Share

2. Melawan monster laba-laba

Di sebuah dunia kultivator, terdapat tujuh dataran benua Yaitu Me, Ji, Ku, Hi, Bi, Ni dan Yu. Dataran Benua Me terbagi menjadi enam daerah yaitu Wahid, Itsnen, Tsalasa, Arba', Khomsa, dan Sitta.

Daerah Wahid terpecah menjadi enam kekuasaan yang masing-masing dipimpin oleh keluarga ternama. Mereka adalah Ci, Lin, Ling, Sang, Ju, dan Ang. Dengan wilayah kekuasaan Keluarga Ci sebagai pusat kota.

Seorang kultivator terbagi menjadi tujuh tingkatan, yaitu:

1. Pejuang

2. Pendekar

3. Prajurit

4. Kesatria

5. Jendral

6. Master

7. Legend

Adapun hewan, terbagi menjadi tiga tingkat keganasannya, yaitu:

1. Rendah

2. Menengah

3. Tinggi

Masing-masing tingkatan harus melalui sembilan tahap untuk naik ke tingkatan selanjutnya.

Setiap kultivator, memiliki tujuh titik meridian yang tertutup. Apabila seseorang bisa membuka satu titik meridian, dia akan naik ke tingkatan selanjutnya.

Ada juga yang namanya kekuatan mental. Kekuatan ini adalah kekuatan alam bawah sadar seorang kultivator. Semakin kuat kekuatan mentalnya, maka raganya tidak akan mudah dikuasai oleh jiwa pendatang yang merasuki dirinya.

...

"Kakak, AWAAAAS!"

Wuuuush!

Jaring laba-laba melesat ke arah mereka, dan mereka pun terjerat.

Hrrrrrrr!

Monster laba-laba itu mendekati Renggin Ang dan adiknya. Air liurnya menetes siap untuk melahap mereka.

"Huwaaaaaa! Ampy, bagaimana ini? Matilah kita!" teriak Renggin Ang ketakutan.

"Dasar tidak berguna! Cepat, lakukan sesuatu!" cela Ampy Ang. Sebenarnya dia tidak bermaksud mengejek kakaknya. Namun, mau tidak mau gadis kecil itu harus mengatakan kalimat kasar untuk membangkitkan semangat sang kakak.

"Apa kau bilang?! Heh, lihat saja! Dalam sekejap, aku akan mencabik-cabik laba-laba itu!" tunjuknya.

"Bagus, itu baru Kakakku."

Tanpa mereka sadari, monster itu sudah berada di hadapan mereka. Laba-laba itu membuka lebar mulutnya, siap menelan mereka hidup-hidup.

"Wadaw!" Renggin Ang terperanjat.

Dia segera membebaskan diri dari jaring laba-laba yang menjeratnya. Anak itu menurunkan Ampy Ang dari punggungnya.

"Ampy, bantu Kakak cari titik lemah laba-laba ini!" Renggin menebas jaring laba-laba dengan tebasan angin, lalu dia nekat masuk ke mulut laba-laba itu.

"Bodoh! Kenapa Kakak malah dengan senang hati menjadi santapannya?!" teriak Ampy Ang kesal. "Huh!" Dia mendengus.

Gadis kecil itu sempat terciprat kelenjar racun sang laba-laba. Dia pernah mendengar penjelasan dari ibunya, bahwa racun kelenjar monster laba-laba akan bereaksi setengah hari setelah terkena racun.

Ampy Ang menggunakan jurus mata elang untuk mencari titik lemah sang laba-laba. Seketika, matanya berkilau memancarkan cahaya kuning.

Sementara itu, Renggin Ang yang berada di dalam perut laba-laba, kebingungan kocar-kacir menghindari asam lambung yang terus meluap.

"Tidaaak! Jangan telan aku! Aaaaaa!"

Dalam keadaan terdesak Renggin Ang mengeluarkan jurus pedang angin. Ternyata, jurus ini mampu menjebol punggung sang monster.

"Wah, hebat! Aku tidak menyangka jurusku sekuat ini," ucap Renggin Ang melompat keluar.

Akan tetapi, monster itu belum mati. Justru dia semakin menggila. Laba-laba itu melirik ke arah Renggin Ang. Anak itu tersadar dan berlari tanpa arah.

Syuuut! Syuuut!

Monster itu menutup pintu gua dan mengikat Renggin Ang dengan jaringnya. Renggin Ang terbungkus jaring seperti kepompong.

"Aaaaaaargh! Laba-laba sialan, menjauhlah dariku!" Jaring itu mengikat kuat Renggin Ang sampai terasa sesak. Dia terus menggeliat seperti ulat.

Ketika monster itu semakin dekat, Renggin Ang bangun melompat-lompat kabur dari kejarannya.

"Waaaaaa!"

"Ketemu!" ucap Ampy Ang tiba-tiba. "Ampy sudah menemukan titik lemahnya."

"Cepat katakan, sebelum monster ini menyantapku!"

"Matanya! Tusuk kedua bola matanya!"

"Tebasan angin!" Renggin Ang mencabik-cabik jaring yang menyelimuti dirinya.

Kemudian, dia berbalik arah menghadapi monster itu.

"Pedang angin!" Seketika angin berkumpul membentuk dua buah pedang melayang di atas kedua tangannya

"Heaaaat!"

Whuuuuuus!

Renggin Ang melesatkan pedang angin itu ke arah mata sang laba-laba.

Monster laba-laba itu menghalaunya dengan jaring. Akan tetapi, pedang angin milik Renggin Ang dapat menembusnya dengan mudah.

Sleb!

Pedang angin itu berhasil mendarat di kedua bola mata sang laba-laba.

Hrrrrrrrrr!

Monster itu pun tumbang.

"Heh! Kamu lihat kehebatan Kakak, kan," ucap Renggin Ang bangga. Dia menggosok-gosokan telunjuknya di bawah lubang hidung.

"Kakak memang hebat, tapi bodoh!" ketus Ampy Ang.

"Aiiih! Apakah kau benar-benar adikku?" Renggin Ang meremas-remas pipi mungil Ampy Ang. Namun, gadis kecil itu hanya diam dengan tatapan dingin.

Tiba-tiba bangkai sang monster berubah menjadi sebutir mutiara berwarna hitam pekat.

"Apa itu?" tunjuk Renggin Ang.

Ampy Ang mengambil mutiara itu. "Ini ... mutiara spiritual tingkat rendah," ujarnya.

"Mutiara spiritual? Bagaimana kamu bisa tau?"

"Ibu bilang, semakin cerah warna mutiara yang dihasilkan dari berburu hewan, maka semakin tinggi kualitasnya."

Renggin Ang melompong. Tiba-tiba raut wajahnya berubah menjadi kesal. "Kenapa ibu tidak mengajarkannya padaku?"

"Tentu saja karena Kakak bodoh! Haha."

"Berhenti mengataiku bodoh!" Renggin Ang menarik hidung adiknya.

"Aaagh. Iya ... iya. Itu karena Kakak terlalu fokus berlatih fisik dengan ayah. Kakak juga tidak pernah membaca buku lain selain kitab bela diri. Terlalu meremehkan ilmu alam."

Renggin Ang terdiam dan mengangguk. "Lalu, apa yang harus Kakak lakukan dengan mutiara ini?"

"Mutiara itu sangat cocok untuk seorang kultivator tingkat pejuang seperti Kakak. Kakak bisa menyerapnya untuk mempercepat naik ke tahap selanjutnya," jelas Ampy Ang.

Renggin Ang duduk bersila bersiap untuk menyerapnya. Mutiara itu melayang di hadapan Renggin Ang, lalu terpacah menjadi serbuk hitam. Kemudian, anak itu menghirupnya.

Seketika, muncul hawa panas dalam tubuhnya. Dia bertahan dengan memejamkan mata.

"Aaaargh!"

Tubuhnya merasa terbakar. Ini bukan pertama kali baginya. Namun, tetap saja menyakitkan. Dahulu ada sang ayah yang membantunya menetralkan suhu tubuh. Kini, dia harus berusaha sendiri untuk mengatasi situasi sekarang.

"Ugh, aku pasti bisa," gumam Renggin Ang mulai terdesak.

Tiba-tiba ...

Byuuuur!

Renggin Ang merasakan badannya basah kuyup.

"Ampy Aaaaaang!" teriaknya membelalakan mata.

"Badan Kakak terlihat berasap-asap dan kebetulan aku menemukan sumber air di gua ini. Jadi, aku menyiramkannya tanpa pikir panjang. Xixi."

"Wah, kamu menghawatirkan Kakak, ya." Renggin Ang nyengir.

"Tidak tuh." Ampy Ang berpaling menyembunyikan wajahnya. "Jika Kakak gagal berkultivasi, maka tidak akan ada yang selamat diantara kita. Esok hari, racun ini sudah mulai bereaksi," gumamnya.

Badan Renggin Ang tampak lebih bugar dari sebelumnya. Ternyata dia berhasil menembus tingkat pejuang tahap kedua.

"Ah, tadi Ampy menemukan sebuah pedang kayu. Anehnya, pedang itu menancap di sebuah batu besar," ujar Ampy mengkerutkan dahi.

"Bagaimana mungkin sebatang kayu bisa menancap di batu?"

Gadis kecil itu membawa Renggin Ang untuk melihat pedang yang menancap di batu besar. Saat Renggin Ang hendak menyentuhnya, tiba-tiba Ampy Ang melihat cahaya biru pada pedang itu.

"Tunggu, Kakak!"

Sayangnya Ampy Ang gagal mencegah kakaknya. Gadis kecil itu merasa ada sesuatu yang aneh terjadi pada Renggin Ang.

Renggin Ang mencabut pedang itu dengan sangat mudah. Kemudian dia berbalik dengan tatapan kosong memancarkan cahaya biru.

Apa yang terjadi pada Kakak? Batin Ampy Ang sedikit cemas.

Comments (9)
goodnovel comment avatar
man hasan
Eh ternyata kalo diperiksa lagi itu nama warna pelangi ya ...... unik banget saya kira bahasa ying dan yang
goodnovel comment avatar
Imanuel Nuel
buka bab x
goodnovel comment avatar
Probo Harjanti
aduh rengginang sama ampyang.....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status