Share

Tegar Tapi Rapuh

“Siapa kerabat pasien?”

Tidak perlu ditanya dua kali dan tanpa mengindahkan rasa sakit yang mencuat di sekujur tubuhnya Falisha langsung beranjak dari posisinya detik itu juga.

Apa yang dilakukan oleh Falisha kontan ditiru oleh Lina dan juga Matteo, keduanya tanpa kata bergerak mendekat mengikuti wanita bertubuh tambun itu dari belakang.

“Bagaimana keadaan anak Saya, Dok?” tanya Falisha to the points pada seorang pria paruh baya bersneli putih, kecemasan tampak nyata karena tidak lagi mampu tertutupi.

Sang Dokter menerbitkan senyum tipis untuk Falisha, “Operasinya berjalan dengan baik dan lancar, tidak ada masalah lagi pada patahan tulang anak Ibu,” ucapnya penuh keyakinan, “anak Ibu sekarang masih belum sadar karena pengaruh bius, tapi Saya jamin hal ini hanya akan berlangsung selama beberapa jam saja. Untuk sementara waktu, rawat inap diperlukan sekitar tiga hingga lima hari ke depan untuk memantau kondisi pasca operasi,” lanjutnya kemudian lalu memberikan sedikit penjelasan lebih detail dengan menggunakan bahasa medis yang paling sederhana agar bisa dimengerti.

Falisha mendengarkan kalimat demi kalimat yang dokter itu ucapkan dengan seksama, tak satupun yang ia lewatkan. Falisha berusaha sekuat untuk berusaha tetap tegar menghadapi cobaan hidup meski sebenarnya ia rapuh di dalam.

Rasa lega menyebar di hati ketiga orang yang mendengarkan penjelasan sang Dokter dengan seksama itu terutama Falisha. Walau tidak mengurangi kadar kekhawatirannya tapi yang pasti ia tahu bahwa Ameera sudah berada di tangan yang tepat.

“Terima kasih banyak atas bantuannya, Dok!” ujar Falisha tulus, dua orang kawan yang turut menemani dan mendengarkan semua menganggukan kepala mereka hampir secara bersamaan.

“Sama-sama, Bu. Hal ini sudah menjadi kewajiban Saya,” balas si Dokter dengan ramah, “pasien akan dipindahkan ke ruang rawat inap sebentar lagi, jika terjadi sesuatu … Ibu boleh menghubungi Saya atau dokter jaga yang bertugas. Jika tidak ada lagi yang ingin ditanyakan, Saya pamit dulu karena masih ada pekerjaan lain yang menunggu,” sambungnya berpamitan tanpa melunturkan senyum dan kemudian berlalu setelah mendapatkan respon.

Sepeninggal dokter, Matteo maju selangkah mendekati Falisha. Ada yang ingin pria itu sampaikan tapi belum sempat ada kata yang terlontar, perhatian Falisha sudah lebih dulu teralihkan dengan keluarnya brankar berisikan Ameera.

“Ameera … Nak …,” seru Falisha parau, kakinya langsung melangkah mengekori dua orang perawat yang tengah memindahkan brankar Ameera.

Lina sebagai kawan Falisha terang tidak melepaskan kesempatan untuk terus memberikan dukungannya, segera ia mengambil tempat di sisi brankar yang berbeda. Kedua wanita itu pun melangkah bersama perawat, meninggalkan Matteo begitu saja.

Matteo menghela napas kasar tapi tidak membuatnya mengurungkan niat untuk bicara pada Falisha.

“Sha … Sasha!” panggil Matteo sambil nyusul teman sejak kecilnya itu dan yang namanya disebutkan barusan langsung menoleh tanpa menghentikan langkah.

Falisha membagi fokusnya untuk Matteo, tapi tetap dengan tidak beranjak dari sisi brankar.

“Aku pergi dulu, ada kerjaan yang nggak bisa ditinggal. Nanti Aku balik!” kata Matteo cepat, mengutarakan salah satu hal yang ada di kepalanya.

“Ok!” sahut Falisha singkat dengan suara yang dikeraskan sebab jarak mereka sudah semakin lebar, tak lupa senyum tipis sekilas ia berikan sambil terus melangkah maju.

Walaupun pihak Matteo yang menyebabkan kecelakaan ini terjadi, sungguh Falisha tidak menyalahkan pria itu karena dia sendiri ikut andil di dalamnya.

Mengantongi izin Falisha, Matteo pun memutar tubuh dan melangkah ke arah yang berlawanan dari rombongan Falisha. Memang, ada yang harus diurus oleh pria dengan tinggi seratus delapan puluh sentimeter itu segera.

Falisha sendiri tidak lagi memedulikan Matteo, fokus wanita ini kembali pada Ameera yang pucat dan belum sadarkan diri dengan tangan di gips akibat fraktur tulang yang dialaminya.

Bersama Lina, Falisha terus mendampingi putri semata wayangnya yang masih dalam pengaruh bius itu. Brankar didorong melewati lorong demi lorong rumah sakit dan akhirnya tiba di sebuah ruangan.

Ruang rawat inap Ameera tempatnya bersebelahan persis dengan ruang rawat inap Falisha di area Bangsal Anggrek, yang mana juga merupakan area VVIP Rumah Sakit Glory itu.

Falisha sama sekali tidak mengeluarkan sepatah katapun protes mengenai fasilitas yang ia terima, dia tidak ambil pusing akan tindakan sepihak Matteo karena ingin fokus pada perawatan Ameera terlebih dahulu.

“Jika pasien sudah sadar, silakan tekan tombol merah ini biar petugas medis datang mengecek keadaan,” terang salah seorang perawat dengan menunjuk sebuah tombol di samping brankar Ameera.

“Baik, Sus … Saya paham!” sahut Falisha diikuti dengan anggukan kepala.

“Kalau begitu kami permisi dulu, Bu!”

“Iya, Sus. Makasih ya!”

Dua perawat itu pun beranjak meninggalkan ruangan, sosok keduanya baru saja menghilang dibalik pintu dan perhatian Falisha kembali di tarik dari Ameera sebab kedatangan wanita lain yang datang ke ruang rawat inap tersebut.

“Lisha!”

####

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status