Hari weekend seharusnya menjadi surga bagi para pekerja, karena pada hari itu para pekerja dapat libur dan beristirahat. Tapi tidak untuk Oliv dan Rahayu yang tetap bekerja di hari sabtu dan minggu.
Si bos dinginnya tak memberikan libur untuk mereka, minimal satu hari saja di hari minggu pun tidak. Benar-benar pelit!
"Bete gue!" keluh Rahayu.
"Kurang piknik," cibir Oliv meledek.
"Dih, kayak situ gak aja."
Dan Oliv pun meringis, "plus kurang belaian juga."
"Ishh! Jijik gue dengernya, frontal amat neng."
"Hahaha," Oliv tergelak mendengarnya.
Sejenak suasana kembali hening, Rahayu yang lebih memilih sibuk dengan ponsel androidnya sementara Oliv yang sibuk memperhatikan jari jemari tangannya.
Tatapan Oliv lekat memperhatikan kutil-kutil yang tumbuh merambat banyak di jari jemari lentiknya. Menghela nafas kasar Oliv kembali sedih kala memikirkan nasib jari jemarinya. Entah kapanlah kutil-kutil ini pergi menghilang.
"Eh, ya ampun! Jari-jari tangan lo kenapa Liv?!" pekik Rahayu yang ternyata tengah memperhatikan tangan temannya.
Tersenyum malu karena diperhatikan, Oliv pun menyembunyikan tangan kanannya. Karena tangan yang kanan lebih banyak kutilnya ketimbang tangan yang sebelah kiri.
"Enggak apa-apa kok," jawab Oliv berusaha bersikap santai.
"Itu tadi kutil ya?"
Oliv melotot mendengarnya, astaga. Jangan bilang jika temannya melihat kutil-kutil sialan itu.
"Kutil apaan?"
"Itu jari-jari tangan lo, coba sini gue lihat." Oliv menggeleng.
"Ih, siniin tangan kamu aku mau lihat Oliv!"
"Aku gak mau, apaan sih lo kok maksa gini."
Rahayu diam, tak lagi memaksa Oliv untuk menunjukkan kedua tangannya. Matanya menatap sendu Oliv, kenapa ia baru tau tentang keberadaan kutil-kutil itu di tangan temannya ini?
Benar-benar kawan yang sangat baik dan perhatian kamu Rahayu! dengus batin Rahayu mengejek dirinya sendiri.
"Sudah berapa lama?" bisik Rahayu pelan sembari menghitung harga beberapa buku yang di beli oleh salah satu pelanggan disini."
Beberapa kali menyikut lengan Oliv yang tak kunjung menjawab pertanyaannya.
"Total semuanya lima ratus ribu ya, Mas."
"Apa? Lima ratus ribu?!"
Rahayu berjengit kaget saat mendengar nada tinggi dalam suara pelanggan itu.
"Iya, Mas," bersikap sabar dan sopan Rahayu pun lantas menjawab seraya menganggukkan kepalanya.
"Kok bisa sih? Cuma harga tiga buku gini doang masa sampai lima ratus ribu?"
"Loh, kan memang udah patokan harganya segitu Mas." sahut Rahayu berdecak kesal. Lalu ia menoleh pada Oliv yang justru hanya diam saja sedari tadi.
"Liv, bantuin ngomong dong." rengek Rahayu. Karena ia tak akan menjamin jika dirinya akan tetap sabar menghadapi pelanggan satu ini sendirian.
Oliv mengangguk, "Mas, ini buku novel keluaran baru."
"Ya terus, karena buku novel keluaran baru makanya jadi mahal?"
Oliv dan Rahayu saling melemparkan pandangan, merasa bingung harus menjawab apa. Karena sepertinya pelanggan yang satu ini tak ingin mengalah, tentunya tak akan selesai jika mereka saling berdebat terus.
"Oh, atau karena penulisnya yang cukup terkenal makanya mahal?"
"Cukup terkenal?" pekik Rahayu merasa tak suka dengan kata yang pelanggan itu pilih. "Eh, Mas. Please banget ya, ini tuh karya-karyanya Ade Tiwi tau gak?"
"Tau, si penulis yang menulis cerita gak bagus kan? Mana alur ceritanya pada gak nyambung, genrenya juga gak jelas apa. Pokoknya benar-benar gaje deh, berantakan habis. Kek gitu pun jadi penulis."
Rahayu dan Oliv menganga tak percaya mendengarnya, pria di depan mereka ini sungguh sangat kurang ajar sekali mulutnya mengejek dan menghina salah satu penulis favorit mereka. Ck!
Menghela nafas sabar, Oliv mencoba untuk menyelesaikan semua perdebatan ini. "Sebenarnya Mas kesini mau beli buku atau hanya mau mengkritik karya-karya penulis sih?"
"Menurutmu?" sahut pria itu sewot. Kemudian ia berdecak, "aku kadang bingung. Apa yang membuat orang-orang memburu buku-buku novel karya si penulis ini, bahkan sampai menjadi yang terlaris nomor satu lagi."
Rahayu mengangguk, "karya beliau banyak yang bestseller loh!"
"Apa bagusnya coba?" dan dalam sekejap senyum Oliv dan Rahayu luntur.
Pria ini benar-benar sudah kelewatan. Dan mereka tidak akan tinggal diam, ini termasuk salah satu penghinaan terberat. Bagaimanapun mereka berdua sangat menyukai dan menikmati karya-karya penulis ini.
"Cukup ya, Mas! Kalau Mas gak mau beli buku-buku novel ini, ya sudah. Mas tinggal balikin lagi ke tempatnya dan silakan pergi." kata Oliv dengan suara lantang.
Persetan!
Oliv sudah tak peduli lagi pada kesopanan ataupun keramahan untuk pelanggan. Bagi dirinya dan Rahayu, pria ini tidak pantas mendapatkan sikap sopan santun dari mereka.
Kesabaran mereka sangat berharga bila di beri untuk pria menyebalkan ini. Sok mengkritik karya-karya bagus penulis favorit mereka. Dasar!
"Apa kalian pikir aku tidak punya uang? Sehingga kalian mengusirku seperti ini."
"Yaudah sih, Mas tinggal bayar doang udah deh selesai." sahut Rahayu sewot. Oliv mengangguk setuju.
Menatap sengit dan kesal pada Oliv dan Rahayu lantas pria itu pun mengeluarkan dompetnya. Membukanya dan mengeluarkan beberapa lembar uang merah.
"Nih, hitung." titahnya. Rahayu pun dengan sigap langsung menghitungnya.
"Oke, pas." kata Rahayu tersenyum senang.
"Terima kasih, Mas." ucap Oliv dan Rahayu setelah selesai memasukkan buku-buku novel yang dibeli pria itu ke dalam paper bag.
"Sialan!" umpat Rahayu setelah pria itu pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Bahkan pria itu tidak membalas ucapan terima kasih mereka.
Oliv tepuk jidat saat teringat sesuatu. "Kenapa lo?" tanya Rahayu terlihat heran.
"Gue lupa jelasin tadi sama Mas-nya, kalau tebal halaman buku novel—"
"Halah, gak usah repot-repot jelasin. Tuh orang bisanya cuma menghina karya orang lain. Sebel ih!"
Apa yang diucapkan Rahayu ada benarnya juga. Pria itu memang sukanya mengejek dan menghina. Hal seperti ini bukanlah satu atau dua kali buat mereka, tapi hari ini adalah yang terparahnya. Malang sekali nasib si penulis yang dihina habis-habisan oleh pria itu.
***
Sedari tadi pria itu tak berhenti tersenyum geli, membuat seorang wanita cantik yang duduk di sampingnya kini menatap heran ke arahnya.
"Kamu kenapa?"
Lantas pria itu menoleh sekilas sebelum akhirnya menggelengkan kepala. "Entah kenapa aku suka sekali membuat keributan dengan mereka."
"Siapa?" tanya wanita itu dengan sebelah alis terangkat.
"Kedua wanita yang berkerja di toko buku."
"Kamu membuat ulah lagi?" Pria itu mengangguk bangga.
"Kali ini apalagi?" wanita itu berdecak kesal.
"Ya ... seperti biasa. Dan, oh ya, aku menemukan suatu fakta."
"Apa?"
"Mereka tidak menyukai karyamu."
Sepasang mata cokelat itu mengerjap sekali sebelum pada akhirnya melotot horor. "Kau serius?"
"Iya, aku mendengarnya dengan kedua telingaku langsung."
"Memang apa yang mereka katakan?"
"Mereka bilang ceritamu gak bagus. Alurnya gak nyambungnya lah, genrenya juga gak jelas lah. Pokoknya gaje deh, berantakan banget. Dan mereka juga bilang kalau kamu gak pantes jadi penulis seharusnya."
"Oh ya?"
"Iya, Ade Tiwi yang cantik."
"Hafal banget kamu ya sama kata-kata mereka beberapa saat yang lalu." cibir si wanita yang di panggil Ade Tiwi tersebut.
Pria itu nyengir lalu tertawa terbahak-bahak. "Sorry—awwh!" Dekan meringis di akhir kalimatnya.
"Kok lo pukul kepala gue?"
"Biar sadar."
Bukannya marah, Dekan justru tertawa kembali. Merasa puas karena sudah membuat kesal dan marah tiga orang wanita hari ini.
****
Olivia merasakan dadanya berdebar tak karuan. Bukan berdebar karena ungkapan cinta melainkan panggilan si kulkas berjalan yang ingin membicarakan sesuatu hal.Batin Oliv bertanya-tanya, ada apa gerangan bos dinginnya itu memanggil dirinya untuk bicara?Sejauh yang Oliv ingat, si kulkas berjalan itu jarang bicara alias irit bicara dan juga irit ekspresi. Bahkan sapaan semalam pun adalah yang pertama kalinya ia dan Rahayu dapatkan dari Devan, nama bos mereka yang super dingin.Oliv menarik nafas perlahan sebelum mengetuk pintu, dan membuka pintu itu perlahan setelah mendengar titah masuk dari bosnya."Saya mendapat komplen dari pelanggan.""Hah?" Oliv terhenyak kaget.Bosnya ini apa tidak bisa menyapa dulu apa? Baru juga Oliv masuk sudah main nyerocos saja.Untuk menghilangkan sikap begonya Oliv pun nyengir, namun nyatanya ternyata tindakan itu justru membua
Devan sadar sepenuhnya kalau hal itu bukanlah urusannya. Oliv mau bertemu dengan siapa saja itu bukanlah urusannya. Tapi, kenapa ia begitu sangat penasaran dan ingin tahu siapa pria yang tengah bersama Oliv saat ini?Keduanya juga terlihat asyik mengobrol dan tak berhenti saking menatap satu sama lain. Dan disaat yang bersamaan itu juga Devan merasakan dadanya sesak, serasa panas terbakar."Aneh!" gumamnya tersenyum geli.Mungkin Devan perhatian pada Oliv karena gadis itu bekerja di toko buku miliknya. Meskipun terkesan sombong, dingin dan juga cuek. Tapi bukan berarti Devan tidak memperhatikan para pekerjanya. Hanya saja ia tidak kelihatan terlalu mencolok menunjukkan sikap perhatiannya. Dan jujur saja, Devan memang lebih sering memperhatikan Oliv ketimbang Rahayu.Setiap satu minggu sekali Devan memang datang mengunjungi toko buku miliknya. Niatnya sih memang ingin melihat perkembangan usahanya, juga sekaligus melihat Oliv dan se
Oliv meringis karena tidak bisa keluar dari situasi ini. Bahkan bos dinginnya kini menuntut jawaban darinya.Menghela nafas sejenak akhirnya Oliv pasrah mengatakan semuanya pada Devan yang awalnya sempat syok. Namun kembali tenang sembari tetap mendengarkan ucapan Oliv."Jadi, hal apa yang membuat pria itu mundur?"Mila gelagapan, menelan kasar air liurnya sendiri. "I-itu karena....""Apa, Liv? Kok kamu dari tadi gugup dan ngomongnya gagap gitu?""E-enggak kok, Pak." Oliv menggeleng."Itu buktinya, k—" ucapan Devan terhenti begitu mendengar suara Adam Levine yang mengalun merdu.Lantas dengan cepat Devan merogoh saku celananya, menatap sebuah nama dilayar ponselnya."Sebentar ya," ucap Devan meminta waktu sebentar pada Oliv yang mengangguk.Devan memunggungi Oliv seraya mengangkat panggilan tersebut. Oliv menatap pun
Baik Oliv maupun Rahayu sama-sama merasa kaget dan juga bingung akan sikap bos dingin mereka yang akhir-akhir ini lebih sering datang ke toko buku. Berbeda dengan sebelumnya, bisa dihitung pakai jari dalam sebulan bosnya datang ke toko buku.Tapi ini? hebat! Dalam seminggu ini saja sudah tiga kali datang. Jadi, siapa yang tak kaget coba?Karena hal itulah membuat Rahayu dan Oliv menganga lebar saking tak percayanya. Bahkan keduanya sangat tidak menyangka sekali akan kedatangan Devan hari ini. Padahal tadinya kedua gadis itu tampak asyik mengobrol, ngobrolin banyaknya hal namun harus terhenti dan menyapa Devan yang lebih mengejutkannya lagi tersenyum dan membalas sapaan mereka berdua."Sumpah, demi apa tuh bos tampan nan super cool kita jadi datang kesini?" pekik Rahayu heboh.Oliv mengendikkan kedua bahunya, "kesambet kali.""Aduh! Orang ganteng bisa kesambet setan juga?"
Tubuh tak berdaya Rahayu dibaringkan ke atas ranjang. Tak sulit bagi Oliv untuk membawa teman sejawatnya yang tengah teler pulang, Rahayu yang memang tinggal sendirian di rumah sederhana ini memang terbiasa menaruh kunci di bawah pot bunganya.Dari cerita yang Oliv tau, kedua orang tua Rahayu sudah lama meninggal sejak Rahayu masih duduk di sekolah dasar. Kemudian Rahayu diasuh oleh bibi dan omnya sampai SMA. Setelah lulus SMA Rahayu memutuskan untuk merantau ke kota ini, banyak pengalaman pekerjaan yang telah di cobanya. Hingga pada akhirnya ia diterima bekerja di toko buku milik Devan sekaligus menjadi awal pertemuannya dengan Oliv. Selang tak lama Rahayu bekerja di toko buku itu Oliv melamar pekerjaan disana.Tidak terlalu sulit bagi keduanya untuk cepat akrab, sebab baik Oliv maupun Rahayu adalah wanita yang mudah berkomunikasi dengan orang-orang baru. Keduanya pun berteman baik sampai sekarang. Oliv bahkan sering membawa Rahayu ke rumahnya untuk ia ken
Ketika pagi tiba Oliv yang sudah terbangun dari tidurnya nyenyaknya langsung bangkit dari ranjang. Melangkah menuju dapur dan membuka lemari pendingin milik Rahayu."Wow!" satu hal yang membuat Oliv berdecak kagum adalah kebiasaan Rahayu yang pembersih dan rajin berbelanja untuk kebutuhan isi kulkasnya yang tak pernah kosong.Rahayu terlihat bar-bar dan berantakan diluar, tapi aslinya siapa yang menyangka? Oliv mengambil beberapa macam bahan makanan yang akan ia olah untuk sarapan ini.Semua bahan tersebut ia potong-potong sesuai selera. Yap, Oliv akan membuat sarapan yang simpel saja. Salad sayur, dan sandwich saja.Selesai membuat sarapan Oliv membersihkan peralatan masak yang kotor kemudian membangunkan si kebo yang tidur di sofa ruang tamu."Bangun!" Oliv membangunkan dengan cara menepuk-nepuk bahu abangnya.Namun sayangnya Olano sama sekali tak terusik tidurnya. Oliv
Devan sudah mempersiapkan dirinya untuk menjawab segala pertanyaan yang akan Oliv lontarkan. Bagaimanapun juga pastilah wanita di depannya ini merasa curiga soal insiden tadi malam.Begitu sigapnya Devan langsung membawa sang adik tercintanya dan juga sepupu gesreknya keluar dari club malam. Yang tentu saja itu menimbulkan kecurigaan bagi Oliv.Devan baru tahu jika pria yang bersama Rahayu adalah abangnya Oliv. Dan Devan juga baru tahu kalau Olano adalah kekasih dari adiknya, Adel alias Ade Tiwi.Aishh, betapa tak sukanya Devan dengan nama pena sang adik.Dekan yang memberitahukan informasi itu padanya. Hal itu pun Dekan dapatkan dari Adel yang sempat memarahinya karena Dekan yang suka sekali menjahili Oliv dan Rahayu. Tentu saja Adel marah jika Oliv ikut kena imbas kejahilan Dekan, padahal gadis yang Dekan sukai adalah Rahayu. Jadi Rahayu saja yang seharusnya Dekan jahili dan bukannya calon adik iparnya,
Diantara ketiga pria ini sepertinya yang paling heboh cuma pria menyebalkan ini. Oliv menggeram kesal, seheboh-hebohnya Olano tetapi tidak sebising Dekan. Ah iya, Oliv baru ingat namanya.Seakan tak merasa lelah mulut Dekan terus bicara, menyerocos tak jelas hingga membuat Oliv dan Rahayu merasa muak."Diamlah Dekan. Kau membuatku mereka berdua merasa bosan." titah Devan ikut kesal melihat tingkah sepupunya. Mulut bawelnya yang terlalu banyak bicara itu sedikit banyaknya membuat orang bosan dan muak."Loh, apa iya aku ngebosenin dan bikin kesal?" tanya Dekan begitu percaya dirinya. Lalu, ia mencolek lengan Rahayu yang kebetulan duduk di sampingnya. "Aku ngebosenin ya?" tanyanya pada Rahayu yang nyengir kemudian dengan terpaksa menggelengkan kepala."Nah, enggak tuh. Iya kan, Oliv?" Dekan meminta pendapat Oliv yang duduknya persis di samping Rahayu.Sama seperti Rahayu, Oliv pun masih menjaga perasaan dengan menghargai