Kali ini aku, Kak Adam dan dua orang lainnya pulang latihan sedikit lebih lama karna kami harus memebrereskan peralatan-peralatan drama. Semua peserta drama memang dibagi beberapa kelompok, secara bergiliran membereskan ruangan setelah latihan. Aku tentu saja melakukannya kali ini bersama detak jantung yang tidak seirama didalam tubuh ini. Dalam otakku kompilasi antara khotbah Shaniar kemarin dan kemungkinan si Lesung Pipi akan meminta nomor handphoneku nanti bergulat dengan sengit. Hingga hatiku pun menyimpulkan tanpa ragu bahwa di Lesung Pipi pasti memiliki rasa yang sama. Tanpa Ragu. Lalu sedetik kemudian logika menyerang semua dan memisahkan pergulatan itu.
"Kalau pun dia meminta nomormu. Apa memang sudah pasti dia menghubungimu untuk mengintenskan pembicaraan kalian?" Tembaknya sangat keras. Sang logika menghunuskan pedangnya tepat dijantungku.
"Bisa saja dia melakukannya hanya untuk hal-hal sepele atau ya, kau taulah, dia kan populer. Dia pasti melakukan itu juga
Sekolah ini adalah salah satu SMA swasta terbaik se kabupaten Dairi karna fasilitas dan program-programnya bagus. Walau dari segi prestasi berada diperingkat 5, tapi menurutku sekolah ini memiliki lingkungan belajar yang baik. Ruangan kelas yang bagus bila dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain yang pernah kukunjungi ketika mensurvey sekolah swasta lainnya karna nilaiku tidak memenuhi syarat untuk masuk ke SMA negeri favorite di kota Sidikalang ini bahkan favorite se kabupaten Dairi. SMA Negeri 21 Sidikalang. Peringkatku berada di urutan 155, sementara siswa yang diterima hanya 150 orang. Mengecewakan sekali. Tapi demi mengingat bahwa siswa yang mendaftar bukan hanya dari dalam kota tapi juga dari kota dan kabupaten lain, aku cukup bangga ada diurutan itu. Tesnya sendiri diadakan 3 hari karna banyaknya yang mendaftar.Akibatnya aku tidak bisa mendaftar kesekolah negeri lainnya karna pendaftarannya sudah ditutup. Ayah sempat ingin membantu dengan menghubungi kenalannya yang
Adakah kemungkinan manusia ditakdirkan tanpa pasangan? Pikirku dalam hati. Mungkinkah semua orang didunia ini pernah jatuh cinta? Benar-benar semua orang. Setiap manusia yang ada dibumi ini. Apa mereka juga merasakan kegelisahan hendak melakukan sesuatu tapi tidak tahu pasti apa itu? Gelisah melihatnya, ada hal yang harus dipertegas. Tapi bagaimana caranya? Mau memulai dari mana? Ada hal yang sangat ingin diperjelas dari samar-samar, tapi apakah nantinya malah akan terlihat konyol? Ingin sekali mempertanyakan arti dari gelagat-gelagatnya, kehadiran dan kebiasan barunya yang tiba-tiba. Tapi bisa apa? Bukankah nanti akan terlihat seperti terlalu menggebu-gebu. Bisa saja malah akan membuat semuanya buyar. Setelah nanti perasaan itu terungkap dan jelas, apakah sensasi-sensasi indah kegelisahan itu akan pudar? akan berganti dengan apa? Apakah itu akan sama menariknya? Atau malah semakin memudarkan aroma-aroma jatuh cinta yang membuat mabuk kepayang itu. Yang jelas
Pagi ini awan dan matahari terlihat sedang berbincang satu sama lain beralaskan langit biru cerah. Mereka seolah-olah sedang membicarakan penampilanku yang sedikit lebih feminim dari biasanya berbalutdress putih dengan renda-renda kecil di bagian lengan. Angin kecil meniup juntaiandressku dan membuat hari ini semakin sempurna.Dari teras Gereja aku melihat Si Lesung Pipi terpana sebentar sebelum akhirnya melangkah mendekat. Mata kami tak sengaja bertemu tadi. Pagi ini pertama kalinya aku melihatnya di Gereja ini. Kemeja kotak-kotak gelap dan celana jeans hitam pekat serta sneaker hitam bersol putih yang dipakainya itu membuatnya terlihat berbeda dan menawan. Rambut tebalnya dibelah pinggir tersisir rapi. Wajahnya itu segar cerah membuatnya menonjol dari orang-orang disekitarnya. Pesona lesung pipinya tetap jadi senjata ampuh menyempurnakan semua kharismanya."Selamat hari Minggu, Drew""Selamat hari Minggu juga kak""La
Motor Melaju kencang membawa kami berdua. Shaniar dan Kak Adam juga berboncengan. Setelah berganti pakaian di toilet Gereja, Shaniar memasukkan dress putihku dan dress coklatnya ke dalam tote bag yang sengaja dia bawa lalu dimasukkan kedalam bagasi motor si Lesung Pipi. Lagi-lagi si Lesung Pipi membuatku merona malu saat akan menaiki motornya. Dia mengatakan bahwa apapun yang kupakai terlihat bagus dan cantik.Sesuai rencana sebelumnya kami pergi berkumpul menuju rumah kak Dani yang terletak tidak jauh dari sekolah. Di seberang gerbang sekolah ada jalan sedikit menurun dengan tiang plank berwarna hijau menancap di sisi kanan simpang. Gereja Karo menjadi bangunan utama persis dipinggir jalan sebelum turunan. Sebuah rumah kayu minimalis dan modern berwarna kuning lembut dengan garis-garis hijau senada terletak di samping lapangan Gereja, itulah rumah kak Dani. Aku dan Shaniar baru tau kalau rumah kak Dani sedekat itu. Rumah yang lumayan luas itu dibagi dua bangunan dan se
Tetesan-tetesan air masih betah menempel di patung TB Simatupang dan patung Liberty Manik berwarna emas yang berdiri gagah di pelataran Letter S. Sebagian tetesan-tetesan air itu jatuh ke podium patung. Warung kecil di dalam mobil hitam yang sudah dimodifikasi berada di salah satu sudut pelataran. Pemilik warung terkantuk-kantuk berselimut hijau gelap tebal berbulu. Pemandangan kota sumbul dari atas sini sangat indah walau sedikit tertutup kabut. Kami duduk di bawah saung beton lumayan besar di tingkat atas bukit Letter S. Sehingga semuanya terlihat jelas. Tempat ini dinamakan Letter S karna jalan menurun di depan bukit ini berkelok seperti huruf S. Disamping bukit ada pintu masuk bagian belakang taman TWI berhiaskan gapura besar melengkung dibagian atasnya, bertuliskan Taman Wisata Iman Dairi. Di bukit ini biasanya tempat insan-insan muda yang sedang jatuh cinta berbincang-bincang setelah atau sebelum berjalan-jalan ke dalam taman. Pohon-pohon hijau rimbun dan tinggi
Sepanjang obrolan setelah dia datang, aku kebanyakan hanya diam saja. Sesekali menimpali kalau namaku disebut atau ikut tertawa ala kadarnya. Shaniar yang sudah terserang virus cinta pada kak Adam -dia pasti tidak akan melewatkan kesempatan duduk bersampingan dengan kak Adam- terlihat biasa saja dan malah ikut-ikutan heboh. Pembicaraan seperti berpusat pada si Nenek Tapir karna dia sangat heboh. Suaranya melengking di buat-buat seimut mungkin. Pengaturan!. Gesturnya juga seperti ingin menguasai semua perhatian orang-orang disekelilingnya. Setidaknya itu yang kulihat dan rasakan. Pembicaran ini menajdi sangat membosankan. Aku jadi tidak tenang berada di tengah-tengah ini semua.Aku sangat tidak menyukai kehadirannya tapi mungkin karna itulah aku bisa mencermati alasan dia ada di sini. Dia menceritakan betapa bahagianya dia hujan sudah turun dan bisa menyusul kami. Bahagianya semakin bertambah saat dia bertemu rombongan kak Adam di tengah perjalanan dan berhasil membujuk mereka
Tapi, esoknya dan hari-hari berikutnya sangatlah berbeda dari dugaanku. Rencanaku gagal total. Si Lesung Pipi berubah. Benar kata Shaniar, dia menjaga jarak bukan hanya pada Shaniar, kini juga denganku. Dia sudah kembali menjadi seperti anak populer lainnya. Sangat jauh di atas sana. Jarang terlihat di tempat-tempat biasa. Bahkan hanya berpapasan juga tidak pernah lagi. Aku menjadi sangat jarang berinteraksi langsung dengannya belakangan ini. Latihan drama yang kuharapkan bisa mendekatkanku lagi padanya juga tidak banyak membantu. Dia sering menhindariku ditambah lagi dia juga semakin seing tidak ikut latihan karena mengurus sesuatu. Kak Adamlah yang memberitahukan alasan mengurus sesuatu itu. Itu pun detailnya tidak mau dijelaskan olehnya. Aku dan ka Adam masih mnegobrol biasa meski tidak sedekat kemarin-kemarin. Itu juga pasti karna interaksi kami di drama ini. Kalau tidak, mereka berdua sudah jelas-jelas menghindariku dan Shaniar.Terutama dia. Kak Bownie masih meman
Ditengah-tengah teriknya matahari siang di kota Sidikalang ini, gladi resik dilaksanakan. Hari H tinggal dua hari lagi. Sudah hampir dua bulan lebih kami latihan dan aku pribadi berharap ini semua cepat berakhir. Waktu terasa begitu lambat berjalan. Hampa. Hari-hari sudah mulai seperti biasa lagi bagiku. Sudah mulai terbiasa dengan semua ini. Meski tetap saja, hampa. Sebagian kelompok pengisi acara sudah berada di aula. Aula tempat kami dulu pernah berkumpul untuk bersepeda bersama. Tempat dimana dia pernah merasa terusik karna aku lebih memuji temannya dari pada dia. Aula dimana jadi titik start renggangnya kisah singkat itu. Untuk mengusir kebosanan sebelum acara dimulai, aku memilih duduk di taman aula dan membaca kembali buku kumpulan kata-kata motivasi dari para tokoh dunia yang diberikan Rio pada hari ulang tahunku tahun lalu, dari pada membaca kertas-kertas naskah yang usang keriting ini. Rio memberikan ini agar aku bisa lebih temrotivasi lagi mengubah gaya hi