Share

Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert
Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert
Penulis: nailazhw

Bullying in the Campus Dining Room

GUYS, KALIAN SEMUA HARUS LIHAT INI!” teriak seorang mahasiswi berambut blonde hair dengan bola mata berwarna abu-abu terang miliknya.

Setelah mendengar teriakan dari salah satu anggota FBG. FBG adalah sebutan geng untuk empat mahasiswi tercantik dan berpengaruh di kampus ini. Geng ini terdiri dari Michalina, sebagai ketua geng, Sara, Tania, dan Tanisa.

Spontan saja seluruh mahasiswa dan mahasiswi yang berada di ruang makan kampus menatap Sara dengan tatapan yang berbeda-beda.

“Ada apa Sara?” tanya seorang mahasiswa yang mengenakan jaket kulit berwarna hitam dengan datar.

Dia sudah tahu kalau Sara dan geng-nya akan menjelek-jelekkan mahasiswi yang tidak mereka sukai. Hal itu tidak hanya terjadi sekali saja. Di musim dingin tahun lalu, Sara dan geng-nya sudah membuat seorang mahasiswi yang mereka benci, pindah kampus ke Berlin. Dan kemungkinan besar, hal itu akan terulang untuk saat ini.

Tidak akan ada yang berani menegur geng FBG. Tidak akan!. Mana ada yang berani menegur mereka. Karena investor terbesar di kampus ini adalah ayah dari ketua geng FBG.

“Coba kalian lihat dia. Apakah dia pantas berkuliah di kampus elit ini?” tanya Tania yang berada di sebelah Sara, sambil menatap remeh pada mahasiswi berpenampilan cupu yang ada di depan geng-nya.

Setelah Tania berucap sesperti itu, seluruh mahasiswa dan mahasiswi yang ada di ruang makan kampus hanya terdiam. Hingga akhirnya, tawa menggelegar dari sang ketua geng, Michalina.

Michalina meredakan tawanya dan mulai mengeluarkan suaranya. “Dia akan membayar darimana, hah? Tidak mungkin kalau orangtuanya setara dengan orang tua kita. Kalau setara, tidak mungkin dia berpenampilan seperti ini. Tidak modis! Cupu!” maki Michalina habis-habisan pada mahasiswi yang kini berada disampingnya.

“Ucapan Michalina logis kan?” tanya Tanisa dengan maksud agar ruang makan kampus ini tidak sunyi.

“Sangat logis!” sahut mahasiswi yang baru saja datang di ruang makan kampus.

“Atau mungkin saja, dia adalah anak mafia yang sedang menyamar?” celetuk mahasiswi lainnya.

Michalina tertawa dengan kerasnya. “Tidak mungkin dia anak mafia. Kalaupun dia anak mafia, seharusnya ada data tentangnya yang menjelaskan kalau dia merupakan anak dari orang yang berpengaruh di benua ini.”

“Semua tidak perlu bukti Michalina. Bisa saja dia ditugaskan oleh ayahnya untuk melakukan suatu hal di kampus kita,” ujar mahasiswa sambil meminum jus jeruknya.

“DIAM KAU CALLUM!” bentak Michalina dengan penuh amarah.

“Jika kalian semua tidak setuju dengan yang kukatakan, aku akan melaporkan semua ini pada ayahku dan ayahku akan menghentikan investasinya di kampus ini. Setelah itu, dia akan menjelek-jelekan nama kampus ini dan dalam hitungan detik, kampus ini akan lenyap!” ucap Michalina dengan penuh ancaman.

Dengan spontan seluruh mahasiswa dan mahasiswi yang ada di ruang makan ini menutup mulut mereka rapat-rapat. Jika Michalina sudah seperti ini, tidak akan ada lagi yang membantah ucapan Michalina. Apa yang diucapkan oleh Michalina bukan hanya sekedar ucapan diiringi ancaman belaka. Michalina tidak akan bermain-main dengan ucapannnya.

Tidak ada yang berani membantah Michalina. Bahkan pemilik dan ketua kampus ini tidak berani melakukan hal itu. Jika mereka sampai berani nembantah, maka kampus ini akan kehilangan reputasi sebagai sekolah elit terbaik di benua Amerika. Tidak hanya itu saja, bangunan megah yang sudah direnovasi puluhan kali pun akan rata dengan tanah.

Mahasiwi yang menjadi objek bullying dari geng FBG hanya bisa diam tak berkutik. Dia tidak merasa sedih, marah, atau takut. Dia merasa biasa saja. Karena inilah jalan yang harus dia lewati untuk mencapai dua impian yang sudah dia nantikan sejak lulus sekolah menengah atas.

Mahasiswi yang menjadi objek bullying bernama Shelley Valiere. Mahasiswi yang baru saja masuk ke kampus elit ini beberapa menit lalu, langsung mendapat bullying dari geng FBG. Shelley hanya bisa melihat sepatunya yang lusuh yang berada di atas lantai marmer yang memiliki harga fantastis. Sepatu ini sangat tidak layak untuk menginjak lantai marmer ini. Tetapi, itulah fungsi dari lantai. Yaitu diinjak dan memberikan kenyamanan beserta keindahan.

“Astaga Michalina. Padahal mahasiswi itu adalah mahasiswi baru di kampus ini. Apakah Michalina tidak memiliki attitude yang baik?” bisik Alana pada sahabatnya.

“Apa kau adalah mahasiswi baru di kampus ini, hah? Kau terlihat seperti mahasiswi polos yang tidak mengenal bagaimana busuknya Michalina.  Percuma saja kalau dia memiliki harta berlimpah dan kecantikan, tapi tidak memiliki attitude,” balas Lizzie.

“Aku merasa ada yang berbeda dari mahasiswi itu,” ujar Alana dengan sangat pelan.

Lizzie hanya mengangguk karena dia pun memiliki pendapat yang sama seperti sahabatnya, Alana.

“Coba kalian bayangkan, darimana dia bisa membayar uang bulanan kampus ini? Apakah dia akan mencuri atau berhutang pada bank?” tanya Sara dengan maksud menghidupkan suasana agar semua orang yang ada di ruang makan kampus ini kembali mem-bully mahasiswi cupu yang ada di depannya.

Dan ternyata benar saja. Suasana untuk mem-bully mahasiswi baru kembali hidup. Para mahasiswi dan mahasiswa tertawa karena ucapannya barusan. Bahkan tidak jarang juga, ada yang menimpali dengan kalimat merendahkan pada mahasiswi baru.

Michalina tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya seluruh orang yang ada di ruang makan kampus ini mendukungnya untuk memberi kalimat merendahkan pada mahasiswi yang dia ketahui bernama Shelley.

“Bagus, dengan begini, aku bisa semakin menjatuhkan Shelley dihadapan para orang di kampus ini. dan yang terpenting, hubunganku dengan my love Edbert tidak akan terancam,” batin Michalina dibalik senyum kemenangannya.

Itulah alasan Michalina selalu membully mahasiswi baru yang dia anggap sebagai ancaman untuk hubungan asmaranya dengan pria yang sangat dia cintai, Edbert Bravey. Sudah 6 tahun dia mencintai Edbert, tetapi Edbert selalu menganggapnya tidak ada. Sejak usia 16 tahun, dia dan Edbert dipertemukan di satu sekolah menengah atas. Dan mulai saat itu, dia mulai mencintai Edbert.

Tanpa Michalina sadari, dari gerombolan para mahasiswa, ada seorang pria yang sedang menatapnya dengan datar sambil berdesekap dada.

“Edbert, kenapa kau bisa dicintai oleh wanita licik sepertinya?” tanya Brandon pada Edbert yang sedang memberikan tatapan tanpa ekspresi pada Michalina.

“Entahlah, apa aku yang terlalu banyak dosa atau memang sudah takdirku,” jawab Edbert dengan malas.

Sorot manik berwarna cokelat terang milik Edbert beralih pada mahasiswi berpenampilan cupu dan mengenakan kacamata yang menjadi obejk bullying dari Michalina dan geng-nya. Dia merasa ada yang menarik dari mahasiswi baru itu. Padahal kalau dilihat-lihat, mahasisiwi itu terlihat sangat sederhana. Dia yakin kalau mahasisiwi itu adalah anak dari kalangan atas. Kalau dilihat dari kulit mahasiswi itu, terlihat sangat jelas kalau kulit itu selalu dirawat. Kulit berwarna putih bersih itu, terlihat pas dengan rambut hitam kecokelatan yang diikat kuda olehnya.

“Dia lebih menarik daripada Michalina,” batin Edbert memuji mahasiswi yang sedang dibully habis-habisan oleh Michalina dan geng-nya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status