"Ada apa, Pidekso? Kenapa Guru meminta kita berkumpul?" tanya Gandrik heran.
"Tidak tahu, Kang. Pokoknya Guru meminta kita cepat berkumpul. Ayo, cepat tinggalkan tempat ini, Kang!"
"Baik," sahut Gandrik cepat. "Maaf, Tuan Pendekar! Terpaksa kami harus meninggalkan kalian berdua? Kalau kalian berdua ingin lebih jelas tentang persoalan ini, sekaligus demi menegakkan kebenaran, baiknya cepat selidiki Empat Iblis Merah dari Hutan Seruni!"
"Ya ya ya...! Tentu! Tentu!"
Setelah itu Gandrik dan murid-murid Perguruan Pring Sewu lainnya segera berkelebatan meninggalkan tempat ini. Gerakan mereka cukup ringan dan cepat. Dan dalam waktu singkat sosok-sosok mereka itu telah berada di kejauhan sana.
-o0o-
"Kita sahabat, Manggala. Urusanmu adalah urusanku. Demikian juga dengan urusanku. Kau tentu juga mau membantu urusanku, bukan?" sahut Arum Sari diiringi senyum manis.
"Terima kasih. Kau baik sekali. Arum. Tapi, apa kau tahu di mana letak Hutan Ser
Prakkk!"Aaakh...!"Iblis Tuli memekik tertahan. Tubuhnya terbanting keras menghantam dinding-dinding goa, namun cepat berusaha bangkit."Mampus kau, Iblis Keparat!"Mawarni cepat melompat bangun. Tubuhnya segera melompat, melepas tendangan kaki kanan.Dess!"Ughh...!"Kembali tubuh Iblis Tuli terjatuh dengan mulut meringis menahan sakit di bagian dada yang terkena tendangan Mawarni.Sambil berusaha bangkit, Iblis Tuil menatap heran. Kini baru disadari kekeliruannya, sehingga membuatnya menggerutu kesal. Ternyata, ia memang lupa tak menotok tubuh Mawarni pagi itu. Sudah pasti totokan yang kemarin siang tak lagi mempengaruhi si gadis. Pada saat yang sama, Mawarni kembali melepas tendangan ke ulu hati.Melihat serangan mematikan, tak percuma bila Iblis Tuli mendapat gelar demikian kalau tak dapat mengatasi. Saat itu juga tubuhnya bergeser ke samping. Tangannya cepat mengibas, dan tahu-tahu jari-jarinya telah mengancam pung
Anehnya kali ini Arum Sari tak menepiskan tangan Manggala, namun tetap diam tak menyahut. Terpaksa Manggala pun harus menarik lengan gadis itu. Lagi-lagi Arum Sari tak memberontak. Diikutinya saja tarikan tangan Si Buta dari Sungai Ular."Tapi, kau jangan menyalahkanku lagi, ya?" kata Arum Sari masih dengan bibir ditekuk."Iya... iya...," kata Manggala, gembira. Ia tak menyangka Arum Sari akan berubah sikap demikian cepatnya.-o0o-Hutan Seruni. Terasa sepi bagai tak berpenghuni. Tiupan angin semilir siang itu menari-nari di pucuk-pucuk pohon. Sesekali ranting-ranting pohon bergesekan. Suaranya riuh berderak, seirama kicauan burung di ranting-ranting pohon. Dari sebelah timur, berkelebat tiga sosok bayangan memasuki Hutan Seruni. Di belakangnya tampak pula berpuluh-puluh orang berpakaian kuning turut mengikutinya. Menilik gerakan kaki yang ringan laksana terbang, jelas mereka dari golongan persilatan.Srakkk!Ketiga sosok bayangan paling dep
"Bajingan! Jangan dikira kami takut gertak sambal kalian! Justru kami kemari ingin memenggal kepala kalian!" bentak Ratu Pring Sewu tak mau kalah. Langsung tangannya memberi aba-aba kepada ketiga puluh orang muridnya. Iblis Buntung dan Iblis Buta tertawa bergelak. Di belakangnya, Iblis Gagu dan Iblis Tuli pun ikut-ikutan mengumbar tawa.Ratu Pring Sewu dan kedua orang kakek seperguruannya bersiap-siap dengan tangan terkepal erat-erat. Tak ada lagi kata-kata yang pantas diucapkan. Apalagi, untuk berbasa-basi. Yang ada hanyalah amarah!-o0o-Setelah melakukan perjalanan menembus padang rumput dan mendaki bukit, Si Buta dari Sungai Ular dan Arum Sari tiba di halaman depan sebuah bangunan besar. Tulisan 'Perguruan Pring Sewu' yang terpampang jelas di pintu gerbang jelas menunjukkan kalau mereka tak salah lagi sedang berada di perguruan yang sedang dilanda musibah itu. Namun anehnya ketika Manggala dan Arum Sari memasuki halaman perguruan, tak menemukan siapa-siapa d
Sampai di sini, Iblis Tuli tak hanya puas merobohkan dua orang pengeroyoknya. Dengan jurus 'Tangan Merah', kedua telapak tangannya terus menebar maut. Sehingga tak heran bila dalam lima jurus saja, murid-murid Perguruan Pring Sewu jadi kewalahan bukan main. Ibarat laron bertemu api, setiap mereka maju menyerang Iblis Tuli, selalu diakhiri dengan jerit kematian.Melihat hal ini, Ratu Pring Sewu gusar bukan main. Untuk membantu murid-muridnya yang tengah kewalahan jelas tidak mungkin. Ia sendiri tengah kewalahan menghadapi gempuran-gempuran Iblis Buntung. Meski dapat mengimbangi kehebatan Iblis Buntung, namun tetap saja keadaan ini tak menguntungkan. Hanya Kakek Putih dan Kakek Kelabu saja yang sedikit mendingan. Kedua lelaki tua kakak seperguruan Ratu Pring Sewu itu agaknya sedikit dapat mengatasi serangan-serangan lawan. Malah dengan terkekeh-kekeh senang, mereka mulai bertingkah. Padahal keadaan mereka belum berada di atas angin."Manusia Buta! Awas serangan!"
"Keparat! Tunggulah pembalasanku nanti, Iblis Tuli!" pekik Ratu Pring Sewu penuh kemarahan. Kalau saja Ketua Perguruan Pring Sewu tidak sibuk menghadapi gempuran-gempuran Iblis Buntung, sudah pasti akan segera menerjang Iblis Tuli. Namun sayang keinginannya hanya dapat dipendam dalam hati. Jangankan untuk menerjang. Untuk keluar dari gempuran-gempuran Iblis Buntung pun rasanya sulit."Hea! Hea!"Melihat kenyataan itu, Ratu Pring Sewu melampiaskan amarahnya pada Iblis Buntung. Maka diiringi lengking-lengking kemarahannya, serangan tongkat bambu kuningnya makin diperhebat. Sedang telapak tangan kirinya yang telah berubah jadi kuning siap pula melontarkan pukulan 'Tongkat Penggebuk Iblis'.Werrr! Werrr!Gulungan-gulungan tongkat bambu kuning di tangan Ratu Pring Sewu kian bergerak-gerak cepat, sulit sekali diikuti pandangan mata. Namun hal ini tidaklah sulit bagi Iblis Buntung.Meski gulungan-gulungan kuning dari tongkat di tangan Ratu Pring Sewu sepe
Dikawal bentakan nyaring, Iblis Buntung yang sudah tak dapat mengendalikan amarah segera menghentakkan kedua telapak tangan ke depan. Tak tanggung-tanggung, tenaga dalamnya dikerahkan dengan kekuatan penuh. Maka seketika meluncur dua larik sinar hitam legam dari kedua telapak tangannya ke arah Si Buta dari Sungai Ular.Wesss! Wesss!Si Buta dari Sungai Ular sempat bersiul. Bukannya memandang rendah, melainkan kagum merasakan angin panas yang ditimbulkan dari pukulan Iblis Buntung."Pukulan hebat. Tapi sayang digunakan untuk kejahatan." Sambil berkata demikian, Si Buta dari Sungai Ular menggeser kaki kiri ke belakang. Kedua telapak tangannya yang telah terangkum Pukulan 'Batara Shiwa' segera dihantamkan ke depan. Maka....Blammm!!!Hebat bukan main bentrokan dua tenaga dalam tingkat tinggi barusan. Bumi berguncang keras. Udara panas menebar ke segenap penjuru, memporak-porandakan apa saja yang ada di sekitar pertarungan. Ranting-ranting pohon hangus
"Aku... aku... tak dapat bergerak. Tol... tolong lepaskan dulu totokanku!" pinta Mawarni, terbata-bata.Si Buta dari Sungai Ular melengak kaget, lalu menepak jidatnya sendiri. "Bodoh benar aku ini. Sudah pasti kau ditotok. Kalau tidak, mana mungkin berlama-lama berada di sini!" gerutu Si Buta dari Sungai Ular.Selangkah demi selangkah Manggala mulai mendekati Mawarni. Jantungnya berdegup keras manakala sepasang dada membusung Mawarni bergerak turun naik. Namun pikiran-pikiran kotor segera dienyahkannya. Sementara Mawarni memejamkan matanya saking tak kuatnya menahan malu. Air matanya pun makin membanjiri pipi.Tuk! Tukkk!Dua kali jari-jari tangan Si Buta dari Sungai Ular menotok, langsung membuat tubuh Mawarni dapat bergerak. Dengan sekali loncat, Mawarni pun melompat bangun. Namun sayang, tubuhnya masih lemah. Begitu mampu berdiri, keseimbangan tubuhnya hilang. Untung saja Si Buta dari Sungai Ular segera menangkap.Tap!Tangan-tangan kekar
"Bajingan! Manusia terkutuk! Kau harus mampus di tanganku, Iblis Tuli!" teriak Mawarni penuh kemarahan!Mawarni segera meluruk ke tempat pertarungan. Amarahnya yang menggelegak dalam dada membuat gadis itu mata gelap. Bahkan tidak mengenai takut sedikit pun segera diserangnya Iblis Tuli dengan tangan kosong. Iblis Tuli tertawa bergelak. Meski dikeroyok habis-habisan oleh Ratu Pring Sewu yang dibantu murid-muridnya serta Arum Sari, namun belum juga bisa dirobohkan. Malah dengan kemarahan meluap, ia berusaha mendekati Si Buta dari Sungai Ular."Bocah keparat! Kau telah membunuh muridku Dewa Kegelapan. Juga, telah membunuh saudara seperguruanku Iblis Buntung. Kau harus bertanggung jawab, Bocah! Kau harus modar di tanganku!" teriaknya, garang.Sepasang mata merah saga Iblis Tuli berkilat-kilat penuh kemarahan. Gerahamnya bergemeletakkan, menahan amarah menggelegak. Ingin rasanya lelaki tua ini segera menerjang Si Buta dari Sungai Ular. Namun sayang serangan-serangan