MasukMaxim mengabulkan permintaan Margaret untuk menemui Neneknya dan meminta maaf. Kedatangan Maxim di Yards bersama Logan, disambut dengan was-was oleh Erika dan Bellinda saat ini. Dua wanita tua itu terlihat khawatir dengan kedatangan Maxim yang tidak mereka duga-duga. Dan yang jelas, tidak ada Mergaret bersamanya. "Ada perlu apa, Anda datang kemari?" Bellinda berucap pelan, wanita itu menatap sayu pada Maxim yang duduk di sofa di hadapannya. Maxim menatap tenang dua wanita itu. "Kedatangan saya ke sini karena permintaan Margaret," jawab Maxim. "Dia ingin meminta maaf pada Nyonya." Bellinda tertunduk sedih. "Ya," jawabnya kecewa. Tatapan Maxim yang dingin dan wajahnya yang datar seperti tembok membuat siapapun gemetar dengan ekspresi itu."Saya tidak tahu apa saja yang Anda katakan pada Margaret malam itu. Tetapi, saya menemukannya saat gadis itu hendak lompat dari atas jembatan sungai Luere," jelas Maxim menceritakan pada mereka berdua. "Dia berkata, lebih baik dia mati, daripada
Maxim membawa Margaret kembali pulang bersamanya. Sepanjang perjalanan pulang, Margaret hanya menangis dan tidak menceritakan apapun padanya. Setelah sampai di rumah, Kepala Pelayan Letiti segera merawat Margaret dengan baik. Ia menggantikan pakaiannya dengan baju hangat, baru setelah itu, Margaret berbaring dan diam di atas ranjang kamar. "Kau masih merasa dingin, Sayang?" tanya Maxim, laki-laki itu duduk di tepi ranjang dan mengusap kening Margaret yang terasa panas.Gadis itu tidak menjawab sama sekali, tatapannya tampak kosong memalingkan wajah dari Maxim. Perlahan, Maxim berbaring di sampingnya dan memeluk Margaret dengan hangat. "Sayang, Nenek sedang emosi. Jangan kau dibawa hati," bisik Maxim. "Dia sangat menyayangimu, karena itu Nenek sampai semarah ini padamu." Margaret meringkuk dan menangis. "Aku tidak punya siapa-siapa lagi bila Nenek membenciku, Maxim... Nenek masih berduka atas kematian Mama, bagaimana bisa aku justru hamil anak dari orang yang masih satu keluarga d
Sementara di tempat lain, Maxim panik sepeninggal Margaret. Ia bangun dalam keadaan tiada Margaret di sampingnya. Maxim bertanya pada semua orang, ia juga marah pada Nyonya Letiti—Kepala Pelayan yang sudah bekerja bersama keluarga Valdemar sejak Maxim masih bocah. Maxim memarahi wanita itu karena ia anggap Nyonya Letiti ceroboh tidak mengunci pintu rumah. Tapi Maxim tidak diam saja. Ia pergi ke Yards dan berharap bisa menemukan Margaret dalam keadaan baik-baik saja di sana. "Kita sudah sampai, Tuan," ucap Logan. Maxim membuka pintu mobilnya. Laki-laki itu juga membuka payung yang ia bawa, memperhatikan sekitar di mana tempat itu masih sangat sepi dan hari hampir gelap, belum lagi hujan yang turun cukup deras. Maxim berjalan masuk ke dalam pekarangan rumah tua itu. Ia berjalan naik ke tangga teras dan mengetuk pintu kayu rumah itu. "Sebentar..." Suara seseorang terdengar di sana. Pintu kayu berwarna cokelat itu pun terbuka. Bibi Erika yang membukanya, tercengang melihat siapa y
Udara terasa sangat dingin begitu Margaret tiba di Yards. Ia yang pulang tanpa membawa apapun, bahkan uang yang ia kantongi hanya cukup untuk biaya pulang dan pergi. Margaret merasa sekujur tubuhnya gemetar saat gadis itu berdiri di depan gerbang kayu di Neneknya. Ia membuka gerbang itu perlahan dan berjalan mendekati teras rumah dengan wajah sendu dan juga rasa takut di dalam hatinya. "Selamat sore, Bibi Erika..." Margaret mengetuk pintu dan memanggil seseorang di dalam rumah itu. "Bi, ini aku, Margaret!" ujarnya lagi, memanggil lebih keras. Pintu kayu oak itu pun terbuka. Bibi Erika tercengang melihat kedatangan Margaret yang tiba-tiba. Tetapi bukan itu yang membuatnya tercengang dengan mata melebar. Tetapi wajah Margaret yang masih dipenuhi luka lebam. "Nona ... astaga, apa yang terjadi?!" Bibi Erika menjatuhkan ember kayu berisi rasberi di tangannya. Kedua telapak tangannya menangkup kedua pipi Margaret yang memerah karena dinginnya udara di sana. "Apa yang terja
Maxim kukuh melarang Margaret pulang kembali ke Yards. Meskipun Margaret sudah bersikeras, tapi laki-laki itu tetap menahannya. Sepanjang malam, Margaret tidak bisa tidur dengan nyenyak. Gadis itu tidur hanya sesaat sebelum terbangun lagi dan lagi. Dari pukul dua dini hari, hingga kini pukul setengah enam pagi, gadis itu tetap terjaga. Ia beranjak bangun dari atas ranjang dan duduk diam termenung. "Nenek..," lirih Margaret, ia merasa sesuatu yang kosong di dalam hatinya. Gadis itu menoleh pada Maxim yang masih tertidur di sampingnya. 'Maxim, kenapa kau terus melarangku pergi? Bagaimana kondisi Nenek saat ini, kalau Dokter Hanes saja diusir oleh Nenek?' Kepala Margaret terasa sangat pusing memikirkannya. Gadis itu meraih ponsel miliknya dan berjalan keluar meninggalkan kamarnya. Margaret berjalan menuruni anak tangga, ia berdiri di pertengahan lengkungan tangga. Dari jendela melengkung besar di hadapannya. Di balik kaca tebal itu, terlihat pemandangan indah desa Yards dari jauh
Hari telah berganti malam. Margaret merasa senang tinggal di rumah baru ini. Selain rumah yang megah dan hangat, ternyata Maxim juga membawa Kepala Pelayan Letiti di sana. Malam ini, Margaret tengah menghabiskan makan malamnya. Ditemani oleh Pelayan Letiti yang berdiri di sampingnya. "Di mana Maxim? Kenapa tidak makan malam?" tanya Margaret menatap wanita setelah baya di sampingnya. "Tuan masih menunggu tamunya, Nyonya," jawab wanita itu. "Katanya, Dokter Hanes akan ke sini malam ini." Dokter Hanes? Dokter yang memeriksa Nenek? Margaret langsung menghentikan kegiatan makan malamnya saat itu juga. "Apa dia sudah datang?" "Belum, Nyonya." Setelah itu, Margaret kembali melanjutkan makan malamnya. Margaret juga ingin tahu perkembangan kondisi kesehatan Neneknya meskipun sulit baginya untuk datang ke sana. Usai menyelesaikan makan malamnya, Margaret berjalan perlahan mendekati ruangan kerja Maxim di lantai satu. Gadis itu berjalan tanpa suara ke arah pintu yang sedikit ter







