Share

Mimpi Buruk

Kayla

Aku tak bisa berkata-kata saat bertemu dengan keluarganya Mas Akmal. Mereka semua sangat baik. Terlihat sekali jika Mas Akmal begitu disayang oleh seluruh keluarganya. Mereka tampak begitu berbahagia dengan pernikahan kami. Mereka bahkan mendoakan semoga aku segera mempunyai momongan.

Jantungku rasanya sakit sekali mendengar harapan mereka. Segera punya momongan? Tidak mungkin aku bisa punya momongan karena Mas Akmal menikahiku bukan karena cinta. Aku yakin dia tidak akan pernah menyentuhku, wanita yang tidak dia inginkan masuk ke dalam hidupnya.

Sekitar pukul delapan malam, semua keluarga mas Akmal pamit pulang. Mama dan papa yang datang belakangan juga ikut pulang bersama semuanya. Saat kutanya mengapa papa dan mama tidak menginap saja, papa dan mama hanya tersenyum. Papa sambil tersenyum kikuk mengatakan bahwa mereka tidak ingin mengganggu malamku bersama Mas Akmal. Karena itulah mereka memilih untuk pulang. Aku hanya bisa tersenyum tipis saat mendengarnya. Sementara Mas Akmal diam tak menjawab gurauan Papa dan Mama.

Saat aku hampir selesai membersihkan rumah, tiba-tiba ku lihat Mas Akmal sudah berganti pakaian. Ia tampak begitu rapi dengan kaos warna hitamnya. Di lengannya terlampir sebuah jaket.

"Mas Akmal mau ke mana?" tanyaku penasaran.

Mas Akmal menatapku namun tak menjawab pertanyaan ku. Ia hanya melangkah mendekati bufet dan mengambil kunci mobilnya. Tanpa mengatakan apa-apa, Mas Akmal menuju pintu depan. Cepat-cepat aku menyusulnya. Ku pegang lengan kirinya hingga ia berhenti dan menatapku.

"Apa?" tanyanya dengan dingin.

"Mas mau ke mana? Mas ingin meninggalkan aku di rumah sendirian?" tanyaku tanpa melepaskan pegangan ku di lengannya.

"Bukan urusanmu!" jawab Mas Akmal sambil berusaha menepis kedua tanganku yang memeganginya.

"Mas! Aku masih baru di rumah ini. Aku takut sendirian di rumah sebesar ini!" ucapku meminta sedikit pengertian darinya.

"Itu bukan urusanku. Kamu mau takut atau tidak, aku tidak peduli." jawabnya dengan nada mengejek.

"Aku mohon, Mas! Lagi pula ini sudah malam. Mas Akmal mau ke mana malam-malam begini?"

Aku mencoba membujuk Mas Akmal supaya tidak pergi. Dengan sekuat tenaga aku memegangi tangannya. Aku tak peduli meskipun Mas Akmal terlihat kesal karena aku memeganginya. Aku tidak ingin dia meninggalkan ku sendirian di rumah besarnya ini.

"Lepas, Kayla!" ucapnya dengan suara yang menahan geram. Aku menggeleng.

"Kayla!!" panggilnya dengan suara keras. Tapi aku bergeming, mengabaikan seruannya sambil menunduk. Aku tidak berani menatapnya.

"Ck..!!" aku mendengar mas Akmal berdecak. Lalu ku rasakan tangan kanannya menyentuh belakang kepalaku hingga membuatku tertarik ke arahnya. Saat ku sadari, Mas Akmal sudah mencium bibirku. Membuatku secara tak sadar melepaskan pegangan tanganku dari lengan kirinya.

Kesempatan itu dimanfaatkan Mas Akmal untuk menghindari ku. Setelah ciumannya terlepas, ia membuka pintu depan dan melenggang meninggalkanku yang masih tak bergerak di tempatku. Saat kesadaranku pulih, Mas Akmal sudah menyalakan mobilnya. Aku mencoba mengejar, tapi mobil yang dikendarai Mas Akmal sudah melaju meninggalkan halaman rumah.

Aku hanya menghela napas menatap petugas satpam yang menutup pintu gerbang. Aku kembali masuk ke dalam rumah. Sambil terus menghela napas, aku menatap sekeliling. Rumah ini sangat mewah dan besar, tapi sangat sepi. Aku tidak akan bisa tidur di rumah sebesar ini. Tempat ini benar-benar asing bagiku. Saat memikirkan hal itu, tiba-tiba tubuhku terasa berat saat aku meneruskan pekerjaanku yang tertunda. Aku membereskan perkakas yang tadi sudah selesai aku cuci ke dalam rak piring.

Setelah selesai, aku hanya duduk di meja pantry. Menghela napas lagi. Jika ibu ada, ibu pasti akan mengusap punggungku saat melihatku lesu seperti ini. Jantungku berdebar saat mengingat sosok ibuku. Tiba-tiba aku rindu pada beliau.

Ku perhatikan jam dinding. Pukul sepuluh malam. Masih ada waktu. Ibuku biasanya sudah tidur, tapi aku sangat ingin meneleponnya. Ku harap ibu belum tidur.

Aku meraih ponselku yang tadi ku letakkan di samping rak makan. Ku cari nomor telepon ibu di daftar panggilan terakhir dan memencet tombol dial. Hubungan tersambung. Tak lama aku bisa mendengar suara ibu di telepon.

"Assalamu'alaikum, Kayla!" terdengar suara ibu mengucapkan salam. Aku tersenyum lega mendengarnya.

"Wa'alaikumussalam... Ibu belum tidur?" Tanyaku lembut.

"Belum, Kayla. Ibu tidak bisa tidur."

"Ibu kenapa? Kok tumben ibu susah tidur begitu?" tanyaku penasaran.

"Hari ini ibu bahagia sekali, Kayla. Suamimu benar-benar sangat baik kepada keluarga kita."

Ucapan ibu sangat mengagetkan aku. Mas Akmal baik? Apa yang sudah dilakukan suamiku kepada ibu sampai beliau begitu bersyukur?

"Me-memangnya Mas Akmal melakukan apa, bu?" tanyaku penasaran.

"Tadi siang, pihak sekolahnya Kamal dan Kemal menghubungi ibu. Katanya, semua biaya sekolah kedua adikmu sudah di bayar lunas oleh nak Akmal."

"Huh? Mas Akmal melakukan itu?" tanyaku tak percaya.

"Bukan hanya itu, Kayla. Tadi siang juga ada tukang bangunan datang menemui ayah. Mulai besok rumah kita kan direnovasi. Semua bahan bangunan yang dibutuhkan untuk keperluan renovasi sudah dibelikan oleh suamimu. Ya Allah, Kayla. Ayah dan ibu tidak pernah menyangka suamimu akan melakukan hal seperti ini kepada kami."

Mendengar ucapan ibu, dadaku rasanya sesak. Aku ingin sekali menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi pada pernikahanku. Tapi mendengarkan pujian ibu kepada suamiku membuat lidahku kelu. Aku tidak mungkin menghancurkan kebahagiaan ayah dan ibu.

"Mbak Kayla!!" terdengar dua suara di balik telepon mengagetkanku. Aku tersenyum mendengar suara kedua adik laki-laki ku.

"Kamal! Kemal! Kok belum tidur? Ini sudah larut. Besok sekolah kan?" tanyaku lembut menegur adik kembar ku.

"Mbak Kayla! Mbak Kayla! Aku dan Kemal tadi pulang sekolah di jemput pakai mobil!" seru Kamal dengan semangat mulai bercerita.

"Di jemput mobil?"

"Iya, mbak. Katanya suruhannya mas Akmal. Habis itu aku sama Kamal di ajak ke toko sepatu. Aku dan Kamal dibelikan sepatu sama tas." kali ini Kemal yang bercerita.

"Kalian berdua?"

"Iya, mbak. Bukan itu saja. Mas Akmal juga membelikan kami sepeda. Satu buat aku dan satu lagi buat Kemal. Mulai sekarang aku sama Kamal bisa ke sekolah naik sepeda."

Mendengar penuturan kedua adikku, aku tidak bisa berkata-kata. Mas Akmal melakukan semua itu untuk keluargaku. Memberi kebahagiaan yang belum bisa ku berikan kepada kedua adikku. Tapi mengapa? Untuk apa Mas Akmal melakukan semua itu?

"Kamal dan Kemal sudah bilang terimakasih belum?" tanyaku lirih. Rasanya ingin sekali menangis.

"Sudah dong, mbak. Aku sama Kamal tadi titip surat ucapan terima kasih kami untuk Mas Akmal kepada suruhannya."

"Bagus! Kalian harus merawat sepedanya dengan baik, ya. Maaf, seharusnya mbak yang membelikan kalian sepeda. Tapi mbak belum bisa menepati janji." ucapku dengan air mata menetes.

"Enggak apa-apa, mbak. Kan sekarang kami sudah punya. Semua berkat mas Akmal. Terimakasih ya, mbak."

Air mataku menetes semakin deras mendengar ucapan terimakasih dari kedua adikku. Mereka terdengar begitu bahagia. Kenapa kamu melakukan ini, mas? Kenapa kamu harus membantu keluargaku?

"Kayla?"

"I-iya, bu." jawabku sambil menghapus air mataku.

"Kenapa kamu menangis, sayang?"

Pertanyaan ibu membuat air mataku semakin banyak yang keluar. Bagaimana ibu bisa tahu padahal aku sudah berusaha meredam suaraku.

"Tidak, bu. Aku tidak menangis. Aku hanya terharu merasakan kebahagiaan ibu dan adik-adik. Aku ikut bahagia." jawabku sambil tersenyum seolah-olah ibu sedang ada di hadapanku.

"Semua berkat suamimu, Kayla. Ibu bersyukur kamu menikah dengan laki-laki sebaik Akmal. Dia begitu peduli pada keluargamu. Bahkan rela menghabiskan banyak uang demi kebutuhan kami."

"Ibu..."

"Ibu tidak bisa membalas apa-apa, Kayla. Ibu hanya bisa mendoakan kebahagiaanmu bersama suamimu. Semoga kalian selalu bahagia, dan semoga kamu segera punya anak. Ibu sungguh sangat ingin menimang cucu darimu."

"Insyaallah, bu. Mohon doanya. Ya sudah, kalau begitu ibu segera istirahat. Maaf karena aku mengganggu ibu malam-malam."

"Bicara apa kamu ini? Kamu bisa menghubungi ibu kapan saja kamu mau. Jangan merasa sungkan begitu!"

"Terimakasih ya, bu. Aku tutup teleponnya. Salam buat ayah dan adik-adik."

"Insyaallah. Besok ibu sampaikan. Adik-adikmu juga langsung bisa tidur setelah berbicara denganmu. Kamu juga beristirahatlah. Besok bangun pagi dan siapkan sarapan untuk suamimu."

"Iya, bu. Assalamu'alaikum...!" ucapku mengakhiri hubungan telepon.

Aku menghela napas dan ku hapus sisa air mataku. Ku letakkan ponselku di atas meja pantry. Aku melihat sekeliling. Mataku berhenti pada sebuah foto lumayan besar yang ada di dekat ruang tamu. Foto suamiku saat sedang tertawa yang di foto dari samping. Tawanya begitu Indah dan membuat wajahnya terlihat sangat cantik. Aku mendekat dan menatap foto itu dengan alis yang nyaris bertaut.

"Kenapa kamu harus peduli pada keluargaku jika kamu tidak menyukaiku, mas? Kenapa kamu harus bersikap baik pada keluargaku jika kamu justru mengabaikan aku seperti ini?" tanya ku lirih dengan mata berkaca-kaca. Tatapanku tak beralih pada foto mas Akmal. Dadaku sakit sekali rasanya.

Ku hapus air mata yang jatuh di wajahku. Menatap foto mas Akmal tidak akan mengubah keadaanku. Aku hanya bisa menjalaninya. Bersabar dan bertahan semampuku.

Aku menuju ke kamar mas Akmal, membersihkan diriku dan berganti pakaian. Aku ingin segera tidur. Tapi... Mengingat ini bukan kamarku membuatku tak berani naik ke atas ranjang. Akhirnya ku urungkan niatku untuk tidur. Aku kembali keluar dari kamar dan menuju ruang tamu. Mencari majalah yang mungkin bisa ku baca. Aku ingin menunggu mas Akmal pulang dulu.

BRUKK!!

Aku terkejut mendengar suara itu. Aku memperhatikan jam dinding. Sudah pukul dua dini hari. Sepertinya aku ketiduran saat membaca majalah. Aku meletakkan majalah yang ada di pangkuanku di atas meja. Lalu menuju pintu depan dan membuka pintu. Saat pintu terbuka, tiba-tiba tubuh mas Akmal ambruk menimpaku. Aku nyaris terjatuh jika saja tak berpegangan pada daun pintu yang terbuka. Dari tubuhnya tercium aroma menyengat alkohol yang begitu kuat.

"Mas Akmal mabuk??" tanyaku sambil membantu suamiku masuk ke dalam rumah. Tubuhku yang kecil cukup kewalahan menopang tubuh mas Akmal yang tinggi. Butuh perjuangan untuk membawa tubuhnya ke ruang santai.

"Duduk dulu, mas!" ucapku sambil menyandarkan tubuh mas Akmal di atas sofa. Aku bergegas berlari ke dapur untuk mengambilkan air minum.

"Minum dulu." ucapku sambil menyodorkan segelas air putih. Tapi karena terlalu mabuk, mas Akmal terlihat begitu tak bertenaga.

Aku membantu mas Akmal minum. Tangan kiriku menopang kepalanya dan ku biarkan air putih itu masuk sedikit melalui bibirnya.

"Mas Akmal tidak apa-apa?" tanya ku cemas saat kedua matanya menatapku. Aku mencoba membuka jaket yang dipakai Mas Akmal, tapi tidak mudah melepasnya karena tubuh Mas Akmal terasa berat. Ku beranikan diriku untuk lebih mendekat ke tubuh mas Akmal dan sekali lagi mencoba melepaskan jaketnya.

Saat tangan kirinya sudah terlepas dari jaket, kurasakan tangan kanannya menyentuh punggungku.

"Tinggal sedikit lagi, mas." ucapku sambil menatap mas Akmal yang ternyata juga sedang menatapku. Ku rasakan tangan kirinya kini ikut menyentuh bagian belakang kepalaku.

"Ja-jangan, mas!" ucapku sambil berusaha mendorong tubuh suamiku. Padahal sebelumnya Mas Akmal terlihat begitu lemas dan tak bertenaga, tapi sekarang ... tiba-tiba tenaga suamiku menjadi begitu kuat. Aku bahkan tidak bisa melepaskan diri darinya. Tangan kanan Mas Akmal yang kurasakan ada di punggungku tiba-tiba sudah menyelinap masuk ke dalam bajuku. Sedang tangan kirinya memegangi belakang kepalaku dengan kuat. Aku berusaha menahan tangan kirinya yang ingin mendekatkan kepalaku padanya. Aku tahu, dia ingin menciumku. Aku tidak mau. Dia sedang mabuk.

"Tidak, mas! Aku tidak mau!!" ucapku menolak sambil berusaha melepaskan diri. Tapi yang terjadi selanjutnya sungguh diluar dugaanku. Mas Akmal menjatuhkan aku di atas sofa. Posisi mas Akmal sudah berada di atas ku dengan bibirnya mencium bibirku dengan kasar.

Aku mencoba untuk berontak. Aku tidak mau seperti ini. Aku tidak mau diperlakukan seperti ini!

"Ja-jangan!!" pintaku dengan mata berkaca-kaca saat bibir mas Akmal terlepas dari bibirku.

"Jangan menolak ku, Kayla!" ucapnya lalu kembali menciumi bibirku dengan tangan kanannya memegangi daguku. Sementara tangan kirinya mulai meremasi dadaku.

Kedua tanganku berusaha mendorong tubuh mas Akmal yang begitu kuat. Ya Allah...! Aku tidak mau seperti ini. Dengan sekuat tenaga aku mendorong lagi dan berhasil membuatku bisa bergerak. Kesempatan itu aku gunakan untuk meninggalkan suamiku. Tapi karena terhalang meja tamu, aku jadi sulit bergerak. Mas Akmal dengan mudah menarik tubuhku lagi.

Saat aku memberontak, mas Akmal justru menamparku dengan kekuatan yang tidak main-main. Kepalaku bahkan langsung pusing karena tamparan di pipi kiri ku ini sampai-sampai aku lupa untuk mempertahankan diri. Aku hanya bisa menangis saat mas Akmal merobek bajuku. Membuat tubuhku benar-benar terbuka di hadapannya.

Aku mencoba menutupi tubuhku dengan kedua tanganku, tapi Mas Akmal mengunci kedua tanganku di atas kepalaku.

"Aku mohon, Mas Akmal! Jangan perlakukan aku begini!" pintaku sambil menangis.

"Berisik!!" umpatnya kasar sambil terus mencumbu tubuhku. Aku bahkan tidak bisa menikmati apa yang dilakukan suamiku padaku. Yang ku rasakan hanya rasa sakit karena dia memperlakukan aku dengan sangat kasar.

Aku menjerit saat suamiku memaksa untuk melepaskan celanaku. Aku tidak mau melayaninya yang seperti ini. Ini pengalaman pertamaku, dan mas Akmal sedang mabuk.

"Jangan!!" jeritku tertahan karena mas Akmal langsung mencium bibirku. Dia menghimpit tubuhku dengan tubuhnya hingga aku tak bisa bergerak. Ia terus mencium bibirku sementara tangannya berusaha melepaskan celanaku. Aku terus memberontak. Aku tidak ingin di perlakukan begini oleh suamiku sendiri.

Tiba-tiba, mas Akmal merobek celanaku demi mendapatkan apa yang dia mau. Dia tertawa setelah akhirnya tubuhku sepenuhnya terbuka di hadapannya. Aku menggeleng ketakutan sambil menangis, tapi suamiku sama sekali tidak peduli. Tangan besarnya seketika menyentuh area sensitif ku dengan kasar. Aku menjerit kesakitan saat jarinya yang panjang memasuki ku.

"Sakit, mas!!" ucapku tertahan karena tangan mas Akmal terus menyentuhku. Suamiku terlihat sangat berbeda. Dia begitu menakutkan di mataku.

Napas ku terengah-engah saat tangannya akhirnya melepaskan ku. Saat kulihat dia sedang melepaskan bajunya, aku berusaha bangkit untuk menjauh darinya. Tapi yang ku dapatkan adalah sebuah tamparan keras sekali lagi di wajahku. Aku bahkan sampai terjatuh dengan dahi ku membentur tembok. Tanpa ada rasa iba, mas Akmal yang masih mabuk itu menarik tubuhku dengan kasar. Dia mengangkat tubuhku layaknya mengangkat karung beras. Ia membawaku menuju ke kamar.

Mas Akmal menjatuhkan tubuhku di atas tempat tidur. Aku yang sudah sangat pusing tidak bisa bergerak leluasa. Tubuhku rasanya sangat sakit.

Saat aku menyadari, mas Akmal sudah memposisikan dirinya di antara kedua kakiku. Seketika aku menggeleng dan memohon pada suamiku untuk tidak melakukannya. Berharap ia mau menghentikan aksinya.

"Jangan, mas! Aku mohon, jangan!!" pintaku sambil menangis.

Aku merasakan ada yang mendesak ke dalam tubuhku bersamaan dengan tubuh mas Akmal yang mendekat padaku.

"Kamu adalah milikku, Kayla! Tidak ada satu pun laki-laki yang boleh menyentuhmu selain aku." ucapnya sambil menghentakkan tubuhnya dengan kencang yang membuatku menjerit kesakitan.

"Sakit!!!" jeritku sambil menangis. Bagian bawahku rasanya seperti dicabik-cabik saat mas Akmal berhasil memasuki ku. Dan tanpa membiarkanku untuk bernapas, mas Akmal bergerak memuaskan dirinya.

"Jangan! Lepas, mas! Sa-sakit!!" aku memohon sambil menangis.

"Kayla!" panggil Mas Akmal lalu menciumi bibirku. Ia terus bergerak memuaskan nafsunya padaku. Sementara aku hanya bisa menangis, pasrah diperkosa oleh suamiku sendiri.

@@@

Duh... Kasihan banget Kayla. Nggak menyangka Akmal bisa begitu kasar dan memperlakukan Kayla seperti itu (╥_╥)(╥_╥)

Kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya ya? Bagaimana nasib Kayla setelah mengetahui suaminya seperti itu? Ditunggu kelanjutannya di bab selanjutnya...

.: 10 Juni 2021 :.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status