แชร์

Cita-cita

ผู้เขียน: Khalis
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-08-16 21:34:29

*Esok pagi nya, 

"Shintya, bangun nak, udah pagi nih..", ibu nya membangunkannya sambil menggoyang-goyangkan lengan Shintya. Berharap gadis itu cepat bangun dari tidur lelapnya. 

"Heemmm... bentar lagi bu, Shintya masih ngantuk," ujarnya, sambil menarik selimut, menutupi seluruh tubuhnya. 

"Astaagaa... Ini sudah pukul 06.30 loh, masa iya anak gadis belum bangun?" kembali ibunya menarik paksa selimut dan tangan anak gadisnya itu. 

"Adduuhhh... Buu.. Iihhh sakit tangan Shintya... " rengek nya. 

"Makanya cepat bangun. Jadi gak, ikut ibu sama bapak ke kebun?" tanya sang ibu. 

Ketika mendengar hal itu, mata Shintya langsung terbuka lebar, dia baru ingat, kalau semalam dia meminta ibu nya agar di ijinkan ikut ke kebun.

"Yaampun, kenapa gak bilang dari tadi sih?" omel Shintya. 

"Lah, dari tadi juga ibu udah bangunin, kamu sendiri yang gak mau bangun," ujar ibu nya, tak mau di salahkan. 

"Iya.. Iya.. bawel deh."

Shintya langsung beranjak dari ranjangnya, dan menuju kamar mandi, untuk cuci muka. 

"Jangan pake lama ya, setelah itu kita langsung sarapan," teriak ibunya. 

Meskipun Shintya mendengarnya, tapi dia tidak menggubrisnya. 

*Setelah selesai sarapan, mereka berangkat dengan berjalan kaki, di karenakan keluarga itu belum memiliki kendaraan seperti warga yang lain. 

Tapi hal itu, tidak mematahkan semangat Shintya untuk ikut ibu dan bapaknya. Dia menggandeng tangan ibu nya sambil sesekali bernyanyi. 

Ibu nya hanya tersenyum melihat kelakuan putri bungsunya itu. 

"Nak, cita-cita kamu apa?" tanya sang ibu. 

"Shintya itu, mau jadi seorang penulis terkenal," jawabnya, sambil melentangkan tangannya diatas, seakan-akan harapannya itu sangat besar sekali. 

"Wah, memangnya Shintya hobi nulis?" tanya ibunya kembali.

"Iya dong bu, Shintya pengen nulis banyak cerita, terus nantinya bakal bisa di jual, lalu dapat uang dong," sahutnya, sambil tersenyum bangga. 

"Mending jadi guru aja deh, ntar kalo udah lulus, bisa ngajar di sekolah dekat rumah kita," kali ini bapak nya ikut menimpali.

"Ya udah deh, ntar jadi penulisnya, sampingan aja."

Setelah berbicara tentang cita-cita, mereka kembali berjalan, hingga tak terasa, akhirnya sampai di tempat tujuan. 

"Bu, ini kebun kakek?" tanya Shyntia. 

"Iya nak, lumayan suburkan?" jawab ibunya, Shyntia mengangguk dan tersenyum. 

Saat itu cuacanya sangat cerah sekali. Membuat anak dan orangtua ini bersemangat mencabuti pangkal singkong. 

Tidak lama kemudian, tiba-tiba saja gerimis. 

"Buuu..., berteduh dulu yuk, nanti lagi kita lanjutkan," teriak Shintya pada ibu nya, yang memang jaraknya agak jauh dari posisinya. 

"Kamu saja dulu yang berteduh nak. Nanti bapak sama ibu bakal nyusul," sahut ibu nya dari jauh.

Langsung saja Shintya masuk ke gubuk kecil, untuk berteduh. Sambil menunggu ibu sama bapaknya, dia berbaring, dan akhirnya ketiduran. 

"Sudah Bu, berteduh dulu sebentar, nanti lagi di lanjutkan!" ajak sang suami pada istrinya

"Iya, pak. "

Lalu keduanya menyusul putri nya ke gubuk. Setibanya, mereka menggeleng dan tersenyum, 

"Dasar pemalas," seru ibunya. 

Jika di tanya kenapa Shintya lebih sering berbicara kepada ibu nya dari pada bapaknya? Jawabannya, karena bapak nya seorang pendiam, yang hanya akan bicara seperlunya saja. 

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Si Bungsu Shintya    JURNET

    Gak terasa tahun ini Shintya sudah duduk di bangku kelas IX. Tahunnya yang berganti, tapi keadaannya masih sama. Bukannya Shintya tidak peduli, tapi dia juga ingin bahagia seperti yang lain. Dia akan menjalani hari-harinya seperti yg temannya lain, meski selalu menampilkan raut wajah yang berpura-pura. Siang ini, kelas Shintya sedang mengerjakan tugas mandiri Matematika. Tidak diijinkan bicara, bergerak, apalagi kerjasama. Sehingga kelas itupun sejak 20 menit yang lalu mendadak hening. 'tokk..tokk..tokk..' ketukan pintu memecahkan keheningan di kelas itu. "Permisi, Pak." sapa siswa yang menjabat sebagai ketua Osis. "Silahkan masuk. Ada apa?" "Saya mau memberitahukan kalau siang ini akan ada rapat para guru di ruang kepala sekolah." "Sekarang?" "Iya, Pak." "Apa seluruh siswa di suruh pulang?" "Sepertinya tidak Pak. Ini atas perintah pak Kasek." "Baiklah. Saya akan segera kesana." "P

  • Si Bungsu Shintya    Salahkah jika ku sebut neraka?

    Sudah dua minggu semenjak kembali nya Selia ke kota. Kini, hari-hari Shintya hanya meratapi nasib saja. Tapi berbeda saat di sekolah, dia akan terlihat orang yang ceria tanpa beban."Hai, gaeess.. " sapa Shintya, pagi itu."Hei, tumben banget ceria. Ada sesuatu nih kayaknya." goda Felisia, temannya."Ellaahh, biasa aja.""Shin, tau gak..." belum selesai bicara, Shintya sudah memotongnya."Gak." ujarnya,"Kan, lom selesai juga ngomong." ucap Felisia dengan nada kesal."Truz apa?""Aku tuh, emmm... Udaahhh... Jadiaaaaannnn." ujar Shintya pelan lalu di akhiri dengan berteriak."Serius??" tanya Shintya heboh. Felisia mengangguk dengan tersenyum. "Sama siapa?""Sama pangeran dong." sahut Felisia dengan bangganya."Sama Timo, eh, namanya siapa dulu?""Tommy Shin, Tommy. Bukan timo." Felisia memutar mata nya malas. Shintya hanya nyengir kuda.

  • Si Bungsu Shintya    Berteman Dengan Airmata

    Hari ini sekolah mengadakan rapat. Para peserta didik di ijinkan pulang lebih awal dari jadwal biasanya. Untuk menghabiskan waktu yang membosankan, Shintya belajar masak bareng kakaknya. Mulai dari hal yang kecil sampai hal yang besar. Shintya memperhatikan dengan serius, setiap kakaknya menjelaskan, langsung saja di praktekannya. Meski terkadang meleset dari apa yang telah di perintahkan kakaknya, tapi tidak masalah, menjadikan sempurna itu, perlu membutuhkan banyak waktu. "Ya ampun Shin, minyaknya sedikit aja, tuh tengok telurnya, jadi ikut berendam." ujar Selia. "Hehehe. Ya abis, biar cepat masak loh kak." "Gak gitu juga kali. Malahan yang ada makan minyak nantinya." Shintya hanya nyegir kuda. "Kak, kapan kakak balek ke kota?" "Minggu depan. Soalnya masih banyak yang perlu kakak urus di kampus." "Ya, berarti Shintya sendiri lagi donk." "Kan, ada ibu sama bapak, dek." "Ibu kan g

  • Si Bungsu Shintya    Kehidupan baru 2

    "Shintya...!!!"Panggilan dengan membentak itu mengagetkan Shintya dari tidurnya. Belum sempat menyahut panggilan nya, di kejutkan lagi dengan gebrakkan pintu kamar yang sangat kasar.Brrraaaakkk..."Kamu tau ini sudah jam berapa? Haa?" tanya bapaknya, sambil menarik kasar tangan Shintya."Sana, ke dapur. Kerjaanmu belum selesai. Jangan kesekolah sebelum rumah ini beres. Ngerti!"Shintya hanya menganggukan kepala, lalu segera ke dapur."Kenapa sih, Pak?" tanya Selia. "Pagi-pagi udah marah-marah. Lagian kerjaan rumah, sudah Selia kerjakan." lanjutnya."Diam."Selia hanya geleng-geleng kepala melihat bapaknya yang semakin hari semakin menjadi.Tepatnya di dapur. Shintya menyuci piring sambil terisak. Dia sudah berusaha menahan agar tidak menangis, tetapi rasa sakit di hatinya tidak bisa di tahan, mengundang cairan bening dari matanya.Setelah selesai menyuci piring,

  • Si Bungsu Shintya    Kehidupan Baru

    Setelah beberapa minggu bersekolah. Shintya sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya. Dia sudah mempunyai banyak teman, apa lagi, di kelasnya, hampir semuanya akrab dengannya. Ya, teman-teman Shintya ternyata ramah, baik, dan tidak sombong. Tapi sayangnya, Shintya pisah kelas dengan Deslich.Di kediaman Shintya juga, dia sudah mengalami perubahan, hari-harinya yang dulu indah, sekarang berubah jadi suram. Bapaknya tiba-tiba berubah, menjadi dingin. Sudah berapa kali Shintya bertanya pada dirinya sendiri, mengapa Bapaknya selalu bersikap kasar padanya. Seperti sekarang ini, saat Shintya sedang menyapu rumah, tiba-tiba Bapaknya, memanggilnya, dengan suara keras, membuat jantung Shintya hampir copot."Shintya!" bentak bapaknya."Kenapa, pak?" tanya Shintya hati-hati."Kenapa, kenapa, sudah mau sejam kamu menyapu, tapi belum selesai juga. Piring di sana belum kamu cuci. Dasar lamban!" bentak bapaknya kasar.Shin

  • Si Bungsu Shintya    SMP N 1 JAYA

    ***Ini adalah hari pertama Shintya bersekolah, dengan seragam SMP***Shintya agak ragu melangkah menuju pintu gerbang sekolahnya. Dia merasa tidak percaya diri untuk sekolah. Bagaimana tidak, semua yang di kenakan nya hari ini, adalah pakain bekas pemberian Mak Tua nya. Sedangkan tas dan sepatu nya, bekas semasih dia SD.Dia kembali teringat percakapannya dengan kakaknya.**Flashback on**"Dek, udah, di pakai aja. Daripada gak bisa lanjut sekolah." ujar kakaknya."Kalo di suruh pakai baju bekas kakak ya gapapa, ini mah bekas anak nya Mak Tua." ucap Shintya dengan sedikit murung."Yang penting, bukan bekas pemulung." sahut kakaknya, sambil tertawa. Mencoba memberikan lelucon, berharap Shintya tidak terlalu sedih."Ya, kalo itu mah, gak sudi kali kak." Shintya berdiri sambil mencoba pakaian seragam putih biru itu."Wiss, pas banget. Adek kakak nyatanya udah SMP." kakaknya mencoba memberi semang

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status