Share

SMP N 1 JAYA

***Ini adalah hari pertama Shintya bersekolah, dengan seragam SMP***

Shintya agak ragu melangkah menuju pintu gerbang sekolahnya. Dia merasa tidak percaya diri untuk sekolah. Bagaimana tidak, semua yang di kenakan nya hari ini, adalah pakain bekas pemberian Mak Tua nya. Sedangkan tas dan sepatu nya, bekas semasih dia SD. 

Dia kembali teringat percakapannya dengan kakaknya. 

**Flashback on**

"Dek, udah, di pakai aja. Daripada gak bisa lanjut sekolah." ujar kakaknya. 

"Kalo di suruh pakai baju bekas kakak ya gapapa, ini mah bekas anak nya Mak Tua." ucap Shintya dengan sedikit murung. 

"Yang penting, bukan bekas pemulung." sahut kakaknya, sambil tertawa. Mencoba memberikan lelucon, berharap Shintya tidak terlalu sedih. 

"Ya, kalo itu mah, gak sudi kali kak." Shintya berdiri sambil mencoba pakaian seragam putih biru itu. 

"Wiss, pas banget. Adek kakak nyatanya udah SMP." kakaknya mencoba memberi semangat. 

"Heemmm.." Shintya hanya bergumam kecil. 

"Maaf ya dek, kakak lom bisa beliin adek baju baru. Celengan kakak udah habis buat pengobatan ibu." Selia mencoba memeluk adek bungsu nya itu. 

"Iya deh kak, gapapa kok." Shintya membalas pelukan kakaknya. 

**Flashback off**

"Huuuffftttt...." Shintya menghela nafas menghilangkan rasa gugupnya. 

Saat di depan kelas, Shintya di kagetkan seorang anak perempuan yang memiliki keperawakkan menarik, tinggi, putih, dan satu kata yang menyempurnakannya, cantik. 

"Hai,, " sapanya

"Iya, hai,,"

"Kenalin, Deslich Mangganta Pratama." ujarnya sambil mengulurkan tangan. 

"Aku Shintya Ananda." membalas uluran tangan anak perempuan itu. Mereka pun saling tersenyum. 

'Udah cantik, baik, ramah lagi.' ucap Shintya dalam hati. 

"Tadi aku udah telat loh. Astaga, aku di hukum jadinya. Bunda sih, kelamaan banget ngantarnya." ujar Deslich, memulai percakapan. 

"Oh ya, edeehh kasihan banget. Hahaha.." Akhirnya mereka berdua tertawa. 

Sebenarnya Shintya agak minder, kadang diam saja di kelas. Mengingat teman-temannya semua punya pakaian yang bagus, dan penampilan mereka semua serba baru, lain hal nya dengan Shintya. Akhirnya Shintya mencoret-coret bukunya yang masih kosong, untuk menghilangkan rasa bosannya. 

**Bel sekolah berbunyi, pertanda istrahat**

"Eh Shin, ke kantin yuukk." ajak Deslich. Ya, mereka berada di meja yang sama. Itu karena Deslich menginginkan Shintya jadi temannya. 

"Gak, deh. Aku di kelas aja." ujar Shintya. 

"Yah, gak asik donk."

"Maaf ya, kamu bareng teman yang lain aja deh. Aku lagi malas keluar."

"Hem, mau nitip apa?"

"Gak ada. Aku masih kenyang kok. Udah makan dari rumah. Hehehe."

"Ok deh."

Semenjak kepergian Deslich, Shintya hanya berdiam diri. Sambil sesekali memperhatikan perbincangan teman-temannya yang sebagian masih di dalam kelas. Mungkin, ada yang sama dengan Shintya, lagi malas, atau pun tidak punya uang jajan. 

Ya, Shintya sekolah di SMP N 1 JAYA, yang berada di perbatasan antara desa Shintya dengan desa tetangga nya. 

Seperti yang kita ketahui, sekolah di desa kebanyakan di minati oleh warga desa setempat. Selain biayanya gratis, dan juga dapat di jangkau oleh anak sekolah dengan berjalan kaki. Sekolah ini di dirikan oleh pemerintah setempat, dengan tujuan untuk meringankan perekonomian warga. Mungkin hanya beberapa orangtua saja yang menyekolahkan anaknya di kota, bagi mereka yang berkecukupan. 

Di sekolah Shintya, kebanyakan siswa-siswi yang setara dengannya, serba kekurangan. Tapi mereka masih bisa mengenakan seragam baru. 

Tiga hari lamanya Shintya mengikuti Masa Orientasi Siswa, tapi baginya biasa saja. Hanya menerima pelajaran tentang sekolah, dan kadang di suruh kakak kelas mencari tahu nama seseorang yang di tuliskan di kertas. Tiga hari lamanya juga, hubungan pertemanannya dengan Deslich sangat baik. Meskipun temannya itu kadang dongkol karena Shintya susah di ajak kekantin. Shintya bukan tidak suka ke kantin, tapi memang karena tidak punya uang jajan. Pernah sekali dia menuruti Deslich ke kantin, dengan syarat temannya itu yang bayarin. Meskipun enggan, tapi karena paksaan, akhirnya Shintya ikut saja. 

Tapi itu satu kali saja, Shintya tidak mau merepotkanya. Meskipun bagi Deslich itu hanyalah biasa saja. 

Tapi bagaimanapun, Shintya punya harga diri, gak mau di bayarin terus, ntar si katain matre lagi. 

******

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status