“Saya tidak akan basa-basi,” ucap Satrio penuh ketenangan, “Dimana kalian sembunyikan Ameera?”Memang kedengarannya licik, tapi seperti inilah rencana awal Matteo. Mencari keberadaan Ameera setelah mengamankan Bramantyo dan Benny terlebih dahulu sebab para wanita ini pasti tidak akan mampu melawan intimidasi mereka sehingga gadis kecil itu bisa dengan lebih leluasa kembali ke tangannya tanpa harus mengeluarkan effort lebih banyak.Tiga orang pria dengan ketenangan luar biasa juga percaya diri yang besar melawan dua wanita dalam keadaan shock berat. Tanpa harus diperjelas, angin kemenangan jelas bertiup ke arah Matteo, mereka beberapa langkah lebih maju ketimbang Hera dan Reni karena persiapan yang matang.Apa yang diinginkan oleh Matteo jelas terbukti dengan bertambah puncaknya wajah Hera dan Reni ketika Satrio menyebutkan Ameera dengan begitu jelasnya.Matteo maju mensejajarkan dirinya dengan Satrio, netra biru langsung beredar menatap sekeliling ruangan dengan pandangan mata ingin t
Nyatanya, Ameera tidak tertidur atau pingsan seperti perkiraan awal Matteo. Begitu ia mendekat dan hanya berjarak beberapa langkah, tiba-tiba Ameera membuka matanya.Matteo menghentikan langkah tatkala menyadari tatapan mata Ameera yang sarat akan ketakutan itu. Kontan, Matteo langsung teringat pertemuan terakhirnya dengan Ameera.Matteo bisa melihat ketakutan yang sama bahkan lebih besar lagi ada pada netra Ameera saat ini. Insting Matteo bekerja baik, selaras dengan akalnya dan keduanya memberitahukannya jika ada yang tidak beres dengan Ameera.Matteo merasa seakan dia seorang monster karena dipandang sedemikian rupa oleh Ameera, gadis itu sangat ketakutan dengan kepala yang menggeleng-geleng dan jeritan yang tertahan.Tidak habis akal, Matteo mengangkat kedua tangannya ke atas lalu kemudian berkata, “Aku … tidak … akan … menyakitimu …,” lambat-lambat dan jelas ia mengeluarkan kalimatnya dengan kaki yang melangkah super lambat.Matteo sungguh berharap jika gadis kecil yang tidak mam
Sekiranya setengah jam sejak kepergian Matteo dari Rumah Sakit Glory, kesadaran mulai kembali menggelayuti Falisha seiring memudarnya pengaruh obat yang disuntikkan pada tubuhnya.Pening menggerogoti kepala tapi Falisha tetap memaksakan matanya membuka karena ingatan tentang Ameera yang direngut paksa darinya muncul ke permukaan tanpa bisa dicegah.“Enggg …,” erang Falisha refleks karena pening yang menderanya.“Sha … Lisha …?”Suara teguran yang sangat familiar menyapa telinga Falisha. Wanita ini kemudian mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali untuk menyesuaikan pencahayaan dan didapatinya sosok Riana yang berdiri tepat di sampingnya. Tentu saja wajah cantik itu sarat akan kecemasan, Falisha bisa menilainya sendiri.Sadar jika masih berada di rumah sakit dan dua kali berturut-turut sadarkan diri di tempat ini membuat hati Falisha bergejolak tidak karuan, terlebih ia kehilangan Ameera sekarang.“Sha … are you ok?” tegur Riana was-was karena Falisha tidak kunjung merespon panggilan
Entah sudah berapa kali Matteo melirik sosok kecil yang duduk di samping kursi pengemudi itu. Seolah tidak ada kata bosan, Matteo selalu melakukannya setiap kali ada kesempatan sepanjang perjalanan kembali ke Rumah Sakit Glory ini.Tidak ada percakapan yang terjadi antara Matteo dan Ameera, itu jelas saja sebab tidak ada dari mereka yang memulai terlebih dahulu. Pun Matteo merasa sulit mengajak Ameera berinteraksi jika sedang menyetir seperti ini.Ada rasa bangga yang menyusup di relung hati Matteo saat melihat Ameera yang sedang duduk sambil memandang keluar jendela itu sebab usahanya sangat sukses.Hanya dalam hitungan jam saja Matteo telah berhasil mengambil kembali buah hati Falisha dan dengan ini terikat sudah wanita itu akan hutang budi. Akumulasi dari apa yang telah diperbuatnya ini tentu mempermudah jalan untuk menuju pernikahan yang diinginkan.Lebih tepatnya lagi, pernikahan yang diinginkan keluarga besar Taslim untuk mempertahankan harta dan kekuasaan mereka.Kurang lebih b
Si Gendut - Bab 30 Ibu Dan AnakGelisah seolah tidak ingin pergi, semakin lama semakin menggerogoti hati Falisha.Waktu sudah berlalu beberapa jam sejak Ameera diambil paksa tapi kesayangannya itu belum juga kembali. Tentu hal ini sudah pasti menambah kecemasan dan mengikis kesabaran Falisha.“Sabar … paling sebentar lagi datang,” ucap Riana mencoba membesarkan hati Falisha. Riana sadar jika Falisha semakin dilanda kekhawatiran sekarang, pun dia sendiri juga demikian adanya.Falisha sudah tidak lagi bisa menyembunyikan ekspresi tenangnya yang palsu, topeng itu telah lepas sejak beberapa puluh menit lalu.“Tapi … gimana kalau nggak datang, Rin? Jujur, Aku takut … Mas Bram itu tipe yang menghalalkan segala cara untuk mempertahankan miliknya. Ameera anaknya, anak kandungnya, dia punya hak atas Ameera … sementara Mamat … bukan siapa-siapa …,” ujar Falisha akhirnya mengungkapkan juga kegundahan yang bercokol di hatinya.Riana terdiam dengan lidah kelu ketika mencerna kalimat Falisha. Riana
“Mat ….”“Hm?” jawab Matteo tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop, dia masih harus bekerja dengan beberapa berkas yang harus ia selesaikan malam ini karena seharian sebelumnya ia sibuk mengurusi urusan Falisha dan Ameera.“Apa benar nggak masalah kalau kayak gini?” ucap Falisha lagi, ragu-ragu mengeluarkan unek-unek yang mengganjal di hatinya, “maksudku … mengambil kembali Ameera dengan cara seperti itu?”Sekarang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, Matteo juga menginap semalam lagi di Rumah Sakit Glory ini demi menemani Falisha dan Ameera yang masih harus dirawat. Di luar ruang rawat inap ini juga ada bodyguard sewaan Matteo yang berjaga agar peristiwa tadi pagi tidak berulang.Sudah lewat lebih dari tiga jam yang lalu sejak Junaidi datang mewakili pihak rumah sakit untuk menyampaikan permintaan maaf dan Falisha memaafkan mereka meski menyayangkan kelalaian tersebut.Riana sendiri juga sudah pulang setelah memastikan kondisi si Ibu dan Anak ini dalam keadaan baik-baik s
“Terima kasih, Mat! Terima kasih atas semua bantuannya!” ucap Falisha mantap, diulasnya senyum kecil untuk Matteo lalu meneruskan kalimatnya, “Aku akan menikah denganmu … tolong bantu Aku lagi ya.”Sungguh, ada kelegaan tersendiri yang menyebar di hati Matteo saat mendengar kesediaan Falisha secara langsung dan dalam keadaan sadar seperti sekarang ini, bukan dalam keadaan terdesak serta berdarah-darah.Matteo tidak mau ambil pusing alasan apa yang menjadi dasar Falisha mengambil keputusan itu, apapun terserahlah. Satu yang pasti, masalah yang menghimpitnya juga akan terselesaikan.Dengan adanya pernikahan ini, yang akan segera dilakukan begitu Falisha resmi bercerai, maka akan aman pula harta juga kekuasaan keluarga Taslim terutama untuk Matteo secara pribadi.Persetan dengan restu atau penilaian keluarga besarnya terhadap pilihannya yaitu Falisha, Matteo sudah bertekad tidak akan peduli akan hal tersebut. Toh bagi mereka, kebahagiaannya tidaklah lebih penting dari kesenangan duniawi
“Sudah semua? Itu aja barangmu?” tanya Matteo sambil memerhatikan sekeliling, mengecek sekilas ruangan itu sekali lagi untuk berjaga-jaga, barangkali saja ada barang yang tertinggal.Tiga paperbag berisikan pakaian bersih dan kotor dan sejumlah makanan ada di tangan Satrio yang bertugas menjadi supir dadakan dengan menjemput calon keluarga kecil itu siang ini, sebuah tas selempang berisikan obat-obatan serta barang-barang pribadi sudah melingkar di tubuh Falisha dan memang hanya itu saja yang menjadi bawaan mereka yang katanya akan pindah rumah sakit ini.“Ck!” decak Falisha spontan, “Kamu ini nyindir apa gimana sih, Mat? Tahu sendiri kalau Aku keluar dari sana cuma bawa diri sama Ameera, gimana mungkin barang bisa banyak kayak orang pindahan! Tampol juga nih,” lanjutnya bercerocos tanpa sungkan bahkan disertai dengan pelototan mata meski kalimat terakhirnya tadi tidaklah serius.Matteo langsung tertawa kecil hingga membuat Ameera yang berada di gendongannya menatap keheranan juga seo