LOGIN"Sialan! Bagaimana bisa gadis bodoh itu justru melindungi Maxim! Istrimu itu benar-benar bodoh, Dav!" Teriakan keras itu terdengar dari arah ruangan keluarga. Brian sangat marah setelah mendengar kabar kalau Marieana masuk ruang sakit karena luka tusuk akibat melindungi Maxim dari seseorang yang ingin menyerang Maxim. Orang itu adalah orang suruhan Brian. Padahal, Brian dan Arzura sudah bersiap menerima kabar bahagia tentang kematian Maxim, tetapi nyatanya justru Marieana yang melindungi Maxim. "Marieana memang gadis bodoh! Kalau dia tidak melindungi Maxim, pasti Maxim sudah mati dan kita bisa menikmati harta keluarga ini!" seru Arzura. "Semua ini gara-gara Marieana!" Sebagai seorang suami Marieana, David hanya diam dengan wajah sebal. Ia ikut kesal seperti apa yang orang tuanya rasakan. Karena David juga sempat menantikan harta keluarga Valdemar ini, jatuh ke tanganmu dengan kematian Maxim. Tetapi, pria itu sampai sekarang tetap masih hidup berkat Marieana yang menyelamatkann
Sesampainya di rumah sakit, dokter langsung menangani Marieana di dalam sebuah ruangan khusus. Sementara Maxim menunggu di luar ruang pemeriksaan bersama Logan. Maxim menatap mantel hangat berwarna merah muda milik Marieana yang kotor akan cairan merah segar. Raut wajah Maxim tampak sedih, marah, dan khawatir yang tidak kunjung usai. "Semoga kau baik-baik saja, Marie," ucap Maxim, ia berdiri menyandarkan kepalanya pada dinding. Logan berjalan mendekati Maxim setelah ia menerima panggilan telfon dari orang-orang Maxim. "Tuan, saat ini pelakunya sudah tertangkap dan sudah berada di kantor polisi. Saya akan ke sana untuk terus mengurus tindakan selanjutnya," ujar Logan. Wajahnya mengeras dalam hitungan detik. "Pastikan orang itu mengaku tentang apa tujuannya, dan siapa yang telah membayarnya untuk menghabisiku!" perintah Maxim. Logan mengangguk. "Baik, Tuan," jawabnya. "Saya akan segera menghubungi Tuan nanti." "Pergilah!" seru Maxim. Tanpa menjawabnya lagi, Logan pun be
Marieana mendatangi kantor milik Maxim. Dengan langkah terburu-buru ia berjalan menuju ke ruangan CEO. Namun, saat Marieana membuka pintu, Maxim tidak ada di dalam sana. Hanya ada Logan yang kini tampak terkejut dengan kemunculan Marieana. "Nona Marieana?" sapa Logan dengan ekspresi terkejut. Marieana berjalan mendekati Logan dengan ekspresi cemas. "Di mana Paman Maxim?" tanyanya. "Tuan Maxim sedang ada pertemuan dengan kolega dari luar kota, Nona," jawab Logan. "Antarkan aku ke sana sekarang juga!" seru Marieana. "Ayo, Logan!" Logan kebingungan, namun ia tidak bisa menolak perintah Marieana karena gadis itu adalah gadis kesayangan Tuannya. Mau tidak mau, Logan mengantarkan Marieana ke tempat di mana Maxim berada. Sepanjang perjalanan, Marieana tampak sangat cemas. Dia juga tidak mengatakan alasan apapun pada Logan. Gadis itu mengepalkan jemari kedua tangannya menjadi satu, dan berdoa sepanjang jalan. "Apa ada hal buruk yang terjadi, Nona?" tanya Logan melirik Mariean
Udara dingin melingkupi tubuh Marieana. Gadis itu Masih bergelung dengan selimut tebal yang membungkusnya. Suara lonceng angin di depan jendela kamar bergemerincing merdu, mengusik tidur tenang Marieana hingga membuat gadis itu terbangun. Marieana mengulurkan tangannya meraba-raba ruang kosong di sampingnya. "Maxim..." Gadis itu membuka kedua matanya dan ia tidak mendapati Maxim di sana. Rasanya seketika hampa. Marieana perlahan-lahan bangun dan duduk di atas ranjang. Ia menatap tubuhnya yang tidak lagi lagi polos, tengah malam tadi, Maxim membangunkannya dan membantunya kembali memakai baju agar tidak kedinginan. Marieana bergeming menatap pemandangan langit putih di luar, dari jendela paviliun. "Pria itu... musuh yang sangat mencintaiku," ucap Marieana lirih. Marieana menyentuh perutnya yang rata. Masih terbayang-bayang jelas bagaimana Maxim mengusap perutnya dan berkata hanya anaknya lah yang akan tumbuh di dalam rahimnya. Itu semua terdengar lucu, namun juga men
Marieana tercengang mendengar ucapan Maxim. Bahkan usapan telapak tangan itu masih bergerak lembut di atas perutnya. Maxim kembali mengecup wajah Marieana sebelum pria itu berbaring di sampingnya dan memeluknya dari samping saat Marieana memiringkan tubuhnya. 'Hamil...' Kata-kata itu menggetarkan batin Marieana. Gadis itu tertunduk dan menyentuh punggung tangan Maxim, menghentikan elusan lembut di perutnya. Maxim tidak tahu bila Marieana sengaja meminum obat untuk menunda kehamilan. Ia sengaja melakukannya, karena hamil tidak pernah ada dalam misinya. Tetapi, bila Marieana tidak memikirkannya sejak awal, mungkin saat ini ia memang sudah benar-benar hamil anak Maxim, mengingat selama mereka melakukannya, Maxim seolah-olah sengaja ingin Marieana hamil anaknya. "Tidurlah," bisik Maxim mengecup pelipis Marieana. "Kau jangan ke mana-mana," bisik Marieana. "Tidak, Sayang." Pria itu mengecup punggung putih Marieana dan menarik tubuh kecil itu hingga punggung Marieana menempel
"Aku tidak tahu, tiba-tiba saja David mendesakku untuk segera hamil. Dan dia sangat marah padaku, Paman..." Marieana menyandarkan kepalanya pada dada bidang Maxim dan duduk di pangkuan pria itu dengan kedua kakinya yang melingkari tubuh kekar Maxim. Marieana menggigit ibu jarinya dan meringkuk dalam pelukan Maxim. "Entah bujukan siapa, sampai-sampai dia sampai mendesakku seperti tadi. Padahal dia sendiri yang memintaku untuk tidak hamil dan tidak punya anak. Tapi begitu aku bilang kalau aku keberatan, dia langsung memakiku, dia bilang aku istri yang tidak berguna. Dan ... dia juga mengatakan apa manfaatku di rumah ini." Marieana membenamkan wajahnya pada dada Maxim. "Jadi, selama ini aku dianggap apa di sini? Betapa tidak bergunanya aku di sini, Paman..." Mendengar cerita Marieana, wajah Maxim berubah mengeras. Dekapannya pada Marieana kian mengerat, pria itu menundukkan kepalanya dan mengecup pucuk kepala gadis itu. "Kau tidak bersalah, Marie. Kau berhak memilih keputusan







