Share

Cita-cita

*Esok pagi nya, 

"Shintya, bangun nak, udah pagi nih..", ibu nya membangunkannya sambil menggoyang-goyangkan lengan Shintya. Berharap gadis itu cepat bangun dari tidur lelapnya. 

"Heemmm... bentar lagi bu, Shintya masih ngantuk," ujarnya, sambil menarik selimut, menutupi seluruh tubuhnya. 

"Astaagaa... Ini sudah pukul 06.30 loh, masa iya anak gadis belum bangun?" kembali ibunya menarik paksa selimut dan tangan anak gadisnya itu. 

"Adduuhhh... Buu.. Iihhh sakit tangan Shintya... " rengek nya. 

"Makanya cepat bangun. Jadi gak, ikut ibu sama bapak ke kebun?" tanya sang ibu. 

Ketika mendengar hal itu, mata Shintya langsung terbuka lebar, dia baru ingat, kalau semalam dia meminta ibu nya agar di ijinkan ikut ke kebun.

"Yaampun, kenapa gak bilang dari tadi sih?" omel Shintya. 

"Lah, dari tadi juga ibu udah bangunin, kamu sendiri yang gak mau bangun," ujar ibu nya, tak mau di salahkan. 

"Iya.. Iya.. bawel deh."

Shintya langsung beranjak dari ranjangnya, dan menuju kamar mandi, untuk cuci muka. 

"Jangan pake lama ya, setelah itu kita langsung sarapan," teriak ibunya. 

Meskipun Shintya mendengarnya, tapi dia tidak menggubrisnya. 

*Setelah selesai sarapan, mereka berangkat dengan berjalan kaki, di karenakan keluarga itu belum memiliki kendaraan seperti warga yang lain. 

Tapi hal itu, tidak mematahkan semangat Shintya untuk ikut ibu dan bapaknya. Dia menggandeng tangan ibu nya sambil sesekali bernyanyi. 

Ibu nya hanya tersenyum melihat kelakuan putri bungsunya itu. 

"Nak, cita-cita kamu apa?" tanya sang ibu. 

"Shintya itu, mau jadi seorang penulis terkenal," jawabnya, sambil melentangkan tangannya diatas, seakan-akan harapannya itu sangat besar sekali. 

"Wah, memangnya Shintya hobi nulis?" tanya ibunya kembali.

"Iya dong bu, Shintya pengen nulis banyak cerita, terus nantinya bakal bisa di jual, lalu dapat uang dong," sahutnya, sambil tersenyum bangga. 

"Mending jadi guru aja deh, ntar kalo udah lulus, bisa ngajar di sekolah dekat rumah kita," kali ini bapak nya ikut menimpali.

"Ya udah deh, ntar jadi penulisnya, sampingan aja."

Setelah berbicara tentang cita-cita, mereka kembali berjalan, hingga tak terasa, akhirnya sampai di tempat tujuan. 

"Bu, ini kebun kakek?" tanya Shyntia. 

"Iya nak, lumayan suburkan?" jawab ibunya, Shyntia mengangguk dan tersenyum. 

Saat itu cuacanya sangat cerah sekali. Membuat anak dan orangtua ini bersemangat mencabuti pangkal singkong. 

Tidak lama kemudian, tiba-tiba saja gerimis. 

"Buuu..., berteduh dulu yuk, nanti lagi kita lanjutkan," teriak Shintya pada ibu nya, yang memang jaraknya agak jauh dari posisinya. 

"Kamu saja dulu yang berteduh nak. Nanti bapak sama ibu bakal nyusul," sahut ibu nya dari jauh.

Langsung saja Shintya masuk ke gubuk kecil, untuk berteduh. Sambil menunggu ibu sama bapaknya, dia berbaring, dan akhirnya ketiduran. 

"Sudah Bu, berteduh dulu sebentar, nanti lagi di lanjutkan!" ajak sang suami pada istrinya

"Iya, pak. "

Lalu keduanya menyusul putri nya ke gubuk. Setibanya, mereka menggeleng dan tersenyum, 

"Dasar pemalas," seru ibunya. 

Jika di tanya kenapa Shintya lebih sering berbicara kepada ibu nya dari pada bapaknya? Jawabannya, karena bapak nya seorang pendiam, yang hanya akan bicara seperlunya saja. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status