Nafasnya memburu. Naik turun tanpa jeda tanpa irama. Kerah kemeja dia longgarkan. Keluar dari apartemen Drewi, Dani tidak sabar ingin sampai ke kafe milik Sano. Di sana ada seseorang yang sangat ingin sekali dia minta konfirmasi.
Git. Adam sudah di sana?
SendKirimnya pada Agitha sebelum memasuki lift.
Sudah kak. Semuanya sudah ada disini.Tinggal Dancer sama dekorasi yang belum siap.Drewi tahan sebentar ya di sana.ReadDi dalam mobil, Pesan balasan masuk. Begitu mesin meyala, Dani tanpa membalas pesan, menginjakkan kaki sekuat tenaga di pedal Gas, menimbulkan suara cericit memekakkan telinga di basement apartemen. Darahnya sudah naik keubun-ubun.
“Sialan!!! Sialan!!” bentaknya pada setir. Dipukulnya sekuat tenaga untuk meredam emosi.
30 menit berlalu setelah meelwewati kemacetan dibeberapa jalan besar kota, akhirnya kafe milik Issano telrihat di uj
"Masih ada banyak hal dan masih ada banyak cerita tentang semua ini yang akan aku ceritakan padamu. Dan akan aku ceritakan apapun yang ingin kau tahu. Akan aku ceritakan semua hal-hal yang menurutmu masih perlu untuk kau tahu. Jadikan aku tempatmu bertanya, jadikan aku tempatmu menangis, jadikan aku tempatmu marah, jadikan aku tempatmu kecewa. Aku sudah lama ada di sampingmu....." (Ini...ini...memang harusnya bab terakhir. Tapi...tapi..sesungguhnya guyss..masih ada bab terakhir yang lebih real. Tolong jangan sebut aku penulis yang bertele-tele. Karna memang sebenarnya iya. Wkwkwkwkwwkk *penulis? hapaaa hiyaaa aku adalah seorang penuliss??? update kok lama-lama banget. Hilih!) *Novel ini ga akan hibernasi seperti novel saya yang satunya lagi. Novel yang sebelah itu masih lama tamatnya soalnya. Kalau yang ini harusnya udah tamat. Memang aku yang ga tau maluuu malah di lama-lamain tamatnya....: '(
Menangis itu perlu entah kau perempuan atau laki-laki, karena luka bisa saja menghampiri setiap orang, tidak mengenal apa gender, status dan keadaan. Karena di dalam air mata dan usaha mengeluarkan air mata itu ada beban yang keluar secara tidak langsung. Ketakutan menjadi hilang, keraguan menjadi hilang, sesak hati sirna. Cinta harus diungkapkan, baik engkau perempuan maupun laki-laki. Baik ketika masih kecil maupun sudah dewasa. Karena cinta menghampiri setiap orang. Sekali lagi, tanpa mengenal siapapun itu dia. Karena saat cinta diucapkan, bukan hanya untuk menunjukkan hatimu, tapi untuk mengambil bagian hati yang mencinta, agar tidak menimbulkan sesuatu yang tidak kita duga. Sekalipun kau di tolak, sekalipun hati dipatahkan, setidaknya tidak ada luka yang terpendam. Kau bisa mengambil langkah selanjutnya. Kau bisa bangkit lagi. Berjalan lagi tanpa apaun yang mengendap dalam hatimu. Terluka dengan lega, terluka dengan ringan ,terluka dengan pasti. Kita
Meski cinta terkadang tidak bisa ditebak dan dipungkiri, tapi bagaimana bila cinta benar-benar tidak bisa ditebak sama sekali? Bila kau pernah merasakannya, apakah kau juga akan seperti aku? Tidak tahu apa yang harus diperbuat. Semua rasa bercampur aduk hari demi hari walau itu terjadi hanya karena masalah atau hal kecil dan sepele, contohnya lesung pipinya.Siapa yang menyangka lesung pipi yang sebenarnya sudah beberapa kali aku lihat itu menjadi titik awal kegelisahan dan cerita panjang ini. Walau sebenarnya ada faktor-faktor lain mengapa saat itu adalah waktu yang sangat perfect untuk jatuh cinta. Apalagi ini cinta pertamaku.Kata orang, cinta pertama tidak harus saat pertamakali menyukai seseorang, tapi ini benar-benar cinta pertama yang jatuh pada orang pertama yang aku sukai.Dia benar-benar yang pertama.Berdebar-debar tidak karuan dan sangat tidak bisa di pungkiri.
"Ee...siapa saja yang belum berpartisipasi? Tunjuk tangan dulu" logat batak ibu Silaban alias ibu Gempal (nama panggilan untuknya di kalangan siswa) benar-benar sekental kopi pahit Sidikalang.Tau kopi Sidikalang kan? Kopi khas yang berasal dari salah satu daerah tertinggal di Indonesia. Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Ok, enough there. Kembali ke ceritaku.Siang itu ibu Gempal datang ke kelasku, kelas 11-A untuk mendata siapa saja yang berminat dalam kegiatan drama yang akan dipertunjukkan pada saat sesi hiburan di Pensi perayaan HUT RI di SMA kami, SMA Darma Bangsa, segemilang namanya di seantero kota Sidikalang ini.Aku dan beberapa teman-teman sekelasku yang lain mengacungkan jari telunjuk kami ke udara dengan tenaga dan posisi yang amburadul. Suasana siang yang terik di jam terakhir pelajaran membuat kami tidak bersemangat."Ai na boha do halakon!” ( Ada apa dengan kalian ini?) Masih muda pun udah lemas, mana semangatnya...mana!" bentak ibu gempal sambil men
Sebenarnya ini hanya sesuatu yang biasa saja.Mengacungkan tangan dan terdaftar sebagai salah satu peserta drama. Inilah yang aku sebut tidak ada dalam radar tebakanku.Menurutmu jika seandainya kau jadi aku, kau tahu bahwa pada akhirnya akan mengalami cinta pertama ini, apakah kau akan mensyukuri dan bahagia akan tangan yang teracung tinggi itu karena telah menjadi awal semua ini? Pusingkan? Ya, mari kita ikuti saja cerita ini. Kita lihat seindah apa cinta pertamaku. Indah?Apa semua cinta pertama memang indah?Satu hal yang tidak kusadari sedari awal adalah bahwa apakah cinta itu memang semuanya indah? Baik cinta pertama, kedua dan seterusnya? Maksudku, adakah cinta yang pasti benar-benar indah?Yang tidak kusadari selanjutnya adalah bahwa untuk jatuh cinta itu ada proses yang kadang menyenangkan dan kadang tidak. Untuk benar-benar yakin apakah kita jatuh cinta perlu beberapa langkah asing maupun tidak asing, mengganggu atau tidak menggangu, sesuatu yang datang tiba-tiba atau bahkan
Beberapa hari berikutnya setelah pulang sekolah, semua siswa yang terdaftar sebagai pengisi acara, dikumpulkan di tengah lapangan dan diberi pengarahan tentang apa yang harus dilakukan. Disaat siswa yang lain sedang berdiri dan berpanas-panas ria mendengar arahan, aku dan Shaniar sengaja memilih barisan paling belakang dan agak menjauh dari barisan karena tidak ada guru yang mengawasi. Kami memutuskan untuk berjongkok sambil menopangkan kepala ke lutut, berlindung pada bayangan siswa-siswa lainnya. Kami mulai berbicara tentang apa saja yang terlintas di kepala kami. Sekilas saat menoleh ke arah lain, aku melihat “si Lesung Pipi” yang sedang tertawa bersama temannya dan wajah cemberut kakak kelas yang dikerjai oleh mereka. Mungkin karena hanya sekilas, jadi aku tidak mendapatkan kesan apa-apa dari dia selain lesung pipinya itu, yang sepertinya memang tidak akan bisa ditutupi. Maksudku, itu sudah seperti ciri khas. Hal pertama yang terlintas di otak saat melihat dia. “Drew yakin kamu
Aku masih bertahan di kelas bersama dengan kak Adam, si ketua Osis, yang akan berperan sebagai Raja Sisingamangaraja, saat semua orang sudah pulang termasuk si Lesung Pipi yang ternyata ikut dalam drama ini juga. Dia berperan sebagai tentara Belanda. Ketika perkenalan naskah tadi, aku menyimpulkan ternyata dia itu cukup populer. Siswi-siswi dari kelas lain acapkali mengeluarkan suara-suara dan kalimat menggoda saat si Lesung Pipi memperkenalkan diri. "Nama saya David Leonardo, berperan sebagia tentara Belanda" ucapnya biasa saja tapi membuat sebagian besar siswi-siswi wanita berteriak genit. Aku sampai muak melihat para geniters itu. Ibu Gempal menyuruh aku dan kak Adam untuk membahas naskah kami berdua, karena naskah kami termasuk yang paling panjang dan rumit. Kami banyak berbincang mengenai kegiatan kami di sekolah selain membahas naskah. Aku juga banyak bertanya tentang kegiatan dia yang termasuk padat untuk ukuran seorang anak SMA. Apalagi dia sudah kelas tiga yang harusnya fo
Olokan adalah sesuatu yang sangat tidak menyenangkan, apalagi bila olokan itu dilakukan padamu tepat di depan seseorang yang entah kenapa tiba-tiba ada dalam pikiranmu. Itu sangat memalukan bukan?. Saat kita mengolok-olok seseorang mungkin kita merasakan sensasi tersendiri, entah itu merasa hebat karna menemukan kekurangan seseorang yang kita olok, merasa senang karna mendapatkan perhatian dari orang-orang di sekitar kita saat mengolok-olok atau bahkan mendapatkan kepuasan tersendiri setelah melampiaskan sesuatu yang terpendam dalam hati kita. Perlu kita sadari bahwa menjadikan seseorang menjadi bahan olokan, itu tidak membuat kita otomatis menjadi seseorang yang sempurna. Bahkan kita secara langsung menampakkan warna atau nilai kita sendiri. Nilai negatif. Tapi aku tidak bisa menyebutkan itu tepat di hadapan orang yang mengolok-olokku, aku hanya berharap bisa membalikkan keadaan agar olokan itu berubah menjadi pujian nantinya.
“Ketua apaan kamu. Kemarin kenapa kami nggak diwarning kalau ada ibu Silaban" bentakku pada Wirja Sitepu, sang ketua kelas. Wirja yang gossip-gossipnya telah menaruh harapan pada Shaniar sejak kelas 1 itu, hanya bisa tersenyum malu-malu yang membuat aku dan Shaniar semakin panas. “Maaf Drew aku nggak bisa berbuat apa-apa. Ibu Silaban sudah kasih kode duluan. Maaf, yah” “Ck! Ah, udah Drew. Kita keluar aja, yuk. Makin emosi yang ada kalau di sini” ucap Shaniar menarik tanganku keluar dari kelas diiringi tatapan tajam siswa perempuan lain yang sedang berkumpul. Mereka adalah fansnya Wirja. Setiap istirahat mereka memang selalu membuntuti Wirja kemana pun dia pergi. Bahkan menunggui di depan toilet sekali pun. Ngeri! Pantas saja Shaniar selalu menghindari Wirja. Siapa yang mau berurusan dengan fans fanatik yang menyeramkan seperti mereka itu. Dulu saat kami masih kelas satu, Wirja pernah menulis nama Shaniar di sampul belakang buku tulisnya dengan namanya di bawah nama Shaniar dan ta