Share

Si Tampan yang Posesif
Si Tampan yang Posesif
Penulis: Renata Respati

1. Mimpi Ciuman

Penulis: Renata Respati
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-29 02:32:42

“Kita emang nggak punya hubungan apa pun. Tapi… kamu milik aku,” setelah mengatakan kalimat itu, Kara—cowok yang tiga tahun ini menjadi crush Diandra—menyeringai sebelum akhirnya mendekatkan wajahnya ke arah Diandra.

Menciumnya.

Pelan… dan dalam.

Diandra yang awalnya melotot karena terkejut, berakhir memejamkan mata, menenangkan diri sendiri, dan perlahan menikmati ciuman lelaki itu di bibirnya.

Diandra menggantungkan tangannya di leher Kara, menarik lelaki itu agar lebih mendekat padanya.

‘Akhirnya… setelah tiga tahun… cinta gue nggak lagi bertepuk sebelah tangan,’ batin Diandra senang.

‘Ini menyenangkan. Ciuman ini… aku menyukainya’.

‘Rasanya… aku tidak ingin terbangun dari mimpi ini.’

Diandra seketika membuka mata di tengah ciuman mereka.

Mimpi.

Mimpi.

“Arrrgh! Kenapa gue harus kebangun di saat-saat kayak gini sih? Padahal lagi hot banget mimpi gue barusan!” serunya saat kesadarannya sudah pulih sepenuhnya.

Diandra melihat ke sekeliling dan menemukan dirinya masih berada di kamarnya, di atas tempat tidurnya.

For the first time gue mimpiin Kara kayak tadi. Tapi kenapa malah kebanguuun… ugh!” Diandra mengambil bantal di sisinya dan memukulinya keras-keras.

“Tapi… apa artinya mimpi barusan, ya? Ciuman ini… kenapa rasanya kayak nyata banget,” Diandra memegangi bibirnya sambil tersenyum malu-malu.

***

“Ada apa?” Kara memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, menunggu Diandra mengatakan sesuatu.

Mereka berdiri berhadapan setelah Diandra menarik paksa tangan Sangkara menuju ujung lorong yang sepi dekat perpustakaan. Hampir tidak ada siswa-siswi yang melewati lorong itu kecuali anak-anak jenius yang suka menghabiskan waktu mereka di perpustakaan. Termasuk Kara salah satunya.

Lima menit.

Sepuluh menit berlalu.

“Lo udah buang-buang waktu gue,” kesabaran lelaki itu habis, ia hendak pergi dari sana sebelum kembali dicegah oleh Diandra.

“Aku suka sama kamu. Dari dulu… sejak tiga tahun yang lalu, aku udah jatuh cinta sama kamu,” ucap Diandra dalam satu tarikan napas.

Wajah Kara masih datar, tidak menunjukkan reaksi apa pun atas pernyataan cinta Diandra. Ia bahkan sama sekali tidak terkejut!

Diandra menunggu dengan cemas, ia menggigit bibir bawahnya sambil menanti jawaban laki-laki itu. Ia sudah mengumpulkan tekad dan keberanian untuk menyatakan cintanya hari ini. Apalagi setelah mimpi manis semalam, ia semakin yakin untuk segera mengatakan isi hatinya pada Sangkara.

Diandra berharap mimpi semalam adalah pertanda baik, kalau Kara akan memiliki perasaan yang sama dengannya, lalu menerima cintanya dan berakhir mereka jadian. Tapi setelah beberapa menit berlalu, Kara masih belum juga menunjukkan reaksi apa pun. Keteraluan!

“Kok diem? Kamu kaget, atau ilfeel?”

“Nggak tau,” jawabnya singkat.

“Kok nggak tau?”

“Nggak expect aja cewek kayak lo beneran suka sama gue. Gue kira selama ini lo ngejar gue buat seru-seruan aja biar rame.”

“Gimmick maksudnya?”

“Bisa dibilang gitu.”

“Ya mana ada gimmick sampe tiga tahun? Yang bener aja,” serunya tak terima.

Perasaannya pada Kara itu tulus, tapi ia malah menganggapnya main-main. Diandra kesal, sekaligus penasaran dengan jawaban Kara selanjutnya.

“Udahan aja.”

“Hah? Maksudnya? Mulai aja belom, gimana mau udahan,” ujar Diandra tak mau kalah.

Stop, Diandra. Nggak pantes cewek kayak lo ngejar-ngejar gue kayak gini.”

“Cewek kayak gue… kayak gimana ya maksudnya?”

“Lo nggak perlu jatohin harga diri lo sendiri buat ngejar-ngejar cowok setiap hari. Nggak pantes. Anak sekolah itu tugasnya belajar, bukannya pacaran.”

‘Lah, kenapa malah jadi diceramahin gini,’ batin Diandra kesal.

“Jadi…?” Diandra bertanya lagi.

Demi Tuhan dirinya butuh jawaban. Bukan nasihat percintaan!

“Lo bisa simpulin sendiri jawabannya,” laki-laki itu memalingkan wajah dan pergi begitu saja.

Meninggalkan Diandra dengan tanda tanya besar di kepalanya.

“Ini gue baru aja ditolak… atau digantungin sih?” ucapnya pada diri sendiri.

***

‘Jangan banyak gerak, nanti malah tambah sakit.’

Diandra tak dapat mengontrol senyumnya sendiri saat kembali mengingat pertemuan pertamanya dengan Kara, cowok introvert dan jenius yang menjadi pujaan hati banyak orang.

‘Cuma luka kecil, nggak usah nangis, paling dua sampe tiga hari lagi juga udah sembuh,’ ucapnya sambil sesekali meniup ke arah lukanya yang baru saja diolesi obat.

Saat itu Diandra tak sengaja tersandung dan jatuh di sekitar lapangan basket. Kara yang berada tak jauh darinya dengan sigap menolong dan membawanya ke UKS. Kara bahkan membantunya mengobati lututnya yang terluka dan berdarah.

‘Sangkara Adhiyatsa’, Diandra tersenyum saat menyebut nama lelaki itu dalam hati.

Sembari mengingat-ingat kembali awal pertemuan mereka dulu. Yang membekas di benak Diandra, dan membuatnya berakhir jatuh cinta pada Kara.

Sejak hari itu… hingga sekarang. Perasaannya tidak pernah berubah.

Setiap hari selama tiga tahun, Diandra selalu mencari cara agar ia bisa dekat dengan Kara. Tidak peduli meski pun Kara selalu mengabaikannya. Namun Diandra selalu mencoba sebaik mungkin untuk mendapatkan perhatian lelaki itu.

“Lagian, kok bisa sih ada cowok yang nggak suka sama lo. Udahlah cantik, kaya, populer pula. Harusnya kalau mau dapetin seratus cowok kayak si Kara Kara itu sih nggak susah, ya. Eh, dia malah sok jual mahal begitu,” ucap Laviena—sahabat Diandra.

“Lo juga, Di. Betah banget tiga tahun naksir sama cowok yang cueknya minta ampun gitu,” lanjut Claudia—sahabat Diandra yang lain.

Diandra hanya tersenyum tanpa berniat menanggapi ocehan kedua temannya.

“Mau sampai kapan lo ngejar-ngejar dia terus? Udah tiga tahun loh! Sampai sekarang Kara nggak pernah tuh nunjukin kalo dia suka sama lo,” ucapan Lavie yang lugas itu mengusik ketenangan Diandra.

“Atau sebenernya dia udah punya cewek di luar sekolah? Makanya selama ini dia nggak tertarik sama cewek-cewek di sekolah kita,” lanjut Claudia lagi.

“Bisa jadi,” sahut Lavie.

“Jangan gitu dong. Kalian temen gue bukan sih? Kok ngomongnya kayak gitu,” Diandra merengut kesal.

“Ya, biar lo move on. Udah mau lulus loh kita sebentar lagi. Di universitas nanti juga pasti banyak cowok yang lebih dari Kara, lo bisa tuh nangkep satu buat dipacarin.”

“Ikan kali ah ditangkap,” Claudia tak bisa menahan tawanya.

“Tuh liat, mana bisa gue move on dari cowok modelan kayak Kara gitu,” Diandra menatap Kara yang tengah bermain basket bersama teman-temannya.

Berlari, tertawa, melakukan slamdunk, dan berkeringat. Semua hal-hal itu tak luput dari perhatian Diandra saat melihat lelaki pujaan hatinya bermain di tengah lapangan.

Para gadis menyukainya karena dia tampan dan kaya raya. Sedangkan para lelaki membencinya karena Kara terlalu pandai dalam banyak hal, baik akademik maupun non akademik, ditambah lagi background keluarganya yang tidak main-main. Sangkara seolah menjadi sosok yang sulit untuk disentuh.

Tidak heran namanya selalu disebut dalam setiap obrolan siswa mana pun di sekolah.

“Kara!” Diandra berteriak dari kursi penonton, lalu beranjak dari tempatnya dan berlari ke arah Kara begitu pertandingan basket selesai.

Namun tiba-tiba langkahnya terhenti, saat melihat gadis lain muncul di sisinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Si Tampan yang Posesif   6. Pesta Kelulusan

    “Sorry, kenapa tiba-tiba banget, ya? Pertama, gue nggak gitu kenal sama lo. Kedua, udah pasti gue dateng sama temen-temen gue. Tapi makasih udah ngajakin,” Diandra berusaha menolak dengan sopan.“Bukan sama Kara?” tanyanya lagi, kali ini dengan nada mencurigai.Kening Diandra mengerut, dia tidak suka ketika orang lain mencoba mengusik privasinya.“Kok jadi Kara?”“Ya… semua orang juga tau kalo selama ini lo ngejar dia banget, cuma akhir-akhir ini aja agak beda.”“Itu sama sekali bukan urusan lo.”“Ada yang mau gue omongin nanti malem.”“Yaudah tinggal ngomong aja sekarang, kenapa harus nunggu nanti malem?”“Nggak bisa, moment-nya nggak tepat kalo sekarang. Gue juga belom siap.”Diandra melihat ke sekeliling, tempat di mana teman-teman satu angkatannya masih sibuk merayakan kelulusan.“Yaudah, nanti malem aja. Tapi nggak harus berangkat bareng juga, kan? Ketemu di sana kan bisa.”“Oke. See you tonight.”Diandra mengangguk, dan membiarkan laki-laki bernama Alvaro itu pergi dari hadapann

  • Si Tampan yang Posesif   5. Patah Hati

    Mata mereka bertemu dan saling menatap beberapa saat sebelum akhirnya Kara berpaling dan mengembuskan napas berat.“Gue nggak bisa,” tiga kata dari Kara itu sontak membuat napas Diandra tercekat.Jantungnya seperti berhenti berdetak sepersekian detik, dan udara di sekitarnya terasa menipis, membuat Diandra kesulitan bernapas.“But, thanks karena udah suka sama gue selama tiga tahun ini,” lanjutnya.Kalimat itu terdengar sangat menyakitkan bagi Diandra. Rasa cinta yang dia simpan selama tiga tahun ini sia-sia. Perasaannya tak berbalas.“Apa ada sesuatu didiri gue yang bikin lo nggak suka? Atau belum? Gue bisa nunggu.”Diandra tahu kata-katanya itu terdengar konyol, tapi tubuhnya bergetar saat memikirkan kemungkinan itu.Kara tidak langsung menjawab. Ia hanya melirik sekilas, tatapannya dingin namun… ada sedikit kilatan yang sulit ditebak.“Enggak.”“Kenapa?”“Lo kelewat populer, kayaknya bakal ribet banget kalo menjalin hubungan sama tipe cewek kayak lo gitu. Selalu jadi spotlight dan

  • Si Tampan yang Posesif   4. Pendekatan Jalur Calon Mertua

    “Ya,” Miranda mengangguk.“Kara masih SMA kan, ya? Kok udah… punya PA?” tanyanya lagi.“Kara itu cover-nya aja yang anak SMA.”“Hah? Gimana, tante?”Miranda tersenyum, seperti tengah menggoda gadis itu.“Nanti juga kamu tahu.”“Len, Di, besok malam kalian bisa kan datang ke sini untuk makan malam?”“Ada acara apa nih?” tanya Helena.“Makan malam biasa aja. Sebagai perayaan karena hari ini akhirnya kita ketemu lagi setelah sekian lama, dan juga ucapan terima kasih karena Diandra udah mau nganterin aku pulang.”“Tante… aku ikhlas loh, serius.”“Iya, tante percaya.”Diandra tersenyum hingga kedua matanya menyipit.“Gimana? Kalian bisa, kan?”“Aku sih bisa aja, ya. Kebetulan lagi nggak ada acara juga. Kalo kamu gimana, Di? Biasanya kan kamu yang paling jarang ada di rumah?”“Hm? Aku bisa kok, mom. Bisa banget!” jawabnya cepat.“Oke kalo gitu, besok aku tunggu ya buat makan malam di rumah.”“Iya, Mir.”“Iya, tante.”Jawab ibu dan anak itu berbarengan.***Setelah selesai berkeliling dan me

  • Si Tampan yang Posesif   3. Pertemanan Orang Tua

    “Oh, iya?”“Iya. Namanya Sangkara, kamu kenal?”Diandra spontan menginjak pedal rem begitu nama itu disebutkan dengan ringan oleh Miranda.“Diandra, hati-hati dong bawa mobilnya.” Seru mommy-nya karena kaget.“Sorry, mom. Kaget dikit tadi.”“Hm?”“Anak tante Miranda siapa tadi? Sangkara?” tanya Diandra memastikan.“Iya. Sangkara Adhiyatsa. Kamu tahu dia?”‘Bukan cuma tahu, tan,’ Diandra meringis dalam hati.Bagaimana bisa ada kebetulan semacam ini dalam hidupnya. Sangkara, cowok yang tiga tahun ini menjadi gebetannya, dan selalu menolaknya. Sekarang dia malah duduk satu mobil dengan ibu dari lelaki itu?Tante Miranda bahkan adalah teman baik mommy-nya sejak jaman kuliah di Auckland.‘Takdir macam apa ini?’ batinnya girang.“Voila!” serunya.“Kenapa, Di?” tanya mommy-nya penasaran.“Hehehe… nggak apa-apa,” Diandra tersenyum canggung saat kedua orang tua itu menangkap basah perilaku anehnya.Setelah berhasil menguasai diri, Diandra kembali menjalankan mobilnya dan melaju untuk mengantar

  • Si Tampan yang Posesif   2. Cemburu

    “Kak Kara, hari ini jadi nemenin gue keliling sekolah?” seorang gadis tiba-tiba menghampiri Kara, berbicara padanya dengan suara lembut dan cenderung manja.Senyum cantik di wajah Diandra memudar, alisnya berkerut, dan matanya menatap tajam pada dua orang yang tengah berbicara santai tak jauh darinya.Itu adalah Salsa, seorang siswi pertukaran pelajar dari sekolah lain. Yang entah bagaimana bisa menjadi tanggung jawab Kara selama Salsa berada di sekolah ini.“Sure,” jawab Kara singkat, namun… Diandra bersumpah ia melihat seulas senyum tipis di sudut bibir lelaki itu.Diandra kesal bukan main saat melihat Kara bisa setenang itu berbicara dengan gadis lain. Bahkan tersenyum. Tersenyum!Diandra merasa iri luar biasa. Merasakan panas perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya saat melihat kedekatan mereka berdua, berjalan bersama keluar lapangan, meninggalkan Diandra sendiri di sana.Gadis itu mendesah menatap punggung Kara yang perlahan menjauh, lalu menghilang.“See?” Ujar Lavie yang berdiri

  • Si Tampan yang Posesif   1. Mimpi Ciuman

    “Kita emang nggak punya hubungan apa pun. Tapi… kamu milik aku,” setelah mengatakan kalimat itu, Kara—cowok yang tiga tahun ini menjadi crush Diandra—menyeringai sebelum akhirnya mendekatkan wajahnya ke arah Diandra.Menciumnya.Pelan… dan dalam.Diandra yang awalnya melotot karena terkejut, berakhir memejamkan mata, menenangkan diri sendiri, dan perlahan menikmati ciuman lelaki itu di bibirnya.Diandra menggantungkan tangannya di leher Kara, menarik lelaki itu agar lebih mendekat padanya.‘Akhirnya… setelah tiga tahun… cinta gue nggak lagi bertepuk sebelah tangan,’ batin Diandra senang.‘Ini menyenangkan. Ciuman ini… aku menyukainya’.‘Rasanya… aku tidak ingin terbangun dari mimpi ini.’Diandra seketika membuka mata di tengah ciuman mereka.Mimpi.Mimpi.“Arrrgh! Kenapa gue harus kebangun di saat-saat kayak gini sih? Padahal lagi hot banget mimpi gue barusan!” serunya saat kesadarannya sudah pulih sepenuhnya.Diandra melihat ke sekeliling dan menemukan dirinya masih berada di kamarny

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status