu. Pernikahan kali ini terasa jauh lebih mendebarkan dibandingkan sebelumnya

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Amira Mendapat Cemoohan

    Pikiran Raka melayang-layang di dalam kecemasan, keluarganya di Bali, terutama Ajik dan Biyang—ayah dan ibunya, punya pandangan yang sangat tradisional tentang pernikahan. Status Amira sebagai seorang janda membuat segalanya terasa lebih sulit.“Halo, Bli. Saya sudah menyampaikan pesan kepada Ajik dan Biyang,” suara Pak Wayan terdengar dari seberang sana, tenang namun sedikit berat.Raka terdiam sejenak, mencoba meredakan degup jantungnya yang semakin cepat. “Bagaimana keputusan mereka, Pak?” tanyanya, tak mampu menyembunyikan kegugupannya.Di seberang telepon, Pak Wayan terdiam beberapa saat. Keheningan itu semakin membuat Raka gelisah. Ia tahu betul betapa keras kepala keluarganya dalam urusan pernikahan. Seandainya Amira tidak mendapat restu hanya karena statusnya, ia sudah bertekad tidak akan pernah kembali ke Bali—tanah kelahirannya yang selama ini ia jaga dalam hati.“Ajik dan Biyang setuju, Bli,” akhirnya Pak Wayan berbicara, suaranya terdengar lebih ringan. “Mereka sudah meres

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Cahaya Di Tengah Perjuangan

    Amira menarik napas dalam-dalam. Rasa haru memenuhi dadanya. Setiap kata yang diucapkan Raka menyentuh hatinya, meski keraguan masih bergelayut di pikirannya. Dengan Bismillah, ia akhirnya berkata, "Iya. Aku."Raka tersenyum lebar, matanya berbinar penuh kegembiraan. "Alhamdulillah, terima kasih, Mira. Terima kasih sudah mau menerimaku. Jujur, aku merasa hidupku kembali berwarna sejak bertemu kamu."Amira tersenyum tipis, "Aku juga bersyukur bisa ketemu sama kamu." Mereka saling tersenyum dan menatap satu sama lain, seakan-akan dunia di sekitar mereka menghilang. Hanya ada mereka berdua, tenggelam dalam keheningan yang penuh makna, seolah-olah waktu berhenti dan semua yang mereka butuhkan hanyalah kehadiran satu sama lain."Aku mau kita menikah Minggu depan ya, aku udah enggak sabar ingin menghalalkanmu, Mir," ujar Raka serius."Hah! Kamu beneran? Nikah itu bukan permainan, Rak, kita harus mengurus ini itu dan banyak hal yang harus di urus. Paling tidak dua bulanan lah," balas Amira.

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Keputusan Di Senja Hari

    Setengah jam kemudian mereka sudah sampai di parkiran pelataran gedung bioskop. Mereka berempat akhirnya turun dan masuk ke dalam gedung.Suasana lumayan ramai, kebanyakan pengunjung para muda-mudi dan para keluarga kecil yang ingin mencari hiburan di tempat ini.Raka segera membeli tiket. Setelah itu, tak lupa ia juga membeli cemilan untuk teman mereka nonton sebentar lagi. Kini dua popcorn berukuran jumbo dan empat minuman sudah berada di tangan mereka.Mereka bergegas masuk ke dalam studio yang sebentar lagi akan menayangkan film yang diinginkan Celine dan Kenzo. Mereka langsung mencari tempat duduk yang tadi sudah di pesan, tempat duduk di bagian tengah. Lokasi ternyaman di ruangan ini.Mereka berempat duduk di kursi tersebut. Celine dan Kenzo di tengah, Celine di sebelah kiri Raka sedangkan Kenzo di sebelah kanan sang bunda. "Aku udah enggak sabar, Om, nonton filmnya," ujar Celine."Iya, ini sebentar lagi mau di putar. Sabar ya," balas Raka sembari mengusap pucuk kepala Celine d

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Dalam Dekapan Kebersamaan

    Raka serta Amira dan Kenzo menjemput Celine ke sekolah. Mereka berencana untuk jalan-jalan dan makan bersama. Raka mengendarai mobil Amira menuju sekolahan Celine. Raka memutar kemudi perlahan, lalu menepikan mobil di bawah bayangan pohon besar yang menaungi gerbang sekolah. Cuaca siang itu terasa hangat, namun teduh karena dahan pohon yang melindungi dari teriknya matahari. Amira menghela napas ringan saat melihat anak-anak mulai berlari ke arah gerbang, beberapa diantaranya tersenyum lebar menyambut orang tua mereka. “Kita sudah sampai,” ujar Raka seraya mematikan mesin mobil. Ia memandang sekilas ke arah Amira yang tampak sibuk menatap keluar jendela. "Ya, akhirnya. Semoga Celine segera keluar," jawab Amira sambil membuka pintu mobil. Suaranya terdengar lembut, namun ada sedikit nada kelelahan. Sedangkan Kenzo anteng duduk di kursi barisan kedua sambil makan permen lolipop. Begitu Amira menginjakkan kaki di trotoar, angin segar menyapu wajahnya. Ia memicingkan mata, mencoba me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status